Wilayah 7 - Kota Curius
29 Juni - pukul 13:00 siang
Saat ini sedang masa liburan sekolah, tapi tunggakan uang sekolah tetap harus dibayar. Seteleh menerima uang dari transfer orang tuanya, Aaron hendak pergi kesekolahnya untuk membayar uang sekolah tersebut. Ini adalah saat yang menakutkan baginya. Hanya berbicara dengan orang administrasi saja dia langsung keringat dingin dan tangan tremor seperti gempa bumi. Walau ini musim panas tapi Aaron tetap memakai hoodie. Alasannya karena pakaian ini simpel, jadi ia tidak perlu pusing memikirkan pakaian apa yang akan dipakai. Ia melihat penampilannya kecermin yang menempel di lemari bajunya.
'Di kaca aku merasa ganteng, tapi pas difoto rasanya agak lain.'
Setelah persiapannya selesai ia pergi ke sekolah tersebut dengan menaiki sebuah bus, lalu dilanjut dengan berjalan kaki sejauh satu kilometer.
lima belas menit Dia berjalan kaki melewati jalan kecil yang sepi dan dikelilingi pepohonan tinggi. Dia melewati jalan tersebut karena daerah itu sepi, cocok untuknya yang kesulitan bersosial ataupun menatap wajah orang lain. Saat berjalan Aaron merasakan sesuatu, seperti ada yang membuntutinta. Tapi Dia tidak ingin melihat ke belakang, jadi ia tetap terus berjalan dengan mempercepat langkah kakinya. Merasa masih di ikuti, ia menjadi penasaran. Dia pun menoleh kebelakang dan melihat seorang gadis remaja yang tampak sebayanya bersembunyi di balik pohon yang berada di pinggir jalan. Gadis itu berpikir dia tidak akan ketahuan bersembunyi disitu. Tapi kuncir rambutnya membuat penyamaran diketahui Aaron.
'Apa yang dia lakukan?'
gadis itu menyadari bahwa anak berhoodie putih sudah melihatnya, tanpa ragu ia pun menghampirinya. Gadis itu memiliki rambut hitam panjang yang halus dengan gaya rambut kuncir kuda. Memiliki mata berwarna biru seperti air, serta memiliki hidung yang pesek.
Gadis itu menggunakan kaos turtleneck putih juga luaran cardigan rompi motif flanel hitam putih sepanjang paha. Celana panjang hitam dengan sepatu sneakers putih adalah bawahannya. Dia memiliki wajah cantik sesuai tipe Aaron, dia juga punya aura seperti orang dewasa yang mandiri. Begitu takjub melihat gadis itu, dia menjadi kaget ketika menyadari gadis itu sedang berjalan kearahnya.
'Eh bentar, ngapain dia kesini!?'
Jantung Aaron berdetak dengan kencang, dia akan seperti itu setiap ada seorang gadis yang mendekatinya. Karena dia nolep, hal ini menjadi hal yang sulit dia hadapi.
Ketika Gadis itu berhenti tepat di hadapannya, dia semakin tidak tenang penuh kecemasan.
'Bentar, dia ga salah orang nih? dia berhenti didepanku? cok gimana ini!'
Gadis itu mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
"Koe mau join grup chat-ku gak?" tanya gadis itu.
"Hah?"
Segala hal yang ia cemaskan tiba -tiba menjadi hilang.
'Apa maksud?'
"Mau join grup chat-ku gak?" gadis itu bertanya sekali lagi.
'Dia ngajak aku join grup? buat apa? lagian cewek mana yang tiba-tiba ngajak cowok gak dikenal gabung grup chat?!'
"gak!" itulah balasan yang dilontakan Aaron dengan nada datar.
Tentu saja Aaron menolak, Dia tidak suka masuk ke grup namun hanya sebagai penyimak ataupun sebagai pajangan yang gak dianggap. Dia juga tidak suka memberikan nomornya kepada orang asing. Bahkan orang yang dia kenal pun tidak ia berikan nomornya.
"Cuk, masuklah!" ajak gadis itu sekali lagi dengan memaksa.
'Kok maksa nih cewek? Apalagi kayaknya dia ngikutin aku daritadi, mencurigakan.'
Karena merasa gadis itu mencurigakan, Aaron menolak tawarannya itu dengan mentah-mentah
"Gak, adios."
