Chereads / Gairah Kakak Tiri / Chapter 4 - Chapter 4 "Empat Sekawan"

Chapter 4 - Chapter 4 "Empat Sekawan"

"Pecinta alam?" ucap Jack yang tak mengerti dengan maksud kak Brian.

"Iya kamu kemarin daftar di kegiatan mahasiswa pecinta alam kan? Kamu kira kakak nggak bakal tahu? Teman kakak ada yang jadi anggota mereka juga." ucap kak Brian.

"Jadi ini soal kegiatan mahasiswaku di kampus kak?" tanya Jack yang memastikan kembali bahwa yang dikatakannya adalah benar adanya.

"Iya dong, apa lagi?" sahut kak Brian.

"Iya sih kak, tapi.."

"Nggak ada tapi-tapian. Papa sama mama kan sudah kalau kamu boleh ikut kegaitan mahasiswa tapi jangan pecinta alam. Papa sama mama cemas kalau kamu nantinya ada kegiatan naik gunung. Tapi kenapa kamu malah daftar jadi anggota? Kakak tidak mau tahu, pokoknya kamu nggak boleh ikut kegiatan itu!" tegas kak Brian yang kemudian meraih segelas teh yang ada di depannya dan meminumnya.

"Iya kak," ucap Jack yang di dalam hatinya merasa senang karena ternyata yang sejak tadi kakaknya maksud bukanlah apa yang dia lakukan semalam. Ia salah mengerti karena bertepatan dengan rasa bersalahnya karena mengintip semalam.

Jack melihat pada kak Vivi yang sejak tadi tak henti-hentinya tersenyum dan menatapnya. Jack pun sadar bahwa semalam kak Vivi yang tahu kalau Jack sedang mengintipnya tidak memberitahukan hal itu pada suaminya. Karena itu juga ia tersenyum dan tertawa geli melihat gelagat Jack yang salah tingkah.

Kak Vivi pun berjalan kembali menuju meja makan. Kali ini ia membawa dua buah piring yang berisi sarapan untuk suaminya dan juga Jack.

"Sudah sayang, kasihan Jack. Masih pagi begini sudah dimarahi." ucap kak Vivi dengan lembut dan mengelus-elus pundak kak Brian dari belakangnya.

"Tapi aku harus memarahinya karena dirinya sudah berbuat salah." tukas kak Brian.

"Sebaiknya kalian makan sarapan kalian, Jack juga sepertinya ada jam kuliah pagi. Iya kan?" tanya kak Vivi sambil mengedipkan matanya.

"Iy..iya betul." Jawab Jack yang kembali salah tingkah dengan sikap kakak iparnya itu.

"Jadi kamu bakal mencabut keputusan kamu ikut kegiatan mahasiswa itu kan?" tegas kak Brian.

"Iya, kak. Aku minta maaf." jawab Jack dimana sebenarnya minta maafnya itu bukan hanya karena sudah mendaftar di kegiatan mahasiswa yang tidak disukai oleh kedua orangtuanya. Tapi juga karena dia telah mengintip kakak-kakaknya yang tengah bercinta semalam.

"Ya sudah, kalau kamu sudah menyesali perbuatan kamu dan berjanji akan tidakjadi ikut kegiatan mahasiswa itu. Makan sarapanmu. Keburu dingin nanti." ucap kak Brian yang sudah tak lagi marah.

"Iya kak," Jack pun menyantap sarapannya.

Kak Vivi duduk di tengah antara suaminya dan Jack untuk juga ikut sarapan. Meja makan mereka memang berbentuk segi empat dimana hanya bisa diisi kursi di setiap sisinya. Beberapa kali Jack mencuri pandang ke arah kak Vivi dan terbayang kembali kemolekan tubuhnya saat tanpa busana sama sekali. Apalagi pagi itu kak Vivi mengenakan kaos polos putih yang sedikit ketat terutama di bagian dadanya dan celana pendek berwarna merah muda yang memamerkan kaki putihnya yang jenjang.

Beberapa kali Jack juga melihat kak Vivi melirik ke arah Jack. Saat itu terjadi, Jack segera menundukkan pandangannya dan berpura-pura fokus ada piringnya. Sampai Jack terbatuk-batuk dan harus meraih gelas untuk melegakan tenggorokannya. Dirinya merasa sangat terkejut hingga tersedak dan terbatuk-batuk. Bagaimana tidak? Dia merasakan kaki dari kak Vivi meraba-raba kakinya.

"Uhuuk..uhukkk.." Jack terbatuk-batuk.

"Kenapa Jack? Pelan-pelan makannya," saran kak Brian yang melihat adiknya terbatuk-batuk.

"Nggak apa-apa, kak. Cuma tersedak." sahut Jack setelah minum segelas air dan melihat pada kak Vivi yang makan dengan santainya seperti tak terjadi apa-apa. "Mungkin kaki kak Vivi tidak sengaja menyentuh kakiku," pikir Jack dalam hati.

