Di sepanjang perjalanan bus yang terus melaju di jalanan, mereka berdua hanya berdiam diri dan saling memandangi pemandangan kota di malam hari. Pemandangan kota di malam hari cukup indah karena banyak lampu-lampu di papan iklan yang menyala di malam hari.
Aaron teringat kejadian reuni yang ia alami waktu itu. Kejadian itu sebenarnya hanya kejadian biasa, tapi entah mengapa ia merasa memiliki kenangan buruk di acara itu. Selama ini ia tidak memiliki teman curhat, jadi untuk pertama kalinya ia benar-benar akan curhat kepada seseorang. Itu karena ia mulai mempercayai manusia lain selain dirinya sendiri. Mia pun bertanya kepadanya untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya.
"Oh ya Zor, kau kenapa jadi nolep? Padahal kau orangnya asik."
"Ya gimana ya, ceritanya panjang. Mau denger?"
"Boleh-boleh."
Aaron menarik nafas panjang sebelum bercerita, setelah mempersiapkan dirinya untuk bercerita, ia pun mulai menjelaskan.
"20 Juni, aku mengalami sesuatu hal yang membuatku tertekan dan merasa sangat frustasi rasanya. Hal itu aku alami setelah pulang dari acara reuni yang aku ikuti di sore hari. Itu hanya acara reuni biasa dengan teman seangkatan SD-ku. Aku pergi kesana dengan rasa percaya diri yang cukup tinggi dan berpikir kita semua masih akan tetap akrab seperti dulu. Tujuan sebenarnya aku pergi kesana adalah untuk menunjukkan kepada seseorang yang masih aku sukai hingga saat ini bahwa aku telah berubah. Aku menyukainya sejak tamat SD hingga saat ini, entah kenapa walau aku sudah ditolak tapi aku merasa masih ada harapan. Aku terus menerus mencoba dan tetap saja dia tidak pernah mengatakan bahwa dia memiliki rasa padaku.
Aku berpikir aku ditolak karena aku dulu tidak begitu peduli dengan gaya dan masih jelek. Lalu sejak tamat SD aku mulai mencoba memakai gel rambut agar terlihat keren. Jujur saja ada perbedaan yang aku rasakan saat diriku yang tidak memakai gel rambut dengan diriku yang memakai gel rambut, lebih ganteng saat pakai gel rambut, begitulah yang aku rasa.
Saat SMP aku malah tersesat dijalan yang salah, yaitu dengan memilih menjadi seorang nolep yang mengurung diri di rumah. Kemampuan berkomunikasiku dan bersosialku menjadi nol akibat itu, padahal sebelumnya aku ini memiliki skill sosial yang bisa dibilang tinggi.
Saat acara reuni seangkatanku, aku menyesal menghadiri acara tersebut dikarenakan aku tidak bisa bersosial sama sekali dengan mereka dan hanya bisa duduk diam sendirian di pojokan. Sungguh menyedihkan dan menyakitkan rasanya, aku yang berpikir kita semua masih akan akrab ternyata salah, tidak, bukan mereka yang salah. Akulah yang salah Karena mengurung diri terlalu lama, bahkan aku tidak sanggup menatap wajah seorang gadis lagi, apalagi dia orang yang kusukai sejak dulu yang juga ikut menghadiri acara itu. Aku menyesal sekali pergi kesana dengan rasa percaya diri ingin membuktikan bahwa aku telah berubah kepadanya, tapi tidak ada yang berubah kenyataannya. Aku hanya menjadi semakin buruk, hanya dengan memakai gel rambut aku berpikir diriku telah berubah, sungguh bodoh dan naif." Curhatnya dengan wajah murung.
Mia terus mendengarkan dengan seksama dan tidak menyela curhatan Aaron hingga selesai. Aaron pun melanjutkan kembali ceritanya.
"Setelah pulang dari acara itu, aku merasakan perasaan tertekan dan menyadari bahwa aku telah berada di jalan yang salah dan tidak berubah sama sekali. Aku kesal dengan diriku sendiri saat itu, frustasi, merasa putus asa dan tenggelam dalam jurang keputus-asaan itu. Tidak ada siapapun yang bisa membantuku ataupun mendengar curhatanku kecuali diriku sendiri. Cukup menyedihkan rasanya.
Sejak itu, aku semakin menjadi lebih buruk, sering overthinking dan tidak begitu mempercayai orang lain. Aku juga menganggap diriku sebagai manusia terburuk di dunia. Namun kau datang dan menyelamatkanku, jika kau tidak menyelamatkanku mungkin saja aku akan tetap di jurang keputus-asaan itu. Terimakasih."