Setelah menolak tawarannya, Dia hendak lanjut berjalan. Baru saja akan berjalan gadis tersebut menarik tudung hoodie anak itu. Membuatnya hampir terjatuh.
"Apa anjir!"
"Join!"
'Maksa, nyebelin. Imageku tadi langsung hancur karena cewek ini aneh.'
"Ayo join cuk, kau kan wibu nolep, cocok join grupku soalnya rata-rata nonton animek."
Aaron berniat mengabaikannya akan tetapi gadis ini agak memaksa. Aaron mencoba memikirikan sebuah solusi untuk mengatasi situasi saat ini.
'Gimana ya atasin dia... Ah.
Cukup join saja lalu tinggal keluar secara diam-diam. Dia tidak akan sadar hal itu, kemudian blokir nomornya, dengan begitu dia tidak bisa invit ke grupnya lagi, begitulah rencana Aaron.
"Yaudah, aku join." terima Aaron.
"Seriusan cuk?" tanya gadis itu dengan wajah gembira dan mata berkilau-kilau.
"Yaudah, gak jadi." balasnya sambil membalikkan tubuh untuk pergi.
"Cuk jangan gitu lah, hehe. Oke mana nomormu cuk?" tanyanya sambil memegang handphone.
Aaron pun menyebutkan nomor teleponku, setelah selesai mengetik dia menambahkanku ke dalam kontaknya dan memasukkanku ke dalam grup chatnya. Dia dapat memasukkannya karena dirinya adalah admin grup. Aaron membuka handphonenya, melihat beranda kiri atas aplikasi chatnya kini terdapat chat grup bernama Aresei.
"Save juga nomorku cuk!" minta Gadis itu.
"Iya, tapi yang mana nomormu?" tanyanya.
"Itu admin yang di urutan paling atas, yang nickname-nya 'Mia chan'." tunjuknya pada layar handphone Aaron. Nickname-nya di aplikasi chat ialah 'Mia Chan'.
''nickname-nya wibu banget. Dia adminnya ternyata.'
"Namamu Mia?"
"Ho'oh, Mia Sauveur. Namamu Zora kah cuk? Nickname-mu itu soalnya."
"Iya."
"Salam kenal ya, Zora."
"Ya salken juga."
Aaron tentu berbohong, Zora itu bukan namanya. Itu hanyalah nama samarannya di internet. Dia tidak akan memberi tahu nama aslinya semudah itu kepada orang asing.
"Yaudah, aku mau pergi." pamit Aaron.
"Oghey!" balasnya.
Disaat Dia menghadap arah sebaliknya untuk pergi, tiba-tiba saja ada seseorang didepan sana berhenti serta menatapnya dengan tajam. Jaraknya sekitar 10 meter darinya jadi Aaron tidak bisa memastikan dengan akurat apakah benar orang itu menatapnya atau bukan.
"Woi, hoodie putih!" teriaknya dari kejauhan.
'Aku gak tau dia siapa tapi dia kayaknya bukan orang baik-baik'
Dari suaranya terdengar seorang cowok. Rambutnya berdiri ke atas seperti api, berwarna biru tosca menyala. Matanya berwarna oranye dengan pupil tajam seperti giginya yang tajam seperti hiu.
'Sialan, bau-bau ada masalah. Ngapa aku terlibat hal merepotkan selalu. Eh, bentar, bajunya kek kenal...'
Pakaian yang orang itu pakai adalah kaos kuning dengan luaran jaket trucker hitam. Dia juga memiliki logo gunting kuning di saku kiri dadanya. Seragam itu sama persis dengan pria botak yang menyerangnya tempo hari lalu. Yang membedakannya dia memiliki ban lengan merah bersimbol serupa di lengan kirinya juga skraf kuning tergantung di lehernya. Sepertinya dia satu kelompok dengan preman yang Aaron lawan.
"Kau ngalahin anak buahku ya, menarik. Mari kutes kekuatanmu!"
'Apa yang harus kulakukan.'
"Kok diem aja, Haa!!"
Orang itu tiba-tiba menembakkan sebuah sinar laser berwarna ungu dari kedua telapak tangannya secara lurus. Disebelahku, Mia segera maju kedepanku lalu mengangkat tangannya lurus kedepan kemudian menciptakan sebuah (barier)penghalang hijau 2 dimensi berbentuk persegi berdiri vertikal. Penghalang itu berhasil menahan tembakan orang itu walau hampir saja mereka berdua menjadi daging gosong.
