Sedikit lagi. Hanya sedikit lagi.
Wu Yuntian hanya membutuhkan sedikit Energi Jiwa lagi untuk mencapai puncak Tahap Pondasi Dasar dalam Kultivasi Jiwa.
Setelah itu, dia akan membuka alam bawah sadar yang sering disebut Laut Kesadaran, kemudian mencapai tahap berikutnya, yaitu Pembentukan Jiwa!
Jika divisualisasikan, jiwa Wu Yuntian bagaikan kabut tebal yang terus berjolak dan terjebak di dalam wadahnya, yaitu tubuh fisik. Itu terlihat sudah jenuh, dan jika terus dilanjutkan, rasanya tubuh fisiknya akan hancur meledak karena kelebihan muatan.
"Waktuku tidak banyak. Meskipun peningkatan Energi Jiwa juga membantu meningkatkan kondisi tubuh fisik, itu tidak cukup signifikan."
Dengan kata lain, dalam kondisinya saat ini, tubuh fisiknya mungkin tidak bisa menahan beban dari begitu banyaknya Energi Jiwa.
Baik itu Kultivasi Qi, Tubuh maupun Jiwa, biasanya saling terkait satu sama lain. Setiapkali satu di antara jalur kultivasi meningkat, yang lain biasanya akan ikut meningkat, walaupun tidak begitu signifikan. Tapi tetap, terdapat rasio peningkatan berantai di masing-masing jalur kultivasi.
Contoh umumnya adalah setiap kali peningkatan kultivasi dalam Kultivasi Qi akan membantu meningkatkan kekuatan tubuh. Ini dikarenakan Yuan Qi yang lebih kaya dan murni akan menutrisi tubuh seseorang dan menguatkannya. Di sisi lain, setelah tubuh mengalami peningkatan, jiwa juga mengalami peningkatan, walaupun tidak begitu signifikan.
Ini mengakibatkan reaksi berantai yang terkait satu sama lain. Namun ini tidak selalu terjadi.
Hanya Kultivasi Qi saja yang mempengaruhi secara luas, sedangkan kultivasi lain, yaitu tubuh dan jiwa hanya mengalami reaksi berantai satu sama lain, mengecualikan Kultivasi Qi.
Wu Yuntian menyadari hal ini.
"Sebelum malam, seharusnya aku sudah mencapai batas Pondasi Dasar. Kemudian, aku akan menerobos ke tahap berikutnya."
Dengan pemikiran ini, Wu Yuntian melanjutkan kultivasinya.
...
Duduk di atas kursi yang mewah, namun terkesan sederhana, seorang pria paruh baya membaca gulungan kertas di atas meja dengan cermat.
Ada banyak gulungan-gulungan lain yang ditempatkan di atas meja dengan susunan rapi.
Saat itu, suara ketukan terdengar dari balik pintu.
Tok, tok, tok.
"Kapten Penjaga Kekaisaran, Lin Moyun, meminta audiensi!"
Pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya dari gulungan.
"Masuk!" perintahnya. Nadanya tegas dan lugas, penuh otoritas dan kemuliaan seorang bangsawan.
Memasuki ruangan adalah pria paruh baya lain.
Dia mengenakan satu set zirah berwarna emas khas Penjaga Kekaisaran. Langkahnya mantap dan tegas saat dia berjalan dengan penuh kepercayaan diri.
"Lin Moyun, datang melaporkan, Yang Mulia!" Pria paruh baya dengan zirah emas itu, Lin Moyun, membungkuk dengan hormat di hadapan pria paruh baya yang telah membaca gulungan.
"Angkat kepalamu!" perintah pria paruh baya itu, membuat Lin Moyun menegakkan tubuhnya. "Jadi, apa hasilnya?"
Lin Moyun menjawab, "Menurut hasil investigasi dari tempat kejadian, kami belum bisa memverifikasi apa penyebabnya. Menurut teori para ahli, ini sepertinya berhubungan dengan Qi Elemen."
Pria paruh baya itu, Wu Qingyun, Kaisar Kekaisaran Pedang Malam, menutup matanya sambil bersandar di kursinya.
Helaan napas panjang keluar dari mulutnya, berisi berbagai emosi dan pikiran.
"..."
Lin Moyun tetap diam, menunggu balasan pria yang dihormati di seluruh kekaisaran ini.
Tak lama kemudian, Wu Qingyun membuka matanya dan bertanya lagi, "Apa kau menemukan sesuatu?"
Lin Moyun menatap Kaisar Wu sejenak dan berkata, "Saat hamba menanyai Pangeran Yuntian, saya memperhatikan bahwa Pangeran tampaknya berusaha menyembunyikan sesuatu. Untuk lebih jelasnya, saya masih belum tahu."
"..." Kaisar Wu terdiam, tidak menjawab.
Bagi Lin Moyun, Kaisar Wu tampaknya menyadari sesuatu. Tapi dia tidak bertanya. Bagaimanapun, dia hanyalah bawahan. Jika atasannya tidak memberitahu, maka itu bukanlah sesuatu yang perlu diketahuinya.