Setelah selesai menceritakan alasannya menjadi seperti sekarang, Mia pun mulai mengutarakan sesuatu.
"Aku gak ngapa-ngapain, ingat lah ini Zora, hanya dirimu yang bisa menyelesaikan masalahmu. Aku hanya bisa mendukungmu untuk tetap maju dan berkembang, akar masalahnya tetap kau yang bisa mengatasinya. Ingatlah bahwasannya kau telah melewati rintangan sulit di kehidupan ini, kau berhasil mengatasinya selama ini. Maka kau juga bisa mengatasi masalah seterusnya yang akan datang. Aku gak tau harus ngomong apa, tapi tetaplah semangat dan jangan menyerah gitu aja. Jika kau ingin berubah maka berubahlah! Tidak perlu pedulikan kata orang, jadilah dirimu sendiri." Ujar Mia menatap aaron dengan serius.
"Aku ngerti, aku bersyukur bertemu denganmu."
Bus pun tetap melaju seperti biasanya, melewati bangunan-bangunan sekitar dan melaju menuju halte berikutnya.
Wilayah 4 – Kota Curius)
Jam 18:00 magrib/sore.
Satu jam telah berlalu, akhirnya mereka berdua sampai dilokasi tujuan mereka yaitu wilayah 4. Setelah berjalan sedikit dari halte bus, mereka berdua sampai di depan sebuah Cafe. Entah itu bisa disebut cafe atau bukan, karena tempatnya cukup kecil dan sepi sekali. Terdapat satu kendaraan di parkiran depan cafe yaitu sebuah sepeda motor merek lama yang telah melegenda. Juga terdapat papan nama cafe tersebut di bagian atas bangunan itu yang mana disekililing papan nama berbentuk persegi panjang itu terdapat lampu neon yang menyala. Cafe tersebut memiliki dinding cat berwarna hitam dipadu dengan warna putih dan coklat yang memberi kesan minimalis, terdapat jendela berbentuk persegi panjang di kanan dan kiri lalu ditengahnya terdapat dua pintu kaca yang model ditarik dan didorong. Juga terdapat beberapa pot bunga putih yang mengitari bangunan cafe tersebut, baik di bagian atas lantai 2 maupun lantai 1 bawah, memberikan kesan fresh dan tidak monoton. Cafe tersebut terletak di arah selatan di sebuah jalan raya pertigaan. Aaron yang berdiri di depan cafe tersebut mendongakkan kepalanya ke atas untuk membaca tulisan yang berada di papan nama berbentuk persegi panjang cafe itu.
"Cafe Sunfield?" bacanya.
"Yah, itulah nama Cafenya." Mia menjawab.
"Namanya biasa aja, bahkan gak ada pengunjung kayaknya,"
"Yah, sebenarnya ini bukan beneran cafe sih, jadi wajar aja gak ada pengunjung,"
"Apa maksudmu?"
"Yah, nanti juga kau paham,"
"?"
Perkataan Mia menimbulkan pertanyaan dikepala Aaron, namun dia mengabaikannya. Dia pun membuka pintu lalu masuk ke dalam cafe tersebut bersama Aaron yang mengikuti sambil celingak-celinguk kebingungan. Bel yang tergantung di pintu masuk pun berbunyi yang memberi tanda bahwa pengunjung datang. Empat orang yang sedang duduk di salah satu meja pun menoleh ke arah pintu masuk dimana Aaron dan Mia baru saja datang. Setelah melihat ke arah empat orang tersebut, Mia menghampiri empat orang yang sedang duduk tersebut dengan santai.
"Hai gaes!" sapa Mia.
"Hah?" jawab seseorang berjaket merah sambil sedang menyantap satu buah pisang.
Ia menatap orang dengan tatapan mata yang tajam, membuat Aaron agak takut dan khawatir.
'u-uwah... orang berjaket merah itu melihat kesini, gawat.'
Belum apa-apa Aaron sudah begitu cemas.
"Siapa tuh yang disebelahmu?" tanya anak berjaket merah.
"Dia anak baru di grup ini." Jawab Mia.
"Mantap, bisa-bisanya ada yang mau gabung ke grup gak jelas ini." Balas anak berjaket merah.
"Hahahaha, parah koe cuk." Tawa Mia dengan menutup mulutnya dengan jari-jemarinya.
