Setiap orang memiliki pikiran dan hati.
Pikiran memiliki akal sehat atau logika.
Hati memiliki emosi atau perasaan.
Hati dan pikiran Wu Yuntian yang telah didominasi ego atau kesadaran diri Dewa Bela Diri, Wu Tiankai, tidak lagi normal.
Pikiran dan hatinya sudah menjadi sesuatu yang bukan manusia, bukan makhluk fana.
Pikirannya sudah tidak memiliki akal sehat manusia, di mana kebaikan dan kejahatan tidak signifikan di matanya.
Dan hatinya telah membeku dengan kesendirian untuk waktu yang lama. Hatinya sudah tidak lagi manusiawi. Keinginan dan nuraninya telah memudar oleh waktu dan kegelapan dunia.
Demi membersihkannya, dia harus mengubah semua ingatannya sekarang dan ingatannya yang tersegel menjadi sekedar informasi.
Meskipun pengalaman, pengetahuan dan pemahamannya akan menumpul, itu dapat diasah seiring berjalannya waktu.
Sebenarnya, apa yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan penghapusan atau pengikisan ego saat menjadi Dewa.
Namun, berbeda dengan berasimilasi dengan Dao Surgawi dan menjadi ego Hukum Bela Diri, penghapusan egonya tidak jauh berbeda dengan siklus reinkarnasi.
Bedanya, dia memiliki ingatan yang menjadi informasi, tidak kehilangan ingatan.
Dengan begitu, ego yang terlahir benar-benar memiliki kebebasan, tidak seperti ego Hukum Bela Diri yang dipengaruhi Dao Surgawi.
Untuk melakukannya tidaklah mudah.
Seseorang harus memiliki pengalaman dan bisa merasakan Energi Jiwa.
Berikutnya, yang paling penting adalah manipulasi atau kontrol Energi Jiwa.
Sebenarnya, mudah untuk memanipulasi Energi Jiwa. Bagaimanapun, itu adalah jenis energi yang paling murni yang pernah ada.
'Masalahnya adalah aku harus membuka Lautan Kesadaranku.'
Lautan Kesadaran. Itu bisa disebut dengan alam bawah sadar, dan mereka yang telah membukanya memiliki kendali mutlak atas apa saja yang ada di sana.
Lautan Kesadaran mencerminkan hati seseorang, kemudian disesuaikan dengan pikiran mereka yang berupa imajinasi dan kenyataan.
Persyaratan untuk membukanya adalah kapasitas Energi Jiwa telah mencapai ambang batas tertentu.
Kultivator di jalan Kultivasi Qi dan Tubuh pada umumnya dapat membukanya saat kultivasi mereka melampaui Alam Mortal dan mencapai Alam Sage.
Berjalan di jalan Kultivasi Jiwa tentunya lebih memudahkan seseorang untuk membuka Lautan Kesadaran.
'Baik. Sekarang yang perlu aku lakukan hanyalah membuka Lautan Kesadaranku terlebih dahulu.
'Rencana pertama, aku harus mengatasi Tubuh Kesengsaraan terlebih dahulu.
'Kemudian mengumpulkan Energi Jiwa dan membuka Lautan Kesadaran.
'Sisanya, aku harus serahkan pada diriku yang lain.'
Dan begitu, satu hari berlalu begitu saja.
Keesokan harinya, Wu Yuntian yang merasakan emosi negatif menjalankan metode Kitab Suci Ketenangan Jiwa.
Lapisan Pertama Kitab Suci Ketenangan Jiwa, Ketenangan Emosi dan Keinginan, mampu mengubah segala jenis emosi dan keinginan menjadi Energi Jiwa.
Prinsip dasarnya adalah, ketika seseorang mengalami suatu emosi atau menginginkan sesuatu, jiwa—atau lebih tepatnya, hati mereka akan berfluktuasi.
Saat terjadi fluktuasi tersebut, mereka akan memancarkan semacam aura atau bentuk energi tertentu yang mampu mempengaruhi orang lain—atau lebih tepatnya, jiwa orang lain.
Inilah mengapa saat seseorang marah, orang lain akan merasakan semacam penindasan yang membuat tekad mereka menciut.
Eh? Apa yang membuat emosi Wu Yuntian negatif?
"Sial, ini adalah salah satu pengalaman terburuk yang pernah aku alami!" Wu Yuntian mengutuk dengan suara rendah saat dia mencoba memulai kultivasi.
Alasannya?
"Sungguh memalukan bagi Dewa ini untuk harus dibantu oleh orang lain—terlebih lagi seorang om-om saat buang air."
Karena tubuhnya yang lemah, Wu Yuntian praktis hampir tidak bisa bergerak. Oleh karena itu, ketika alam memanggilnya untuk datang, dia memerlukan orang lain untuk membantu.
