Carlos menyemprotkan parfum di badannya, kemudian mengambil kemeja dan celana jeans lalu memakainya. Dia berdiri di depan cermin sambil menyisir rambut.
"Hm … selesai." gumamnya. Carlos turun menemui kedua orang tuanya. Disana ada Liliana dan Federico lalu dia memeluk mereka berdua.
"Kamu sudah rapi. Mau kemana, Sayang?" tanya Liliana sambil memperhatikan pakaian anaknya.
"Ke tempat teman, Mom," jawab Carlos sambil tersenyum.
"Jangan pergi sendiri, ajak Garry atau Marco ikut denganmu," saran Federico. Dia khawatir terjadi sesuatu kepadanya putranya.
Federico selalu mengingat apa yang di alami oleh Dario, dia tidak ingin terjadi kepada Carlos. Karena tinggal pria itu anak satu-satunya.
"Dad, aku tidak apa apa. Tidak usah kahwatir." Carlos menolak himbauan sang ayah, dia tidak ingin ada yang ikut bersamanya.
"Tapi, Nak. Lebih bagus kamu salah satu dari mereka." Tuan Federico bersih keras agar putranya itu membawa pengawal, dia begitu trauma dengan kejadian salah satu putranya.
"Sayang, biarkan dia pergi sendiri." Liliana membela Carlos dia tahu putranya itu bisa jaga diri.
"Aku hanya khawatir saja." Carlos tersenyum melihat Federico kemudian dia duduk di samping ayahnya.
Carlos mengerti dengan kekhawatiran ayahnya, dia meyakinkan Federico kalau dirinya akan baik-baik saja.
"Dad, tidak perlu khawatir. Ok." Federico hanya menarik napas panjang dia tidak bisa berbantah dengan istri dan anaknya.
"Ya ... ya ... ya … baiklah terserah kalian saja." Federico mengangkat kedua tangan sebatas bahu tanda tidak bisa memaksa sang puta lalu berdiri dan berjalan ke ruang kerjanya
"Aku pergi ya, Mom," pamit Carlos sambil mencium kedua pipi ibunya
"Hati-hati ya, Sayang." Carlos tersenyum kemudian dia mengecup kembali pipi sang ibu.
"Iya, Mom. Bye, love you." Carlos mengambil kunci dan meluncur ke tempat Victoria
"Dari pada bosan di rumah lebih baik aku ke tempat Victoria," gumam Carlos dalam hati.
Tidak lama kemudian Carlos tiba, dia langsung naik dan menuju condominium milik Victoria. Carlos mengetuk pintu.
Saat pintu terbuka seorang wanita tersenyum padanya dan menyuruh Carlos masuk. Victoria mencium ke dua pipi Carlos.
Mereka duduk di sofa dan berbincang-bincang. Carlos berdiri lalu pindah ke teras kemudian duduk dan menyalakan rokok. Victoria membawakan pria itu minuman.
"Ini minum untukmu." Carlos tersenyum kemudian dia meletakkan rokok di asbak.
"Terima kasih," ucap Carlos sambil mengambil minuman itu dan meletakan di atas meja.
"Kamu sepertinya betah tinggal di Indonesia ya " ujar Victoria membuka percakapan.
"Iya karena bisnis ku disana makanya aku betah ." Carlos kembali tersenyum dan mengambil rokok dari asbak kemudian mengisapnya.
"Aku pikir karena sudah punya pacar di Indonesia sampai kamu betah tinggal disana." Dia mengajukan pertanyaan itu hanya ingin tahu apakah di Indonesia pri itu sudah punya pacar.
"Ah ... belum. Aku sibuk dengan bisnisku jadi belum berpikir untuk mencari pacar." Wajah wanita itu terlihat senang mendengar jawaban dari Carlos. Sudah lama dia mengagumi pria itu.
"Oh ya, Carlos bagaimana kalau kita makan dulu," ajak Victoria lalu Carlos menganggukan kepala dan mematikan rokok di asbak.
"Ok …" Dia berdiri dan berjalan mengikuti Victoria ke ruang makan. Mereka duduk lalu wanita itu mengambilkan makan untuk Carlos.
"Terima kasih," ucap Carlos lalu Victoria juga mengambil makan untuknya.