Aaron kemudian memperhatikan orang berjaket merah itu dengan seksama karena ia merasa pernah melihatnya disuatu tempat.
'Kayak pernah liat ni orang, tapi dimana ya?'
Setelah mencoba mengingat dengan seluruh kekuatan otaknya,Ia kemudian berhasil mengingat siapa orang yang berjaket merah dihadapannya itu.
"Kau! Si manusia super yang bisa lompat 5 meter!" tunjuk Aaron dengan jari telunjuknya.
"H-hah?" jawab orang berjaket merah, dengan wajah keheranan.
"Kita bertemu lagi ya."
"Kau siapa?"
"Lupa ya, Btw makasih udah nolongin aku pas di keroyok preman waktu itu."
"Kau kenal dia, Zora?" tanya Mia yang penasaran.
"Yah, tempo hari yg lalu dia ngebantuku ngalahin preman." Jawab Aaron.
"Hoo, tumben Ruk mau bantu orang."
"Kebetulan itu cuk, aku lagi buru-buru ada orang-orang ngehalangin jadinya kupukul lah."
'Orang mana yang buru-buru malah mukul orang...'
Setelah selesai membahas, Mia kemudian mengenalkan Aaron kepada yang lainnya.
"Oke semuanya, sekali lagi kuperkenalkan, dia adalah anggota baru kita. Perkenalkan dirimu! "
"Namaku Zora, aku orang biasa yang sangat amat gabut, orang yang tidak berguna, sampah masyarakat dan orang terburuk. Salam kenal."
Seseorang yang memakai pakaian serba hitam bersepatu berwarna putih ikut mengenalkan dirinya untuk menyambut kedatangan Aaron. Dia memiliki rambut coklat lebat serta poni yang menutupi jidatnya. Matanya berwarna oranye serta memiliki simbol kunci inggris putih di bagian dada kaos hitamnya. Di lengan kirinya ia menggunakan jam tangan hitam, sepertinya dia sangat menyukai warna hitam.
"Yo, kenalin nama gua Mark Sunfield, kita sama-sama new member, sans ae."
"Ya, salken, Mark."
'Bentar, Sunfield? Apakah dia pemilik cafe ini?'
"Eh, Mark. Kau yang punya cafe ini kah?"
"Ho'oh, Tapi Sebenernya ini cafe peninggalan dari bapakku sih."
"Naruhodo(mengerti)."
Selanjutnya seseorang yang menggunakan mantel trenchcoat berwarna coklat krim dengan membawa sebuah pedang besar di punggungnya ikut menyapa Aaron. Sebelum itu ia meletakkan putung rokoknya di asbak yang tersedia di meja sebelum menyapanya.
"Yo." Sapa Kuro.
"Y-yo, salken" sahut Aaron.
Kemudian ia kembali merokok dengan putung rokok yang baru.
'Ngeri, dia pasti sepuh disini. Pedang yang dia bawa dipunggung nya gede banget. Sampai sepaha panjang pedangnya, buset. Bentar... Gimana caranya dia bisa lolos berkeliaran membawa pedang sebesar itu kemana-mana? '
"Dia Kuronuze Sai, salah satu orang paling tua disini, ya dia lebih tua 3 tahun dariku." Jelas Mia.
"Ah, oke..."
Setelah mengetahui bahwa Kuro lebih tua darinya, Aaron menjadi segan dan agak gugup karena dia sudah lama tidak berinteraksi dengan orang yang lebih tua darinya. Tapi rasa penasarannya tidak bisa dihentikan, ia pun memutuskan bertanya walaupun takut dengannya.
"Bang Kuro aku mau nanya, boleh gak?" tanya Aaron.
"Hm?" Kuro hanya mengangkat alisnya.
"Kok bisa bawa pedang besar ini kemana-mana, bukannya bakalan kena tangkap ya kalau ketahuan bawa benda tajam di kota?"
"Oh soal itu, aku dapat memanipulasi bentuknya menjadi sesuatu yang lain. Seperti teknik kamuflase."
Pedang besar yang berada di punggungnya pun berubah menjadi sebuah gitar setelah ia menjelaskan hal tersebut.
"Wah, keren! Eh, itu gak ke deteksi ama alat logam yang biasanya ada di pintu masuk mall-kah?"
"Enggak, soalnya materialnya juga akan ikut berubah, aku bisa mengubahnya menjadi bentuk apapun. Teknik ini bernama pengubah bentuk."
"Keren."
"Biasa aja kok."
