"Iya. Kamu sudah lihat kan?" kak Vivi mengulangi lagi pertanyaannya.
"Li..Lihat apa..ya, kak?" Jack kembali bertanya. Sebenarnya di dalam hatinya ia tidak tahu maksud dari kak Vivi. Apakah yang ia maksud Jack telah melihat kak Brian dan Kak Vivi bercinta semalam, atau Jack melihat kak Vivi sedang masturbasi sore tadi, atau Jack yang melihat tubuh kak Vivi seperti yang dia lakukan baru saja.
"Masa kamu harus dijelaskan lebih jauh lagi?" desak kak Vivi yang semakin menempelkan payudaranya pada lengan Jack.
Tentu saja Jack merasa sangat bersyukur mendapatkan rejeki nomplok untuk kekenyalan dada kakak iparnya, tapi yang membuatnya tidak terangsang adalah saat ini dirinya sedang terdesak dengan pertanyaan kakak iparnya itu.
"Ya..yang mana ya kak?" Jack masih mencoba untuk bertahan
"Ohh, berarti tidak cuma sekali ya?" kak Vivi kembali bertanya yang dimana kali ini dengan mata yang memincing menatap Jack dengan curiga.
"Bu..bukan begitu maksudnya kak," Jack menghindar ke samping dari kak Vivi selangkah.
"Hahaha" kak Vivi pun tertawa sambil membalikkan badannya.
Kemudian ia menyilangkan tangannya di depan dada. Lebih tepatnya di bawah dadanya yang seperti sedang menopang gunung kembar yang besar tersebut.
Jack melihat kak Vivi yang tertawa dengan tatapan bingung. Dia merasa tak ada sesuatu yang lucu untuk ditertawakan.
"Kenapa, kak?" Jack memberanikan diri untuk bertanya.
"Sorry..sorry. Kamu sudah selesai belum cuci piringnya?" Kak Vivi malah balik bertanya.
"Sudah kok. Tinggal ini saja," ia menunjukkan piring kotor yang ada ditangannya.
"Ya sudah. Kakak tinggal dulu ya. Bye." Kak Vivi meninggalkan Jack begitu saja sembari mengedipkan mata dan memberikan kiss bye padanya.
Jack hanya bisa terbengong-bengong dengan apa yang baru saja terjadi. Jantungnya sudah mau copot dengan pertanyaan tiba-tiba dari kak Vivi. Tapi Jack malah tambah bingung dengan sikap kakak iparnya itu. Pertama dia tidak mengadukan Jack pada kak Brian kalau ia sudah mengintip mereka berdua, lalu ia juga sudah ketahuan melihat kak Vivi sedang masturbasi. Dan yang terakhir ini sangat tidak masuk akal. Jack sangat yakin tadi kakaknya membuka kakinya agar Jack bisa melihat selangkangannya dengan jelas. Terbukti tadi setelah kepala Jack terbentur meja, kaki kak Vivi seketika menutup rapat.
Jack pun memutuskan untuk tak mau ambil pusing. banyak hal yang bisa ia syukuri. Pertama kak Brian tidak tahu kelakuan buruk Jack yang mengintipnya, yang kedua ia bisa menikmati pemandangan dari keindahan tubuh kakak iparnya yang sangatlah menggoda dan idaman banyak pria.
Setelah sedikit melamun, Jack pun kembali melanjutkan mencuci piring. Setelah selesai mencuci piring, membersihkan meja makan dan membersihkan dapur, Jack pun kembali ke kamarnya. Ia berusaha dengan keras untuk mengeluarkan bayangan tubuh kakak iparnya dari pikirannya yang ia tahu pasti akan berujung pada tangannya yang akan memuaskan diri sendiri.
Ia mencoba untuk mengalihkan pikirannya dengan bermain handphone. Diperiksanya grup chat yang berisi Jack, William, Ronald dan Silvi sepi tanpa ada satu pun pesan. Ia pun malas untuk memulai pembicaraan karena masih kesal karena ditinggalkan di food court tadi siang.
Lama kelamaan mata Jack pun mulai lelah karena terus menerus melihat ke layar handphone. Sampai akhirnya ia pun tertidur dan handphone nya terjatuh di kasur di samping bantalnya.