"Hmm ... makanannya lesat," puji Carlos. "Kamu yang memasaknya?" tanya Carlos seraya menyuap makanan ke dalam mulut.
"Bukan aku yang memasaknya, mana bisa aku masak." Victoria tertawa mendengar pujian pria itu. "Semua makanan ini aku pesan."
"Oh ... begitu." Selesai makan Carlos pergi ke wastafel dan membersihkan mulutnya kemudian berjalan ke ruang tengah. Disana Victoria sedang duduk di sofa. Carlos pun duduk lalu wanita itu mendekatinya.
"Carlos, bagaimana kalau malam ini kamu tidur disini," saran Victoria dengan memohon.
"Kenapa?" tanya Carlos dengan menatap wajah wanita itu.
"Hm ... tidak kenapa-kenapa." jawab Victoria sambil membelai wajah Carlos. Wanita itu terlihat mulai aktif.
"Bagaimana kalau kita bersenang-senang malam ini," bisik Victoria di kuping pria itu. Carlos berpura-pura tidak tahu maksud dari Victoria.
"Ehm … bersenang-senang bagaimana?" tanya Carlos lagi seraya mengernyitkan dahi.
"Bersenang-senang seperti ini." Victoria mulai mencium leher pria itu.
Carlos tersenyum, lalu jari jemari Victoria mulai masuk di antara kancing kemeja pria itu. dia menatap Carlos dan tersenyum.
Carlos membiarkan Victoria beraksi lalu wanita itu berdiri dan pergi memutar musik, terdengar instrumen clasik. Carlos tersenyum dan memandang Victoria yang mulai melepas gaunnya satu-persatu.
Wanita itu duduk di pangkuan Carlos dan mulai mencium bibir yang sedikit tertutup dengan kumis dan jenggot tipis, Carlos'pun membalas ciuman Victoria.
Tangan Victoria mulai mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja Carlos, sedangkan Carlos hanya diam dan terus memperhatikan tubuh seksi yang sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Wanita itu membuka resleting celana Carlos kemudian dia tersenyum melihat sebuah benda besar sudah mengeras.
Carlos hanya tersenyum, dia ingin melihat apa yang akan di lakukan oleh wanita itu.
Victoria mengeluarkan benda besar itu dari sarang kemudian memainkan dengan perlahan.
Carlos memejamkan mata saat merasakan hangatnya saliva membasahi benda itu. Dia begitu menikmati permainan Victoria.
Carlos membelai rambut Victoria dan terus memperhatikan kerja wanita itu, sesekali terdengar desahan dari bibirnya.
Dia bahkan menekan kepala Victoria sehingga membuat wanita itu sulit bernapas. Carlos tersenyum melihat wajah wanita itu yang memerah karena sulit mendapatkan oxigen.
Carlos menggerakan kepala Victoria dengan cepat, dia tidak tahan lagi lalu menarik Victoria dan membaringkannya.
Dia melepaskan celana jeans lalu mengarahkan benda itu, milik Carlos mulai menerobos masuk ke dalam lorong yang gelap. Dia memejamkan mata dan menggerakan pinggulnya dengan pelan.
Terdengar desahan dari bibir wanita itu, saat merasakan milik Carlos masuk ke luar di ruang kenikmatan itu.
Malam ini Carlos menikmati kebersamaan dengan wanita itu, mereka saling mengganti posisi dan gaya. Rintihan-rintihan kenikmatan keluar dari bibir Victoria.
Masing-masing berusaha ingin mendapatkan kenikmatan itu. Carlos terus bekerja di atas tubuh Victoria sehingga membuat wanita itu mengalami beberapa kali pelepasan.
Carlos terus berpacu untuk mendapatkan kenikmatan akhirnya terdengar erangan dari bibirnya, dia segera mengeluarkan miliknya dan menyemprotkan cairan di wajah wanita itu.
Carlos duduk sejenak di sofa, kemudian pergi membersihkan tubuhnya dan memakai kembali pakaiannya. Pria itu kembali ke ruang tengah, melihat wanita itu sudah tertidur.
Carlos mengangkatnya lalu memindahkan Victoria di kamar, Ia meletakkan wanita itu di tempat tidur dan memakaikan selimut padanya. Carlos meninggalkan Victoria kemudian memakai sepatu.