"Oke selanjutnya Izzaru, tapi karena kau udah kenalan ama Izzaru, jadi gak perlu kenalan lagi kan?" tanya Mia.
"Kayaknya perlu dijelasin sedikit." Jawab Aaron.
"Akan kujelasin singkat, dia member paling lama di grup ini dan suka jadi babi ngepet"
"Matamu, koe pengen kupukul?" balas Izzaru yang menjadi kesal karena pengenalan diri Mia yang tidak benar.
"Kadang dia tidur disini karena males di rumah." Lanjut Mia.
"Waduh. Parah nih Izzaru."
"Bajingan kalian berdua!" ujar Izzaru.
Mia dan Aaron tampak sangat menikmati meng-isengi Izzaru. Sedangkan Izzaru sudah terlihat sangat kesal.
"Hahaha, santai aja lah Ruk."
"Ruk?"
"Aku panggil Ruk karena dia suka makan pisang kayak monyet, monyet kan mirip hewan beruk."
"Ahahaha, julukan yang mantap."
"Bangs*t!"
Mereka berdua tidak peduli dengan Izzaru yang sudah diambang kesabarannya. Setelah mengenali semua orang yang ada disana, Aaron pun berpikir sesuatu di dalam kepalanya.
'Hanya ada lima orang yang berada disini, apakah memang sedikit begini membernya?'
Aaron sudah penasaran daritadi. Apakah memang grup ini hanya terdiri dari mereka yang hadir disini saja atau ada orang lain selain yang ada disini. Seharusnya membernya lebih banyak dari ini, grup chatnya saja mencapai 100 member. Lalu kemana member lainnya?
"Anu, membernya cuman kita doang?" tanyanya untuk memastikan.
"Membernya banyak, tapi kebanyakan sider."
"Sider?"
"Iya, mereka ikut gabung grup ini lewat online, tapi gak pernah mau datang saat ketemuan. Bahkan di chat grup juga gak nimbrung."
"Oh, gitu toh, jadi yang sering nimbrung kalian-kalian doang?"
"Masih ada yang lain kok yang ikut nimbrung dan ngumpul disini sama kami, tapi lagi sibuk mereka saat ini jadi gak ikut ngumpul disini."
"Oke, aku ngerti."
Setelah menerima penjelasan Mia itu, ia jadi merasa sedikit lega di grup ini. Karena semakin banyak orang semakin sulit pula ia berinteraksi. Apalagi jika banyak gadis yang muncul. Kemudian Aaron bertanya kepada semuanya tentang hal yang ingin dia ketahui.
"Kalian semua Esper?"
"Ya kami semua Esper disini." Jawab Izzaru.
Esper adalah seseorang yang memiliki kemampuan super tidak seperti manusia biasa pada umumnya. Kekuatan ini didapat sejak mereka lahir. Populasinya cukup banyak saat ini, itulah sebabnya penjagaan di kota dan teknologi yang dibangun semakin canggih agar dapat menangani Esper yang menyalahgunakan kekuatannya untuk sesuatu yang buruk.
"Rasanya gimana punya kekuatan?"
"Ya kek gitu lah." jawab Izzaru dengan datar.
"Ya rasanya kek biasa aja sih cuk, kalau kau punya kekuatan sejak lahir ya rasanya sama aja kayak bernapas." balas Mark.
"Begitu, terimakasih infonya." ucap Aaron sambil menempelkan kedua telapak tangannya 🙏
Ia mengajukan pertanyaan kepada mereka seputar hal tersebut karena hal itu membuatnya penasaran, alasannya karena ia hanyalah seorang manusia biasa yang tidak memiliki kemampuan super. Jadi hal seperti ini cukup menarik baginya.
Setelah selesai berbicara, entah kenapa suasana menjadi canggung. Semuanya diam dan hening. Mereka bermain smartphone masing-masing.
'Aku benci situasi canggung, bagaimana cara mencairkannya.'
Ia pun memutar otak agar mengetahui cara mencairkan suasana. Ia pun memutuskan untuk mengajak mereka bermain sebuah game bersama.
"Hmmm, daripada gabut gini mending kita mabar game." Ajak Aaron.
"Mau main bareng game apaan?" tanya Izzaru.
"Ludo."
Ludo merupakan permainan papan yang cukup populer. Tidak hanya dimainkan secara langsung, kini sudah banyak permainan ludo yang tersedia dalam bentuk aplikasi di smartphone. Cara bermain ludo cukup mudah dipahami bahkan untuk anak SD sekalipun.