"Esper ya." gumam orang itu.
"Kau gapapa kan Zor?" tanyanya memastikan Aaron tidak terluka.
"y-ya aman." jawabnya dengan agak shock.
"Dia Raymond, ketua divisi keenam dari geng besar bernama Scissor. Kok koe nyari masalah ama orang kayak dia?" jelas Mia
"Aku juga gak tau kalau dia seorang ketua geng besar. Bentar, aku juga baru pertama kali ketemu dia njir!"
"Berisik banget bacotan kalian! tapi seru juga kalau lawan dua orang sekalian." sahut Raymond.
Raymond menembakkan laser lagi ke arah mereka berdua, Mia kembali menggunakan kekuatannya untuk menangkis serangannya. Seseorang bernama Raymond itu kini tersenyum lebar menampakkan giginya.
Pada akhirnya tidak ada pilihan selain bertarung. Untungnya dia tidak sendirian, ada Mia disini, ini membuatnya agak tenang.
Raymond menembakkan laser dari kedua telapak tangannya tanpa henti seperti sebuah pistol yang menembakkan peluru. Serangan itu terus ditahan oleh barier Mia yang lama kelamaan semakin tipis seperti akan hancur.
"Kau ada ide ga cuk buat ngalahin dia?" tanya Mia sambil menatap Aaron.
Setelah berpikir sejenak, dia menemukan ide untuk mengalahkan Raymond. Aaron dapat diandalkan sebagai pemecah masalah disaat seperti ini.
"Ada." jawab Aaron dengan wajah penuh keyakinan.
"Apa yang kalian bisikan, Haa!!" teriak raymond sambil mengerutkan dahinya.
Raymond yang melihat kami berdua berbisik-bisik menjadi kesal dan menyerang dengan serangan bertubi-tubi tiada henti.
"Sekarang!" teriak Aaron.
Mia berada ditengah menahan serangan Raymond, sementara itu Aaron berlari dari samping kanan menuju Raymond yang berada di depan sana.
"Apa yang bajingan ini lakukan?" gumam Raymond.
Raymond membelokkan serangannya kearah anak berhoodie putih yang sedang berlari menujunya. Dia hanya terus berlari dengan modal nekat. Raymond kini fokus menyerangnya, Dia tidak memerhatikan Mia sama sekali dan sambil berlari Aaron dilindungi oleh barier mia yang mengikutinya.
"Bajingan ini!" ucap Raymond.
Jarak Aaron dengannya semakin dekat, ia bersiap untuk menyerang balik dengan mengepalkan tangannya sekuat mungkin. Raymond terlihat panik saat jarak antara dia dengannya semakin dekat, ini sesuai dugaannya.
'Sesuai ama yang kuduga, tipe jarak jauh pasti takut sama serangan deket!'
Dia tipe penyerang jarak jauh, sehingga jarak dekat akan merugikannya. Setiap laser yang dia tembakkan memiliki jeda 0,5 detik sebelum akan menembak kembali. Aaron sengaja melakukan tindakan nekat ini untuk membuatnya panik.
"Mati kau, bangsat!"
Raymond menembakkan serangan dengan skala yang lebih besar akibat panik, tangannya memerah seperti akan meledak. Serangan laser panjang lurus mengarah seperti pedang menuju dirinya, barier mia yang menahan serangan barusan terlihat seperti akan pecah.
Disaat barier itu pecah, Aaron segera menunduk untuk menghindarinya. Tembakan itu mengenai pohon dibelakangnya yang menyebabkan pohon itu terdapat lubang gosong ditengahnya.
Ketika kekuatan dengan skala lebih besar dan kuat dilancarkan, jedanya akan bertambah menjadi lebih lama dari sebelumnya. Jeda itulah yang ia tunggu.
"Cih, gak kena!" keluh Raymond.
'Sip, sekarang jedanya akan lama!' pikir Aaron.
Peluang kemenangan yang ditunggu tiba.
"Mia!" teriaknya menatap Mia.
Mia telah menciptakan barier dengan tangan satunya, barier dengan bentuk persegi horizontal sebesar satu pintu. Raymond kaget mendengar teriakan Aaron lalu mengalihkan pandangannya kepada Mia.