Ia keluar menuju lift, sampai depan ruang berbentuk kotak itu tiba-tiba empat orang mencegatnya. Seorang pria melayangkan pukulan ke wajah Carlos sehingga membuatnya terjatuh.
Saat dia akan berdiri salah satu dari mereka menendang perutnya. Carlos tersungkur lalu dua orang memegang tangannya serta mengangkat dia untuk berdiri.
Kembali yang lain memukul lagi wajahnya, bibir pria itu mengeluarkan darah. Carlos tidak tau lagi berapa pukulan yang mendarat di wajah dan perutnya. Mereka melepaskan Carlos sehingga pria itu tersungkur kembali di lantai.
Mereka meninggalkan Carlos, pria itu mencoba berdiri tapi dia merasakan sakit di perutnya dan tidak bisa berjalan. Dengan merangkak Carlos mendekati lift lalu menekan tombol.
"Siapa mereka? Berani sekali mengeroyok ku." Carlos mengambil ponsel dan mencari nomor Rick lalu dia menelepon pengawal itu, terdengar suara Rick disana.
"Hallo, Carlos. Anda lagi dimana?" tanya Rick dari ujung telepon
"Rick tolong aku" mohon Carlos dengan suara menahan sakit.
"Carlos kenapa? Apa yang terjadi kepada Anda?" Terdengar suara Rick begitu panik.
"Kamu kesini, Rick. Bawa yang lainnya juga, tapi jangan sampai orang tuaku tahu. Aku tidak ingin mereka khawatir," perintah Carlos sambil tangan satunya memegang perut.
"Kamu datang ke Ocean Club sekarang, Rick." Carlos menutup telepon lalu lift terbuka, dengan merangkak Carlos masuk dan menekan tombol.
Lift turun di lobby, Carlos keluar dengan terhuyung-huyung. Dia mencoba untuk berpegangan di dinding tapi akhirnya pria itu terjatuh.
Security melihat Carlos, dia berlari menghampiri pria itu dan mengangkatnya. Dia mendudukan Carlos di sofa.
"Apa yang terjadi, Tuan?" tanya security. Tapi Carlos tidak menjawabnya. "Tuan, bagaimana kalau aku bawa kerumah sakit?" Carlos menggelng-gelengkan kepala sambil tangan memegang perut.
"Tidak usah." Carlos merasa sakit di perut dan wajahnya, dia menyeka darah yang keluar dari sudut bibir.
Tidak lama kemudian Rick Marco Albert dan Garry datang, mereka berlari masuk ke dalam lobby. Keempat pengawal itu terkejut melihat wajah Carlos.
"Apa yang terjadi, Carlos? Kenapa Anda seperti ini?" tanya Rick sambil memegang wajah Carlos.
"Air, Rick. Tolong ambilkan air." Rick langsung pergi mengambilkan air untuk Carlos.
"Siapa yang melakukan ini pada, Tuan?" tanya Marco, wajahnya terlihat sangat marah saat melihat keadaan Carlos.
"Aku tidak tahu siapa mereka," jawab Carlos lalu Rick datang membawa air dan memberikannya pada Carlos. Pria itu langsung menyiram ke wajahnya.
"Kita harus cari tahu siapa yang melakukan ini pada Carlos, pasti disini punya cctv." Marco ingin menyelidiki siapa yang sudah berbuat hal itu kepada bos mereka.
"Kita bisa lihat dari cctv, sebentar aku akan menanyakannya pada petugas," kata Garry sambil meninggalkan mereka kemudian dia menghampiri Security.
"Tuan apakah di setiap lantai ada cctv?" tanya Garry sambil memperhatikan setiap sudut yang ada di lobby.
"Iya setiap lantai ada cctv, di lift juga ada," jawab security.
"Boleh kami memeriksa cctvnya? Kami ingin melihat siapa yang mengeroyok Tuan kami." Security menganggukkan kepala.
"Tentu saja boleh, mari ikut aku." Garry memanggil Albert untuk ikut dengannya. Mereka mengikuti security dan masuk keruangan cctv.
Mereka memeriksa cctv nya, Garry mendapat rekamannya lalu Albert mengambil gambar orang orang yang mengeroyok Carlos. Setelah itu mereka keluar dan menemui Carlos.
"Kami sudah mendapatkan rekaman atas pengeroyokan Carlos, wajah mereka terlihat jelas jadi kita bisa mudah menemukan mereka," info Albert pada Carlos.