Cara bermain ludo bisa dilakukan oleh dua hingga empat orang pemain, namun karena zaman sudah modern maka pemain tidak terbatas di empat orang saja, bahkan bisa mencapai 6 orang melalui aplikasi.
Untuk mencapai tujuan, setiap pemain bisa memainkan bidaknya secara bergantian dengan langkah yang ditentukan dari kocokan dadu.
Angka yang terdapat pada dadu ada satu sampai enam, yang mana setiap sisi dadu memiliki angka yang berbeda-beda.
Jika seorang pemain berhasil bertahan dan mencapai pusat dengan keempat bidak terlebih dahulu, itulah pemain yang memenangkan Ludo. Umumnya pemain yang dianggap menang hanya dari juara satu, juara kedua, dan juara ketiga. Juara keempat dianggap kalah bukan menang
"Gimana? Mau gak?"
"Gas lah," jawab Izzaru.
"Gua ngikut aja sih. Btw Kang, gak ikutan?" ajak Mark.
"Ga dulu." balas Kuro.
"Lah, malah mabar." Keluh Mia.
"Kau mau ikut gak?" tanya Izzaru.
"Hehe, ikut dong."
"Hadeh."
Mereka pun duduk di meja dan bermain menggunakan satu buah smartphone milik Aaron yang sudah terinstall aplikasi Ludo. Saat ia membuka pola smartphone nya yang rumit, Izzaru yang melihat itu curiga akan sesuatu.
"Polanya susah amat, nyimpan nganu koe ya?"
"Enggak, Bangs*t!" bantah Aaron dengan tegas.
"Bohong-bohong, Zora kang bohong!"
"Asu asu!"
"Ya udah cepetan main,"
"ya sabar, sat. Hp-ku ngelag gegara kau."
"Malah nyalahin aku loh."
Sementara itu Kuro hanya duduk dengan tenang menyeruput kopi sambil merokok. Dia pindah ke meja lain agar asap rokoknya tidak menganggu mereka yang sedang bermain. Setelah pindah ke meja yang berada di belakang mereka, dia hanya duduk menyimak perdebatan tak berguna Aaron dan Izzaru.
Setelah itu mereka bermain selama dua ronde permainan, pemenang pun ditemukan. Yang menenangkan pertandingan tersebut adalah Mia. Dia menang dua kali berturut-turut dalam dua ronde permainan tersebut. Menyebabkan ketiga orang lainnya frustasi akan kekalahannya. Dan mereka mulai menuduh Mia bermain curang walaupun dia tidak bermain curang sama sekali.
"Mia ngecheat pasti!" tuduh Aaron.
"Mia ngecheat, cuk!" tuduh Izzaru juga.
"Menang mulu ni anak." ujar Mark.
"Matamu ngecheat, kalian yang cupu. Ahahaha." Tawa Mia yang meledek mereka.
Mia terlihat bangga dengan kemenangannya, seperti meremehkan mereka semua.
"Cih, oke Izzaru, kita harus bekerja sama untuk mengalahkan Mia, hanya untuk kali ini."
"Okelah, aku mau kali ini aja. Ngeselin banget soalnya dia."
Izzaru dan Aaron pun bekerja sama satu sama lain untuk mengalahkan sang admin Mia Sauveur. Mereka berjabat tangan menandakan kerjasama telah terjalin.
"Maju sini ko!" tantang Mia.
"Wah, remeh-remeh koe."
"Ayo kita kalahkan dia Izzaru!"
Semangat keduanya berkobar seperti api. Entah bagaimana bisa mereka berdua menjadi akrab. Mereka berdua pun sedikit menjaga jarak dari Mia dan membisikkan rencana mereka.
"Oke kita kerjasama dan jangan saling tendang bidak kita oke, kita tendang bidak si Mia aja biar dia kalah!" bisik Aaron.
"iya. Kalau dia udah kalah barulah kita bersaing adil!."
"Oke, kapten." jawab Aaron dengan tangan hormat di dahi.
Mereka pun bersekongkol dan tidak saling menjatuhkan sama lain, semua itu dilakukan demi mengalahkan Mia. Setelah Mia sudah terkalahkan barulah mereka akan kembali bersaing satu sama lain. Setidaknya itulah rencana awal mereka untuk ronde ketiga.
"Bisa-bisanya mereka berdua jadi akrab gara-gara itu." ucap Mark.
