Albert hanya berhasil membawa salah satu orang yang memukul Carlos, tapi buat Carlos tidak masalah karena dia hanya ingin tahu kenapa mereka mengeroyoknya.
Mereka membawa orang itu di hadapan Carlos lalu Carlos menyuruh mereka membuka kain yang menutup mata pria itu, dan dia terkejut melihat Carlos.
"Masih ingat aku?" tanya Carlos seraya menarik kursi dan duduk.
Pria itu menganggukan kepala, nampak ketakutan di wajahnya. Dia tidak menyangkah kalau Carlos akan mencarinya.
"Kenapa kalian memukulku? Aku tidak mengenalmu, tapi mengapa kalian mengeroyokku?" tanya Carlos dengan bersandar di sandaran kursi dan melipat tangan di depan dadanya.
"Maaf, Tuan. Kami hanya disuruh oleh seseorang." Carlos mengernyitkan dahi mendengar jawaban pria itu.
"Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Carlos dengan menatap tajam pria itu.
"Aku tidak bisa mengatakannya, Tuan." Wajah Carlos berubah menjadi merah tidak mendapat nama orang yang menyuruh mereka.
"Kamu tidak ingin mengatakan siapa orang itu? Baiklah, kamu akan berurusan dengan mereka," ujar Carlos dengan kesal sambil menunjuk pada Rick, Garry, Marco dan Albert.
"Aku tidak bisa, Tuan." Pria itu berkeras untuk tidak mengatakan kepada Carlos siapa yang telah menyuruh mereka.
"Marco kamu sudah dapat informasi anak dan istrinya?" tanya Carlos, sembari berdiri di hadapan pria itu dan menunjukan bahwa dia tidak main-main.
"Sudah, Carlos. Istri dan anaknya sekarang bersama dengan orang kita," jawab Marco seraya berjalan menghampiri pria itu dan menatapnya.
"Kamu dengar, istri dan anakmu sudah ada di tangan kami. kamu masih tidak ingin mengatakannya?" Kembali Carlos bertanya dengan sabar.
"Maaf, Tuan. Aku tidak bisa." Pria itu tetap berkeras merahasiakan orang itu.
"Aku tahu istrimu sedang mengandung anakmu yang kedua, baiklah. Marco hubungi orang kita, suru habisi istri dan anaknya!" perintah Carlos dengan marah.
Kali ini Carlos tidak main-main, dia ingin menunjukan kepada pria itu siapa dirinya.
"Jangan, Tuan. Tolong jangan sentuh mereka aku akan mengatakannya." Carlos tersenyum sinis kemudian kembali dia duduk di hadapan pria itu.
"Bagus, sebut saja Namanya. Tidak susah bukan," celetuk Carlos dengan kesal.
"Namanya tuan Steve," sahut pria itu dengan wajah tertunduk.
"Siapa dia, aku tidak mengenalnya." Kembali dia bertanya, sungguh Carlos tidak tahu siapa pria itu dan mengapa menyuruh mereka untuk mengeroyoknya.
"Tuan Steve menyukai Victoria," sahut pria itu dengan menatap Carlos.
"Tadi tuan Steve berkunjung ke tempat Victoria tapi dia melihat Anda bersama dengan wanita itu lalu dia menghubungi kami dan menyuruh untuk memberi pelajaran kepada Anda." Carlos terlihat geram.
"Dimana tempat tinggal Steve?" desak Carlos. Dia ingin memberikan pelajaran kepada pria itu.
"Aku tidak tahu, Tuan. Tapi dia direktur di perusahaan TRD." Carlos menganggukan kepala, dia tahu siapa pemilik perusahan itu.
"Ok, terima kasih." Carlos mengelurkan cek lalu menulis angka disana, dan memberikan pada orang itu.
"Untuk apa ini, Tuan?" tanya pria itu dengan heran sambil menatap cek yang di sodorkan Carlos.
"Untuk biaya istrimu melahirkan," jawab Carlos dengan ketus. "Ini ambil."
"Maaf, Tuan. Aku tidak bisa menerimanya." Pria itu merasa tidak enak kepada Carlos karena sudah mengeroyoknya.