Keesokan paginya, Jack terbangun dan melihat ke arah jam di dinding. Waktu masih menunjukkan pukul hampir enam pagi. Karena ia semalam tidak tidur larut malam, ia bisa bangun lebih awal. Dia bangkit dari kasurnya dan mempunyai niat untuk melakukan joging di pagi itu. Dan lagi hari ini kelasnya dimulai pukul sepuluh siang dimana tidak membuatnya terburu-buru pagi itu. Masih dengan kaos polosnya dan celana kolor pendeknya, Jack berencana memakai sepatu di bawah dan mulai berolahraga.
Setelah memantapkan niat, ia pun beranjak dari kamar dan turun ke lantai bawah. Di bawah lampu sudah menyala, tidak seperti biasa. Setelah sampai ia baru melihat ternyata yang menyala hanya lampu di ruang keluarga saja.
Dan yang membuatnya lebih terkejut lagi, ia melihat kakak iparnya sedang duduk disana sambil melihat handphone miliknya. Jack berjalan mendekati kakaknya itu.
"Sudah bangun, kak?" tanya Jack nampaknya mengagetkan kak Vivi. ' Maaf..maaf kak, aku tidak bermaksud mengagetkanmu.
"Nggak apa-apa kok, kamu juga sudah bangun jam segini? Kalau kakak selalu bangun jam segini untuk bikin sarapan. Tapi karena kakakmu masih di atas, aku hanya membuatkan roti panggang untuk sarapan pagi ini. Punya mu ada di dapur ya." ucap kak Vivi.
"Oke kak. Tapi aku mau keluar dulu buat olahraga." ucap Jack
"Oh ya sudah, kamu olahraga dulu saja kalau begitu." balas kak Vivi
"Jack keluar dulu ya, kak." pamit Jack yang kemudian pergi meninggalkan kak Vivi sendirian dirumah.
Jack berencana untuk sekedar putar-putar komplek saja agar badannya tetap fit. Apalagi beberapa minggu kedepan ada pertandingan basket yang harus ia jalani.
Setelah joging kurang lebih satu jam lamanya, Jack pun memutuskan untuk pulang. Sesampainya dirumah, Jack masih mendapati kak Vivi masih ditempatnya tadi.
"Sudah selesai olahraganya?" tanya kak Vivi pada Jack yang sedang berjalan menuju lemari es untuk mengambil minuman.
"Iya, sudah kak." Jack pun menegak sebotol air dingin.
Kaos polos Jack yang berwarna abu-abu terang itu sudah hampir basah semuanya. Membuat kaos itu menempel dan mengikuti bentuk tubuh Jack yang bagus dan berotot. Kak Vivi terus melirik pada Jack sejak ia kembali dari olahraganya.
"Jack!" panggil kak Vivi.
Jack pun menoleh pada kakak iparnya. "Iya kak?"
"Coba deh kamu kesini sebentar,"
pinta kak Vivi.
Jack yang tak berprasangka apapun mengikuti saja perintah kakak iparnya tersebut. Ketika sudah sampai di ruang keluarga, kak Vivi begeser dari tengah sofa untuk memberi ruang Jack agar bisa duduk disana.
Ketika Jack sudah duduk, kak Vivi mendekatkan duduknya dengan Jack.
"Kak! Jack masih bau karena belum mandi," Jack hendak sedikit menjauh, tapi lengannya dipegangi agar ia tidak jadi bergeser.
"Nggak apa-apa. Aku justru senang dengan pria yang berkeringat." ucapnya dengan tersenyum.
"Maksudnya kak?" Jack mencoba memperdalam kalimat kakak iparnya barusan.
"Ya gitu. Eh iya tadi pas kamu minum di dekat lemari es. Kamu dengar alunan musik dari kamar kakakmu di atas nggak?" tanya kak Vivi sambil menunjuk kearah tangga.
"Alunan musik kamar kakak? Ohh, iya aku masih dengar kak," Jack menoleh ke arah lemari es. "Kalau dari sini mungkin tidak begitu kedengaran sih, tapi kalau dari dekat lemari es yang letaknya dekat dengan tangga, pasti kedengaran dengan jelas, dan juga hmmp.." Jack sangat terkejut. Saat ia menoleh kembali ke kakaknya, kak Vivi tiba-tiba saja mencium bibir Jack.