Chereads / Kehidupan Kedua Seorang Dewa Bela Diri / Chapter 5 - Chapter 4 — Ketenangan Emosi dan Keinginan

Chapter 5 - Chapter 4 — Ketenangan Emosi dan Keinginan

Waktu berlalu hingga tiga jam.

Wu Yuntian terus mempertahankan kondisi tenang dan kesadarannya terasa menyatu dengan alam.

Tak lama kemudian, dia bisa merasakan suatu keberadaan yang ada di dalam dirinya. Sesuatu yang halus dan samar.

Keberadaan itu melekat erat dengan tubuhnya, tidak dapat dipisahkan.

Pada saat ini, kesadarannya memasuki kondisi pemikiran yang mendalam. Ini biasa disebut inspirasi, atau lebih dikenal sebagai Pencerahan.

'Tubuh memiliki pikiran, dan jiwa memiliki hati. Hati dan pikiran adalah dua hal yang berbeda. Hati adalah penghubung antara pikiran dengan Dao Surgawi.

'Pikiran memiliki realitas dan imajinasi; hati memiliki keinginan dan nurani.'

Setelah menyadari ini, masalah-masalah yang belum terpecahkan sebelumnya berhasil diselesaikan.

Dualitas, sebab-akibat, yin dan yang.

Penciptaan dan kehancuran.

Pikiran Wu Yuntian terus tenggelam untuk memahami berbagai permasalahan yang belum terpecahkan saat di kehidupan lampau.

...

Dia dulu dikenal sebagai Dewa Bela Diri, Wu Tiankai. Dia adalah perintis dari segala macam seni bela diri yang berkaitan dengan qi.

Ketika Era Primordial dulu, Ras Raksasa Primordial berkuasa. Mereka mampu meraih bulan dan bintang-bintang di langit.

Semua makhluk tunduk.

Kemudian, Bangsa Binatang memberontak dan Era Kekacauan dimulai.

Dipimpin oleh Naga dan Phoenix, Bangsa Binatang mampu menekan Raksasa Primordial.

Naga dan Phoenix yang sombong menginginkan supremasi.

Namun, pertempuran terus berlanjut tanpa menunjukkan tanda-tanda berakhir. Langit bergetar dan bumi berguncang.

Bintang-bintang meledak dan planet-planet hancur.

Manusia, makhluk tak bersalah yang terseret oleh dampak perang, terpaksa bersembunyi di tempat terpencil.

Demi bertahan hidup, mereka mulai melatih tubuh mereka. Terciptalah Kultivasi Tubuh.

Para pejuang yang tak kenal sakit terus berjuang, menempa dan mengasah tubuh mereka hingga batasnya.

Namun, itu saja tidak cukup. Bangsa Binatang secara inheren terlahir kuat.

Manusia bukanlah tandingannya.

Lalu, seseorang menciptakan Kultivasi Qi.

Namun, tidak peduli seberapa banyak mereka mengumpulkan Qi, itu tidak cukup. Mereka tidak dapat terus maju.

Saat itulah para jenius Ras Manusia bersatu.

Wu Tiankai menjadi perintis Seni Bela Diri.

Dia membuka jalan Kultivasi Qi yang telah stagnan. Dia mengajarkan bagaimana memurnikan Qi, mencairkan Qi, memadatkan Qi dan membentuk inti Qi.

Sejak hari itu, Ras Manusia mampu bersaing dan bertahan melawan Bangsa Binatang.

Tujuan mereka kemudian berganti, dari bertahan hidup menjadi keinginan atas supremasi.

Mereka berperang melawan Bangsa Binatang dan Raksasa Primordial.

Pada akhirnya, Ras Manusia membawa kemenangan dan memenangkan supremasi atas dunia.

Bangsa Binatang tersingkir ke sudut dunia, sementara Raksasa Primordial menghilang entah ke mana.

Era Bela Diri pun dimulai.

Wu Tiankai yang menjadi Dewa Bela Diri menjadi salah satu eksistensi teratas yang tak tertandingi. Namun, meski begitu, pada akhirnya dia menghilang oleh Dao Surgawi.

Dan akhirnya, dia berada di tubuh seorang anak Wu Yuntian untuk beberapa alasan yang tak diketahui.

...

Ketika matahari mencapai puncaknya, Wu Yuntian membuka matanya.

"Lapisan Pertama Kitab Suci Ketenangan—Ketenangan Emosi dan Keinginan."

Aura ketenangan berlama-lama di sekitarnya dan matanya memancarkan aura misteri yang mendalam, yang membuat seseorang tidak dapat memprediksi emosi di dalamnya.

Setelah semua fenomena misterius menghilang, Wu Yuntian memeriksa kondisinya.

"Hmm, aku tidak lagi merasakan perasaan lemah dan tidak berdaya."

Sebaliknya, dia merasa segar dan tenang.

"Namun, tampaknya tidak benar-benar ada perubahan pada fisik. Ini masih lemah."

Wu Yuntian telah mencapai Penguasaan Dasar dari Lapisan Pertama Kitab Suci Ketenangan Jiwa—Ketenangan Emosi dan Keinginan.