"Sial, apakah tidak ada pelayan wanita di istana sebesar ini?!" Wu Yuntian merasa frustasi. Namun, dia melebih-lebihkannya untuk memberi hasil yang efisien saat berkultivasi.
Sulit untuk mengultivasikan Kitab Suci Ketenangan Jiwa ketika hati seseorang sedang berfluktuasi, karena syarat dasarnya adalah ketenangan. Ini sungguh ironis.
Namun, pada dasarnya, prinsipnya hanyalah menenangkan fluktuasi dan mencegah aura emosi dan keinginan agar tidak keluar.
Pada saat itu, metode Kitab Suci Ketenangan Jiwa akan mengubah aura menjadi Energi Jiwa.
Waktu berlalu saat Wu Yuntian memejamkan matanya. Dahinya berkerut dengan ekspresi serius saat setetes demi setetes keringat mengalir di wajahnya.
Wu Yuntian tidak menyangka akan begitu sulit untuk mengultivasikan lapisan pertama Kitab Suci Ketenangan Jiwa. Bahkan dengan pengalamannya yang tak terhitung jumlahnya, ini masih sulit untuk dilakukan.
Aura yang keluar dari hatinya yang berfluktuasi sering bocor saat dia gagal mengurung aura dengan ketenangan.
Ternyata, dia salah sebelumnya.
Ketenangan bukan berarti santai. Ketenangan berarti tidak ada fluktuasi, tidak ada keganjilan.
Sungai yang tenang memiliki arus yang kuat di bawahnya; sungai yang tenang menyembunyikan air yang dalam.
Malam yang tenang bukanlah malam yang sunyi, melainkan malam yang berjalan seperti biasa.
Dengan kata lain, hati yang tenang bukanlah hati yang tanpa emosi. Hati yang tenang adalah hati yang tidak menunjukkan fluktuasi, keganjilan atau perubahan. Sebaliknya, ini semua tentang menyembunyikannya di bawah ketenangan; menyembunyikan emosi dan keinginan, bagaikan sungai yang tenang menyembunyikan arus kuat di kedalaman.
Inti dari lapisan pertama, Ketenangan Emosi dan Keinginan adalah menyembunyikan emosi dan keinginan di bawah selimut ketenangan.
Setelah memahami inti dari lapisan pertama Kitab Suci Ketenangan Jiwa, kerutan di dahi Wu Yuntian memudar saat ekspresi seriusnya menghilang.
Hatinya telah diselimuti ketenangan, dan emosinya terperangkap sebelum menjadi Energi Jiwa.
Dengan hati yang tenang, secara alami dia tidak menunjukkan emosi dan keinginannya, baik di wajah maupun tindakannya.
Inilah yang disebut ketenangan. Ketenangan alami, bagaikan ketenangan di hutan dengan gemerisik angin yang meniup dedaunan.
Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa disadari, tiga hari telah berlalu sejak hari kesadaran Dewa Bela Diri merasuki tubuh Wu Yuntian.
Selama waktu itu, Wu Tiankai yang kini menggunakan nama Wu Yuntian telah memahami lapisan pertama Kitab Suci Ketenangan Jiwa, Ketenangan Emosi dan Keinginan hingga Penguasaan Rendah dari Penguasaan Dasar.
Kemajuannya dalam Kultivasi Jiwa berjalan dengan mantap.
Jika ada klasifikasi tahapan dalam Kultivasi Jiwa, dia sudah mencapai Tahap Pondasi Dasar Lapisan Kelima.
Pada saat ini, dia bisa membayangkan dan merasakan sepenuhnya bagaimana bentuk jiwa yang melekat pada tubuhnya. Ditambah lagi, dia sekarang bisa merasakan sesuatu yang menyegel meridian dan Akar Spiritualnya.
Karena itu, dia masih belum bisa melihat bentuk dari Akar Spiritual yang dimilikinya.
Harap dicatat, Akar Spiritual merupakan salah satu faktor penentu bakat dan potensi seseorang, selain dari meridian.
Akar Spiritual biasanya berhubungan dengan bagaimana afinitas seseorang terhadap Hukum Dao Surgawi tertentu. Sementara itu, meridian lebih terkait dengan bakat seseorang dalam mengkultivasikan Energi Spiritual; lebih tepatnya kecepatan penyerapan dan pemurnian Energi Spiritual menjadi Yuan Qi.
Dan seperti hari-hari sebelumnya, Wu Yuntian menjalani hari itu dengan emosi negatif di bawah selimut ketenangan.
Dan pada hari keempat, dia akhirnya memutuskan untuk mencoba mengangkat segel di meridian dan Akar Spiritualnya.