Terlihat raut wajah Carlos berubah, dia ingin membalas perbuatan mereka kepadanya.
"Cari mereka sekarang dan bawa ke villa di pinggir danau, aku ingin tau siapa mereka!" perintah Carlos, dia terlihat sangat marah.
"Albert, Marco bawa orang orang kita untuk mencari ke empat orang itu, aku dan Garry akan menemani Carlos," ujar Rick kepada kedua rekannya itu.
"Baik, Rick." Marco dan Albert meninggalkan mereka. Sedangkan Rick dan Garry memapah Carlos menuju ke mobil. Garry membukakan pintu lalu Carlos masuk dan duduk.
"Garry, langsung ke villa!" perintah pria itu, dia tidak ingin pulang ke rumah dengan wajah seperti itu.
"Baik, Carlos." Garry langsung mengarahkan mobil ke villa.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Rick dengan wajah khawatir. "Bagaiman kalau kita ke rumah sakit saja dulu." Carlos menggelengkan kepala, dia tidak suka dengan rumah sakit.
"Ah … tidak Rick kita langsung saja ke villa, aku tidak apa apa. Cuma rasa sakit sedikit saja." Carlos begitu penasaran siapa yang sudah mengeroyoknya, dia ingin malam itu juga mereka mendapatkan informasi.
"Baik kalau begitu." Garry melajukan kendaraanya menuju ke villa dan akhirnya merekapun tiba.
Penjaga membukakan pintu lalu mereka masuk, Carlos langsung menuju ke teras menghadap danau dan menyuruh Rick mengambilkan es untuk mengompres lebam yang ada di wajahnya.
Rick membawakan es lalu Carlos mulai mengompres wajahnya yang lebam. "Siapa yang mau bermain-main denganku," gumam Carlos, dia terlihat begitu penasaran.
"Garry coba telepon Albert dan Marco, cari kabar kepada mereka!" perintah Carlos seraya memegang wajahnya.
"Baik, Carlos." Garry pun menelepon Marco dan terdengar suara Marco disana.
"Hallo, Garry ada apa?" tanya Marco dari seberang telepon.
"Bagaimana sudah dapat informasi?" tanya Garry seraya mata memperhatikan Carlos yang sedang mengompres wajahnya.
"Sudah, Garry. Albert dan orang-orangnya sedang menuju ke tempat mereka." Wajah Garry terlihat senang mendapatkan informasi dari rekannya.
"Bagus kalau begitu." Garry menutup telepon, lalu pergi menemui Carlos.
"Albert sedang menuju ke tempat orang-orang yang mengeroyok Anda." Carlos terlihat senang kemudian dia meletakkan kain itu di meja.
"Ok, bagus." Pria itu duduk lalu menyalakan rokok sedangkan Rick sedang duduk di dekat danau. Carlos berjalan menghampiri anak buah orang tuanya dan duduk.
"Bagaiman, Carlos? Masih sakit?" tanya Rick dengan memperhatikan wajah Carlos.
"Sedikit," jawab Carlos sambil terseyum "Aku akan menelepon orang tuaku." Carlos tidak ingin kedua orang tuanya khawatir.
"Iya sebaiknya begitu, supaya mereka tidak khawatir," saran Rick sambil mata tertuju di danau.
"Iya Rick." Carlos mengambil ponsel di saku celana dan menelpon ayahnya, lalu tedengar suara Federico.
"Nak, kamu lagi dimana?" tanya Federico, suaranya terdengar khawatir.
"Aku lagi di villa pinggir danau, Dad. Kalian belum tidur?" tanya Carlos seraya kakinya bermain di air.
"Belum, mommy kamu juga belum tidur dia masih menunggu kamu pulang," ujar Federico dari ujung telepon.
"Katakan pada mommy tidur saja aku lagi di danau, disini juga ada Rick dan Garry jangan khawatir, Dad." Dia tidak mengatakan apa yang terjadi kepadanya, kasus sang adik sudah membuat kedua orang tuanya terpukul.
"Baguslah kalau begitu aku jadi tenang, hati-hati ya," pesan Federico dari seberang telepon
"Iya, Dad. Good night, love you." Carlos menutup telepon dan memandang rembulan yang mulai bersembunyi di balik awan.