"Sudah ambil saja," perintah Carlos sambil memasukan cek ke saku orang itu dan berbisik.
"Cari uang yang benar."
"Albert antar dia pulang!" perintah Carlos lalu dia kembali duduk di pinggir danau.
Carlos masih merasakan sakit di wajah serta perutnya, dia berencana besok akan menemui Steve dan memberi pelajaran kepada pria itu.
Rick dan Garry memperhatikan Carlos, mereka berdua menghampiri Carlos dan duduk di dekat pria itu.
"Masih sakit?" tanya Garry sambil memperhatikan wajah emar Carlos.
"Iya," jawab Carlos sambil menganggukan kepala.
Carlos mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan melihat jam di tangan. Sebentar lagi jam tiga, sekarang di Indonesia jam 3 sore. Jessica pasti sudah pulang. gumam Carlos dalam hati.
Carlos menelepon Jessica, ada nada panggil lalu terdengar suara Jessica yang manja. Carlos langsung tersenyum, seketika rasa sakit hilang mendengar gadis itu.
"Hallo, Carlos. Aku kangen padamu, kapan kamu kembali," tanya Jessica dari ujung telepon dengan suara manja.
"Iya, aku juga kangen padamu." Carlos melihat Rick dan Garry saling pandang. "Seminggu lagi aku kembali," sahut Carlos sambil mata memandang pantulan cahaya bulan di danau.
"Huh, masih lama," keluh Jessica. "Carlos mengapa kamu belum tidak tidur? Di sana'kan sudah larut malam."
"Aku tidak bisa tidur," jawab Carlos seraya tersenyum.
"Kenapa tidak bisa tidur?" Kembali Jessica bertanya dengan memperdengarkan suara manjanya.
"Aku memikirkanmu," canda Carlos lalu terdengar tawa Jessica di telepon.
"Serius …?" Lagi-lagi Jessic bertanya seraya bercanda.
"Iya serius." Carlos tertawa sambil melihat Rick dan Garry sedang menatap dirinya.
"Hm ... kamu pasti bohong." Kembali Carlos tertawa dan memindahkan ponsel di telinga sebelah.
"Sudah aku mau tidur sekarang," ujar Carlos. Dia ingin berlama-lama bicara dengan Jessica tapi hari sudah hampir subuh.
"Baiklah, selamat tidur," ucap Jessica di ujung telepon.
"Terima kasih. Hei, tunggu. Kiss nya mana?" pinta Carlos sambil senyum-senyum sendiri.
"Oh iya, muach … di pipi kiri dan muach … di pipi kanan." Carlos tertawa mendapat cium jauh dari Jessica.
"Bibirku tidak di kiss?" canda Carlos lalu terdengar kembali suara manja Jessica.
"Ich, Carlos. Kamu nakal," celetuk Jessica. Kembali Carlos tertawa sehingga membuat Garry dan Rick menjadi bingung dan bertanya-tanya.
"Suara manjamu itu Jess membuat aku rindu, ingin cepat kembali ke Indonesia." gumam Carlos dalan hati. Ia menutup telepon sambil senyum-senyum sendiri.
"Sepertinya itu pacar Carlos, Rick." Bisik Garry seraya memperhatikan wajah Carlos yang terlihat sangat bahagia.
"Iya sepertinya, lihat saja wajahnya begitu ceria sehabis telepon," sahut Rick sambil tersenyum.
"Hei apa yang kalian bicarakan di situ," tanya Carlos sambil berjalan ke arah Rick dan Garry.
"Tidak ada, Carlos," jawab Rick dengan bercanda.
Carlos masuk ke dalam kamar dan berbaring, dia memejamkan matanya.
****
Carlos bangun pagi, dia masih merasakan sakit di perut maupun badannya karena pukulan dua hari yang lalu. Carlos berdiri lalu pergi ke kamar mandi.
Tidak lama kemudian Carlos memakai pakainnya dan keluar dari kamar menuju ke meja makan, tapi dia malas untuk sarapan. Carlos hanya minum susu.
Carlos mengambil es dan mengompres wajahnya, dia ingin memarnya cepat hilang. Dia tidak akan pulang ke rumah kalau bekas pukulan di wajahnya belum hilang.