Dalam mempelajari sesuatu, entah itu Teknik Kultivasi atau Bela Diri, pemahaman atau penguasaan dibagi menjadi lima tahapan, yaitu Penguasaan Dasar, Rendah, Menengah, Mendalam dan Misteri.

Semakin tinggi pemahaman, semakin tinggi pula efeknya.

Meskipun Penguasaan Dasar tampak tidak signifikan, ini bukanlah hal yang mudah untuk dicapai. Bagaimanapun, Hukum Jiwa adalah salah satu Hukum yang paling sulit untuk dipelajari, seperti Hukum Ruang-waktu, Sebab-akibat, Hidup-mati, Penciptaan dan kehancuran dan lain-lain.

Manusia memiliki tujuh emosi dan enam keinginan.

Emosi mewakili senang, marah, sedih, gembira, cinta, benci dan nafsu.

Keinginan mewakili indra melihat, mendengar, menyentuh, mencium bau, mencicipi rasa dan berpikir.

Wu Yuntian berpikir, 'Ini akan sulit. Pengalaman hidupku yang panjang akan membuatku sulit menimbulkan emosi dan keinginan. Hanya ada sedikit sesuatu yang bisa menimbulkan keinginan, dan lebih sulit untuk menimbulkan jenis emosi lain.'

Hidup begitu lama, apa yang belum pernah dilakukannya?

Harta, tahta dan wanita. Tiga kategori dasar dari keinginan, esensi keinginan. Apa yang tidak dimilikinya?

Hanya rasa bosan dan kesepian yang dia rasakan.

Emosi manusia, pahit-manisnya kehidupan. Apa yang belum pernah dirasakannya?

Hidup terasa ... membosankan. Tidak ada yang menarik.

Hidup. Untuk apa dia hidup?

Tidak tahu.

Apakah ada kebutuhan untuk hidup?

Tidak juga.

Apakah ada tujuan untuk hidup?

Entahlah.

'Menyelamatkan dunia? Tidak, itu merepotkan. Lagipula, aku sudah menyelamatkan satu kali. Dan hasil akhirnya, tidak ada kedamaian.'

Setelah mendapatkan supremasi, manusia bertarung dengan antar sesama.

Bagaimana kalau menjadi penjahat?

'Itu tidak buruk. Dulu aku membunuh kepada mereka yang bersalah. Membunuh orang yang tidak bersalah, dan menyaksikan penderitaan orang lain mungkin tidak buruk.

'Kekacauan. Haruskah aku membuat kekacauan? Setelah dipikir-pikir, aku belum pernah membuat dunia jatuh dalam kekacauan. Mungkin aku harus mencobanya.'

Wu Yuntian terus memikirkan tujuan hidupnya dan solusi untuk menyelesaikan masalah kultivasinya.

Beberapa jam kemudian, dia sampai pada kesimpulan.

'Pertama, tujuan hidup. Yah, itu tidak ada. Ikuti saja kata hati dan lakukan semaunya, kalau mati ya mati. Ah, dan juga mencapai ketinggian yang belum pernah dicapai sebelumnya. Aku akan mencoba menjadi lebih kuat dari pada sebelumnya dengan menggunakan tiga jalan kultivasi sekaligus. Itu mungkin akan menjadi tujuan yang bagus.

'Kedua, masalah mendapatkan emosi dan keinginan. Meskipun sekarang aku memiliki sebagian rasa manusiawi, itu tidak terlalu berpengaruh. Bahkan jika aku melihat gunung mayat dan sungai darah, aku tidak akan memiliki banyak reaksi. Aku memiliki dua solusi. Mana yang harus kupilih, ya?'

Setelah memikirkannya dengan cermat, Wu Yuntian memperoleh dua solusi.

'Solusi pertama adalah menyegel ingatanku, hanya menyisakan garis besar identitas ku dan beberapa teknik bela diri.

'Solusi kedua, mengubah semua ingatanku menjadi sebatas informasi belaka. Jika hanya mengubah ingatan kehidupan pertamaku, ego Wu Yuntian asli mungkin akan menguasaiku. Namun, jika aku mengubah dua-duanya, mungkin aku akan memiliki ego yang baru. Namun, ada kemungkinan ego ini menjadi benar-benar kacau.'

Solusi pertama sederhana, namun menyegel ingatan pasti akan mengurangi kemampuan berpikir dan pemahamannya.

Solusi kedua agak menarik. Ini bisa menciptakan ego baru. Dengan mengubah ingatan menjadi sebatas informasi, itu akan menciptakan ego baru yang akan membuat ingatannya menjadi seperti cerita orang lain, bukan dirinya.

Namun, pengalaman, pengetahuan dan pemahamannya tidak akan menghilang begitu saja, itu hanya akan menjadi tumpul. Jika diasah dengan benar, melalui pengalaman, semua itu pasti akan menjadi tajam lagi.

'Hmm, sepertinya sudah kuputuskan. Aku akan memilih nomor dua saja.'

Dengan begitu, Wu Tiankai, atau lebih tepatnya Wu Yuntian, yang sama sekali baru akan terlahir.