Setelah selesai sarapan, Jack pun berpamitan dan segera berangkat ke kampus. Ia diberi motor oleh orang tuanya untuk aktivitasnya. Tidak seperti dulu ia sempat diberi mobil sport oleh orang tuanya. Walaupun motor tapi tentu saja bukan motor biasa. Motor yang dipakai Jack adalah motor sport dengan cc sebesar 250 dan merupakan keluaran terbaru dari produsen asal jepang yang terkenal membuat motor sport di Indonesia.

Sesampainya di kampus Jack segera bertemu dengan teman-temannya yang sedang berjalan bersama menuju ruang kelas yang akan mereka datangi.

"Hai Ron, Will, Sil," sapa Jack sambil mengaitkan lengannya ke leher Ronald.

"Aduh..sakit.sakit.." keluh Ronald yang tubuhnya memang lebih kecil daripada Jack.

"Yah elah, masa gitu saja sakit Ron?" tanya Jack yang melepaskan tangannya dari Ronald.

"Ya iyalah, Jack. Badan kamu kan lebih besar daripada Ronald." ucap William yang tersenyum dan membetulkan kacamatanya yang sedikit melorot.

"Iya..iya..sorry," balas Jack sambil meringis. "Kamu cantik juga hari ini, Sil." goda Jack.

"Kamu bawa kantung plastik nggak Will? Aku mau muntah nih," balas Silvi yang memang tahu ucapan dari Jack hanya sebatas basa-basi belaka. Dia paham dan sadar kaos oversize dan celana kombor yang dipakainya dan menurutnya sangat nyaman dipakai itu jauh dari kata cantik. Apalagi di mata Jack yang dia tahu selalu punya pacar yang memiliki penamppilan sekelas dengan model kelas atas.

Gadis berambut pendek seleher serta berwarna hitam yang di highlight warna abu-abu silver dengan model belah pinggir yang juga berpenampilan sedikit tomboy itu sudah mengenal Jack sejak sekolah di SMA karena mereka satu sekolah dulu. Sama seperti Jack, Silvi baru masuk kuliah dua tahun setelah kelulusannya dari SMA. Tapi alasannya bukan karena senang berfoya-foya dan keasyikan nongkrong seperti Jack, melainkan harus bekerja dulu untuk menabung agar bisa berkuliah. Dia pun terkejut karena bertemu di kampus yang sama, di tahun kuliah yang sama dan berada di fakultas yang sama juga.

"Widiihh, pagi-pagi udah dapet sindiran pedas nih, ya nggak Ron?" Jack menyenggolkan lengannya ke lengan Ron.

"Silvi memang dingin kaya es batu. Eh, tapi cuek-cuek gitu yang naksir banyak ternyata," Ronald juga ikut menggoda Silvi.

"Yang bener, Sil?" tanya Jack pada Silvi.

"Aku denger sampai kakak tingkat juga ada yang naksir sama ratu es kita ini, ya kan Sil?" William ikut menggoda sahabatnya itu.

"Nggak tahu!" jawab Silvi dengan ketus.

Jack, Ronald dan Willian hanya bisa saling lihat dan mengangkat bahu mereka yang sudah sangat terbiasa dengan sikap dan perkataan dingin dari Silvi yang memang sudah merupakan wataknya. Jika tidak karena wajahnya yang cantik, mungkin dia tidak akan popular sampai kakak tingkat banyak yang suka padanya. Itu juga belum cocok-cowok sati angkatannya yang sering menatap Jack, William dan Ronald dengan tatapan iri karena bisa dekat dengan Silvi.

William memiliki tinggi badan sekitar170 cm, sedangkan Ronald memiliki tinggi 180 cm yang sama persis dengan tinggi Jack. Yang membedakan antara Jack dengan Ronald adalah Jack lebih berotot sedangkan Ronal lebih kurus karena ia tidak suka berolahraga. Dan juga gaya rambut mereka dimana Jack memilih potongan Comma Hair atau belah pinggir seperti oppa-oppa idol dari Korea dan di beri warna coklat muda, sedangkan rambut Ronald yang berwarna hitam di potong dengan model Mullet. Beda lagi dengan Willam yang juga memiliki rambut berwarna hitam yang memilih potongan French Crop yang membuat lehernya tampak lebih jenjang.

Mereka berempat sebenarnya sudah menjadi buah bibir karena semuanya berparas tampan dan cantik. Walaupun Jack baru bertemu dengan Ronald dan William saat masuk kuliah, mereka sudah sangat akrab selayaknya sahabat yang sudah bertahun-tahun saling mengenal. Bahkan dengan SIlvi pun Jack tidak sering berbicara saat di SMA, tapi tiba-tiba saja mereka menjadi lebih dekat saatu kuliah. Mungkin karena faktor latar belakang mereka yang berasal dari satu SMA dan juga waktu kuliah yang sama-sama memiliki jeda dua tahun membuat mereka berdua bisa berteman baik.

Apalagi mereka berempat masuk di fakultas yang sama. Otomatis membuat mereka lebih sering kumpul dan nongkrong bersama baik di kampus maupun di luar.