"Bangsat!" kata Raymond.
Sayangnya sudah terlambat, barier itu di luncurkan kedepan secara melayang lurus dan menabrak perut Raymond. Serangan yang masih berjalan dari tangan Raymond pun mendadak berhenti paksa ketika dia menerima serangan Mia.
"A-akh!"
Kemudian Aaron menggunakan kesempatan ini untuk meninjunya dari samping. Pukulan yang telah dia tahan ini diayunkan lurus pada pipi kanannya hingga ia terhempas dengan terguling-guling ditanah. Pertarungan ini pun berhasil dimenangkan berkat kerjasama mereka berdua yang baik.
Raymond langsung pingsan setelah menerima tinju Aaron, tapi penyebabnya bukan hanya itu. Itu semua karena bantuan Mia. Setelah semuanya berakhir, gadis kuncir kuda itu menghampirinya.
"Bagus juga rencanamu zor, disaat kayak gitu bisa kepikiran ide." puji Mia.
Beberapa waktu sebelumnya, disaat mereka berdua berbisik-bisik. Disitulah dia kepikiran sebuah ide. Aaron bertindak sebagai umpan untuk mengalihkan perhatian Raymond dan Mia menjadi support untuk melindunginya sebagai umpan. Raymond tampaknya lebih tertarik kepada Aaron, oleh karena itu akan bagus jika dirinya yang menjadi umpan. Lalu rencana selanjutnya Mia menyerang dengan barier lain. Aaron menyadari bahwa dia hanya menggunakan satu tangannya selama ini untuk membuat barier. Oleh karena itu dia meminta kepadanya untuk membuat barier dengan tangan satunya. Tapi Mia berkata membutuhkan waktu cukup lama untuk membuat dua barier sekaligus dari dua tangan. Jadi Aaron pun bertindak sebagai umpan, sekaligus pengulur waktu agar Mia dapat menyelesaikan barier keduanya. Lanjut disaat Raymond lengah Mia akan menyerang dengan barier horizontalnya keduanya.
"Yah, rencana ini gak bakalan berhasil kalau kita salah prediksi." ujar Mia.
"Tapi kita berhasil!" balas Aaron dengan memberikan jempol dengan tersenyum.
Melihat itu Mia ikut tersenyum juga. Senyuman yang begitu manis hingga anak berhoodie putih itu tersipu.
"Sekuat apa serangan bariermu sampai dia langsung pingsan gitu?" tanya Aaron.
"Bukannya kau Zor yang buat dia pingsan?" tanya balik Mia.
"Lah? tadi kuliat pas dia kena seranganmu langsung pingsan gitu makanya tembakan dia berhenti paksa."
"Owh, kirain dia pingsan abis kau pukul cui."
"Enggaklah, dipikir pikir ngapain aku pukul kalau dia udah pingsan?"
Kesimpulannya serangan Mia telah menyebabkan Raymond pingsan duluan sebelum ditinju Aaron, itu sebabnya serangan laser panjang yang sedang ditembakkannya mendadak berhenti karena kesadarannya menghilang. Tentunya akan ada efek samping yang terjadi pada Raymond akibat menghentikan serangan besar secara paksa. Terlihat tangannya sangat merah seperti luka bakar akibatnya.
"Yowes, daripada mikirin itu mending kita cabut cui, sebelum Guardian datang." Saran Mia
"Oke, adios." ucap salam perpisahan dari Aaron.
Kemudian Aaron dan Mia pergi berpisah ke jalan yang berbeda. Dia berlanjut berjalan untuk pergi kesekolahnya untuk membayar uang sekolah. Sedangkan Mia pergi entah kemana. Tapi ia sudah memiliki nomornya, kemungkinan mereka bisa bertemu lagi. Sepanjang jalan Aaron memikirkan sesuatu yang mengganjal hatinya. Bagaimana bisa ia percaya padanya saat bertarung tadi? entah mengapa dia merasa bisa mempercayainya dan tidak ragu untuk bertindak. Dia sangat heran dengan dirinya tersebut.
'Kenapa aku bisa percaya padanya ya? yah, lebih baik gak usah dipikirin, yang penting masalah selesai.' batinnya.
Semua belum selesai, ini hanyalah awal dari percikan api yang lebih besar. Kehidupan normal Aaron mungkin akan berubah mulai sekarang.