Terlepas dari kondisi Wu Yuntian, Kaisar Wu telah melakukan segala usaha untuk memulihkannya.
Dari tabib hingga alkemis, tapi tidak seorangpun yang mampu menemukan solusinya.
Ibu Wu Yuntian merupakan permaisuri yang sah. Namun, anak pertamanya berasal dari istrinya yang lain.
Kemudian, lahirlah Wu Yuntian sebagai pangeran ketiga. Sayangnya, sebagai imbalan kelahiran buah hatinya, permaisuri meninggal.
Setelah itu, istri yang melahirkan anak pertama Kaisar Wu diangkat menjadi permaisuri.
Meskipun bertahun-tahun telah berlalu, cinta Kaisar Wu terhadap istri pertamanya tidak memudar. Bahkan hingga sekarang, dia masih merawat dan memperhatikan buah dari hasil persatuan mereka berdua.
Meskipun secara diam-diam.
...
Tirai kegelapan jatuh, dan malam pun tiba.
Wu Yuntian berbaring lemah di atas ranjang dengan tumpukan bantalan yang tebal di kepalanya, membuatnya terlihat setengah duduk.
Keringat tidak berhenti terlihat mengalir di wajahnya. Jika diamati lebih seksama, seluruh tubuhnya basah hingga tampak habis mandi keringat.
Meskipun begitu, ekspresinya benar-benar tenang dan damai.
Di sisi lain, hal yang berlawanan terjadi inti jiwanya, yaitu hati. Di sana, sejumlah besar Energi Jiwa melonjak dengan kekuatan yang berlebihan.
Meskipun Energi Jiwa adalah bentuk energi yang murni dan mudah dikendalikan, hal yang sama tidak berlaku jika sejumlah besar Energi Jiwa dikendalikan secara bersamaan.
Beruntung, pengalamannya sebagai mantan Dewa membuatnya nyaris tidak berhasil.
Saat ini, Kultivasi Jiwanya telah mencapai puncak Tahap Pondasi Dasar, yang menuntut akumulasi Energi Jiwa.
Untuk mencapai tahap selanjutnya, yaitu Tahap Pembentukan Jiwa, Wu Yuntian perlu menutrisi inti jiwa, yaitu hati, dengan sejumlah besar Energi Jiwa.
Langkah ini sangat kritis, karena kegagalan dapat berakibat kematian seketika, jika tidak berubah menjadi seonggok daging tak bernyawa.
Wu Yuntian menginfus hati secara perlahan dan konstan dengan Energi Jiwa. Setelah beberapa jam, semua Energi Jiwa, kecuali beberapa untuk mempertahankan dan memelihara jiwa, telah diinfus ke dalam hati, keheningan yang canggung berlangsung untuk beberapa saat.
Tak lama kemudian, hati menyerap seluruh keberadaan jiwa yang tersinkronisasi dengan tubuh dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Hal itu terjadi terlalu cepat sehingga Wu Yuntian hampir tidak bisa bereaksi.
"Apa yang—"
Untuk sesaat, Wu Yuntian tidak bisa bereaksi dan kesadarannya memudar. Sebelum dia bisa mencari tahu situasi, penglihatan—tidak, kesadarannya berpindah.
"Inikah ..."
Apa yang ada di depannya adalah laut ketenangan yang mencerminkan langit biru yang cerah dengan pasukan awan yang melintas terbawa angin.
"... Lautan Kesadaranku?" Wu Yuntian menatap pemandangan di depannya dengan takjub.
"Tapi ... kenapa ini berbeda dari sebelumnya?"
Lautan Kesadaran adalah cermin dari hati. Apa yang ada di dalamnya dan seperti apa rupanya, hatimulah yang menentukannya.
Meskipun kamu bisa memanipulasinya, bentuk dasarnya tidak akan berubah, kecuali hatimu berubah.
Cermin hati ini bisa terbentuk melalui akumulasi pengetahuan, imajinasi, kenyataan, perasaan dan pengalaman seseorang.
Biasanya, itu mewujudkan dunia di mana hatimu merasa aman dan nyaman, merasa terlindungi.
Di kehidupan sebelumnya, wujud Lautan Kesadarannya adalah hamparan gunung, pegunungan, yang menembus awan-awan.
Di sana, dia berdiri di atas gunung tertinggi, memandangi gunung-gunung lain di bawahnya.
Ini mencerminkan hatinya yang bangga dan rasa superioritas diri. Bagaimanapun, itu ada benarnya. Dia telah mencapai puncak bela diri dan tidak peduli seberapa hebat dan berbakat orang lain, mereka akan selalu di bawahnya.
Jadi, melihat perwujudan Lautan Kesadaran yang berbeda, Wu Yuntian jatuh ke dalam kontemplasi.
"Apakah ini berarti kami bukan jiwa yang sama? Bukan jiwaku, tetapi jiwa Wu Yuntian?" Inilah asumsi pertama yang terlintas di benaknya.