Selesai mengompres Carlos menyuruh Garry mengeluarkan mobil, dia ingin pulang kerumah. Carlos ingin membuat perhitungan dengan Steve.
Carlos masuk ke mobil di ikuti oleh Rick lalu menjalankan kendaraannya menuju ke rumah orang tua Carlos.
Beberapa jam kemudian Mereka tiba di rumah. Carlos langsung masuk, dia bepapasan dengan Federico. Carlos menunduk dia tidak ingin Federico melihat wajahnya.
"Carlos, sebentar." Langkah Carlos terhenti, dia berusaha untuk tidak menunjukan wajahnya.
"Sepertinya Daddy curiga," gumam Carlos dalam hati.
"Kenapa, Dad?" tanya Carlos lalu Federico menghampiri Carlos dan memegang wajah putranya.
"Kenapa dengan wajahmu? Siapa yang memukulmu?" tanya Federico penuh selidik.
"Dad ini hanya salah paham saja, masalah sudah selesai," sahut Carlos dengan melepaskan tangan Federico dari wajahnya.
"Masalah apa, Carlos?" Federico terlihat sangat khawatir.
"Ah … sudahlah, Dad. Ini hanya masalah kecil, aku mau ke kamar," ujar Carlos sambil berjalan meninggalkan Federico.
Federico menjadi cemas, dia tidak ingin Carlos menjadi seperti dulu lagi yang tidak segan-segan membunuh siapa saja yang mengganggunya.
Semenjak kepergian Dario, Carlos menjadi brutal. Federico menjadi khawatir, dia menemui istrinya yang lagi di kamar.
"Sayang, lebih bagus Carlos secepatnya kembali ke Indonesia," ujar Federico seraya duduk di sofa.
"Kenapa, Federico? bukankah dia baru seminggu disini. Kenapa sudah harus kembali?" tanya Liliana dengan heran sambil berdiri dan duduk di samping suaminya.
"Aku khawatir, Sayang. Lihat dia pulang dengan wajah yang memar." Liliana terkejut mendengar perkataan suaminya.
"Dimana dia sekarang?" tanya Liliana dengan wajah yang penuh kekhawatiran
"Dia di kamarnya," jawab Federico sembari memegang tangan Liliana.
"Aku akan ke kamarnya." Federico menahan tangan Liliana dan menenangkan istrinya itu.
"Sudah, Sayang. Biarkan dia sendiri, aku akan menyuruh dia kembali ke Indonesia secepatnya, aku khawatir kalau dia berlama lama disini," tutur Federico.
"Nanti kalau rindu padanya kita bisa berkunjung ke Indonesia." Liliana menganggakukan kepala dan duduk kembali.
"Baiklah, Federico. Nanti kita bicarakan hal itu padanya." Liliana menggelengkan kepala, dia berpikir apa yang di katakan suaminya adalah benar.
Sementara di kamar Carlos terlihat sedang siap-siap, dia akan pergi ke kantor Sreve dan memberi pelajaran kepada pria itu.
"Aku harus buat perhitungan dengan orang itu, dia pikir dia itu siapa." Carlos terlihat sangat geram, sambil memandang wajahnya di cermin dan memperhatikan bekas-bekas pukulan dua hari yang lalu.
Carlos turun lalu mengambil kunci, dia pergi ke garasi. Ia membuka pintu mobil dan masuk, Carlos langsung meluncur ke kantor Steve.
"Aku ingin lihat sehebat apa kamu Steve." gumam Carlos, dia melajukan mobilnya. Carlos tidak sabar lagi ingin menghajar pria itu.
Tidak lama kemudian dia sampai, Carlos memarkirkan mobilnya kemudian dia turun dan langsung menuju ke kantor Steve. Security mengenal Carlos.
"Hi Tuan, Carlos. Apa kabar?" tanya Security.
"Um ... baik, oh ya Steve ada di kantor?" tanya Carlos sambil matanya melihat ke dalam.
"Ada, Tuan. Ruangannya di lantai enam." Tanpa curiga apapun kepada Carlos pria itu memberitahukan ruangan Steve.