Setelah itu, tiba-tiba ada seseorang berlari masuk ke cafe dengan wajah panik seperti habis melihat hantu. Orang itu berambut hitam dengan gradian warna ungu muda. Dia memakai kaos lengan pendek motif garis-garis berwarna merah putih dengan celana pendek kargo berwarna hijau army, disertai sepatu berwarna coklat list putih. Dia adalah salah satu anggota Aresei. Semua orang menoleh karena kedatangannya.
"Kau kenapa Dylan? Kayak habis dikejar anjing aja sampai ngos-ngosan gitu," tanya Kuro.
"Bahaya... Diluar ada gerombolan geng yang sedang menuju kemari!" jawab Dylan sambil memegang lututnya karena kelelahan.
"Itulah masalah yang mau kudiskusikan sama kalian, eh kaliannya malah ngajak mabar."
"Masalah apaan cuk?" tanya Izzaru penasaran.
"Jadi gini, Zora ini lagi diincar ama geng bernama Scissor." Jelas Mia.
"Scissor yang itu?" tanya Mark.
"Iya."
Scissor adalah geng kriminal Esper terbesar di Neo Cosmo, bahkan para anggota guardian masih kesulitan menangkap mereka. Jumlah mereka sangat banyak dan menurut rumor mencapai 500 anggota.
"Susah nih." kata Kuro sambil merokok.
"Jadi geng yang ane liat itu Scissor ?" tanya Dylan.
"Kemungkinan sih iya." jawab Izzaru.
Mia menjelaskan itu kepada mereka semua yang ada disana. Wajah mereka menjadi sangat serius. Suasana menjadi tegang, merasa bersalah, Aaron segera meminta maaf kepada mereka semua.
"Maaf udah bawa masalah."
Kata-kata yang diucapkannya seperti kata-kata seorang anak kecil yang baru saja dimarahi ibunya akibat melakukan kesalahan ataupun melanggar aturan yang diterapkan sang ibu.
"Nih anak baru udah bawa masalah aja," balas Mark.
"Maaf."
Aaron merasa bersalah lagi karena membawa masalah kepada orang lain. Ia benci dengan dirinya yang tidak berubah sama sekali sejak kejadian itu. Ia merasa telah salah melibatkan mereka dalam semua ini. Ia berpikir harusnya masalah ini ia
selesaikan sendirian seperti biasanya.
'Harusnya aku tidak meminta bantuan mereka, seharusnya aku menangani masalah ini sendirian seperti dulu.'
Menyadari kondisi mental Aaron kembali menjadi buruk, Mia pun mencoba menenangkannya. Ia menyentuh pundaknya lalu mengatakan sepotong kalimat yang terdengar biasa namun memiliki efek luar biasa untuknya.
"Santai aja, Zor. Kami akan bantu."
"..."
"Itulah kenapa aku ngajak kau kesini."
Aaron menatap matanya dengan berkilau-kilau seperti melihat seorang malaikat.
'Dia... Benar-benar...'
Jauh dalam lubuk hatinya, ia kagum dengan Mia. Baginya dia seperti seorang pahlawan yang datang memberikan harapan dan solusi. Hanya dengan mendengar sepotong kalimat itu mood-nya kembali baikan dan mata yang terlihat pudar itu kembali menjadi hidup.
Walaupun Mia mengatakan mereka akan membantunya tapi belum tentu yang lain setuju akan hal tersebut, tetapi walaupun mereka tidak setuju sekali pun, Mia sendiri yang akan turun tangan tanpa bantuan mereka.
"Mau gak kalian bantu? Ini perintah admin!" ucapnya dengan tegas.
Mia melontarkan pernyataan itu kepada semua member Aresei yang berada di cafe itu, antara lain Kuro, Izzaru, Mark dan Dylan. Tapi tampaknya mereka semua setuju untuk membantunya.
"Gas ae, perintah admin mutlak." jawab Mark.
"Ntar kuminta bayaran dari koe." balas Izzaru sambil melipat kedua lengannya di dada.
"Udah lama gak gelut, boleh juga buat pemanasan." Sahut Kuro.
"Lah, yaudah deh ane ikutan. Takut dikick admin." Ujar Dylan.
"Nice lah, kau lihat itu Zora?"
Aaron yang melihat betapa solidaritasnya grup ini merasa sangat senang. Pertama kalinya ia memiliki teman seperti ini. Lingkungan pertemanan yang ia dambakan selama ini, akhirnya ia merasakan itu.
Tak hanya Mia saja yang ia anggap pahlawan, tapi mereka juga adalah pahlawan baginya.
Ia kembali tersenyum, dengan senyuman yang tulus.
"Terima kasih teman-teman."