"Ok, terima kasih," ucap Carlos seraya meninggalkan security dan berjalan menuju lift.
Carlos menekan tombol lalu lift terbuka, dia langsung masuk dan menekan angka 6. wajah Carlos terlihat tidak bersahabat.
Tiba di lantai 6 Carlos keluar dan langsung mencari ruangan Steve. Dia bertanya kepada karyawa yang ada di situ.
Mereka menunjuk ruangan Steve, Carlos langsung pergi keruangan pria itu. Tanpa mengetuk pintu Carlos langsug masuk sehingga membuta Steve terkejut.
"Siapa Anda?" tanya Steve seraya berdiri dan menatap Carlos dengan tajam.
"Siapa aku?" Carlos balik bertanya sambil menarik kerak baju Steve dan membawanya keluar dari ruangan.
Carlos memberikan pukulan ke perut Steve, sehingga badan pria itu terbungkuk dan meringis kesakitan
"Apa yang Anda lakukan, mengapa kamu memukulku?" tanya Steve dengan heran sambil memegang perutnya.
"Masih bertanya lagi?" ujar Carlos sambil memukul wajah Steve lalu pria itu terjatuh.
"Ayo lawan aku sekarang, jangan pakai orang untuk memukulku." Carlos menarik Steve untuk berdiri.
"Lihat, aku sekarang berada di depanmu." Carlos menatap tajam mata Steve, Ia menunjukan kepada pria itu kalau dia sama sekali tidak takut.
Orang-orang dikantor berkumpul melihat Carlos memukul boss mereka, salah satu dari karyawan memanggil security.
Kembali Carlos memukul Steve sehingga pria itu terjatuh lalu Carlos menendang perut Steve.
"Ayo berdiri lawan aku," hardik Carlos dengan wajah marah.
Tiba tiba Carlos merasakan seseorang memegang pundaknya. Ia membalikan badan dan melihat orang itu, ternyata tuan Louis.
"Ada apa ribut-ribut disini," tanya tuan Louis sambil melihat Steve yang terbaring di lantai.
"Carlos kenapa kamu memukulnya." Kembali tuan Louis bertanya.
"Maaf tuan, Louis. orang ini cari masalah denganku," jawab Carlos dengan kesal sambil menendang kaki Steve.
"Dia mengirim orang untuk memukulku. lihat wajahku masih memar," ujar Carlos seraya menunjukan wajahnya yang memar kepada tuan Louis.
"Hei, Steve. Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bertindak bodoh? Ada apa denganmu?" Beruntun pertanyaan tuan Louis kepada Steve, dia terlihat sangat marah.
"Dia mendekati, pacarku," jawab Steve sembari berusaha berdiri.
"Victoria? Aku tidak mendekatinya, tapi dia yang mendekatiku," sela Carlos dengan kesal.
"Lagipula aku tidak tertarik dengan dia." Carlos mendekati Steve dan berbisik. "Pacarmu itu buruk di ranjang, aku tidak suka," ujar Carlos dengan sinis.
Steve memandang Carlos dengan marah, dia tidak sudak Carlos menghina pacarnya. Tapi Carlos hanya tersenyum melihatnya.
"Baik tuan, Louis. Aku pamit dulu. Maaf sudah membuat kekacauan di kantormu," ucap Carlos dengan merapikan kaosnya.
"Aku yang seharusnya minta maaf atas kelakuan anakku," sela tuan Louis. Dia sangat tahu sifat Carlos, bersyukur pria itu tidak membunuh putranya.
"Tidak apa-apa, aku permisi." Carlos meninggalkan kantor Steve dan menuju parkiran. "Dasar banci," umpat Carlos sambil masuk ke mobil dan kembali ke rumah.
Sementara di kantor, Tuan Louis memarahi Steve. Dia tidak habis pikir kenapa putranya mencari masalah dengan Carlos.
"Dasar anak bodoh, kamu mau cari mati? kamu tidak tahu siapa Carlos? beruntung kamu hanya dipukul tidak dibunuh." Steve hanya diam dan memegang perutnya yang sakit serta wajahnya yang lebam.