Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 40 - Chapter 40

Chapter 40 - Chapter 40

Setibanya di Twilight Manor, suasana terasa akrab dan tenang setelah perjalanan panjang dari Melen. Shirou turun dari kereta kuda, melihat bangunan megah yang menjadi rumahnya sejak bergabung dengan Loki Familia. Udara Orario terasa berbeda, dengan angin yang membawa aroma khas kota yang ramai dan penuh petualangan.

Dengan langkah mantap, Shirou berjalan menuju kereta barang di belakang konvoi. Ia dengan cekatan mengambil tasnya dan juga kotak oleh-oleh yang telah ia jaga selama perjalanan. Kedua barang itu terasa cukup ringan di tangannya, namun bagi Shirou, kotak oleh-oleh itu memiliki beban yang lebih emosional. Sebuah kenangan dari Melen, serta janjinya kepada teman-temannya di Hostess of Fertility.

Shirou membawa barang-barangnya masuk ke dalam Twilight Manor, melangkah di koridor panjang yang sudah dikenalnya dengan baik. Setiap sudut ruangan memberikan kesan nyaman dan tenang, tempat yang ia anggap sebagai rumah. Ketika tiba di depan pintu kamarnya, ia membuka pintu dengan tenang dan melangkah masuk.

Di dalam kamar yang sederhana namun rapi, Shirou meletakkan tasnya di dekat meja kecil di sudut ruangan. Lalu, dengan penuh perhatian, ia menempatkan kotak oleh-oleh di atas meja. Ia menatapnya sejenak, tersenyum kecil, mengingat pasar malam di Melen dan momen-momen berharga yang ia alami di sana.

Merasa lega setelah beres-beres, Shirou duduk di tepi kasur, menikmati ketenangan sesaat. Meskipun perjalanan di Melen telah berakhir, ia tahu bahwa petualangan dan tantangan baru selalu menantinya di Orario. Namun, untuk saat ini, ia hanya ingin beristirahat sejenak, merasakan kenyamanan kamar pribadinya di Twilight Manor.

Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Shirou duduk sejenak di tepi kasur, menikmati ketenangan kamar di Twilight Manor. Namun, pandangannya tertuju pada jendela di sisi kamar. Ia bangkit perlahan dan melangkah ke arah jendela, membuka tirai tipisnya. Di luar, matahari masih menggantung rendah di langit, menyinari Orario dengan cahaya keemasan yang lembut. Hari masih sore, dan suasana kota terasa hangat, seakan mengundang untuk keluar dan menikmati sore itu.

Shirou menatap ke luar sebentar, berpikir. Waktu masih cukup panjang sebelum malam tiba, dan ia sadar ada satu hal penting yang ingin segera ia lakukan. Oleh-oleh yang ia bawa dari Melen—miniatur kapal kayu yang indah—masih terletak di atas mejanya. Sejak awal, ia sudah berniat untuk memberikan itu kepada teman-temannya di Hostess of Fertility, sebagai tanda kenangan dan rasa terima kasih karena mereka selalu menerimanya dengan hangat.

Dengan tekad yang kuat, Shirou memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengantar oleh-oleh tersebut. Ia berjalan ke meja, mengambil kotak kayu yang berisi miniatur kapal, dan mengangkatnya dengan hati-hati. Dengan senyum tipis di wajahnya, ia berpikir tentang bagaimana reaksi Syr, Anya, dan yang lainnya ketika menerima oleh-oleh ini.

Setelah memastikan kotak itu aman di tangannya, Shirou keluar dari kamarnya dan berjalan menyusuri lorong Twilight Manor. Ia menuruni tangga dengan langkah ringan, semangatnya sedikit terangkat oleh pikiran untuk bertemu kembali dengan orang-orang yang selalu mendukungnya. Sesampainya di pintu depan, ia melangkah keluar menuju jalanan Orario, yang masih ramai dengan orang-orang yang sibuk menjalani aktivitas mereka.

Dalam perjalanan menuju Hostess of Fertility, Shirou merasa senang bisa berbagi kenangan dari Melen dengan mereka yang selama ini telah memberikan tempat nyaman baginya di kota ini. Sore itu, ia berjalan dengan langkah penuh semangat, siap untuk memberikan oleh-oleh yang ia bawa dengan penuh perhatian.

Shirou mendorong pintu Hostess of Fertility, dan lonceng kecil yang tergantung di pintu berdenting lembut saat ia masuk. Di dalam, suasana restoran seperti biasa ramai dengan obrolan para pelanggan dan tawa riang pelayan yang melayani. Begitu Shirou melangkah masuk, Syr, yang berada di balik meja, langsung menyadari kehadirannya. Dengan senyum lebar, ia menyapa, "Shirou! Selamat datang kembali! Lama tidak bertemu."

Pelayan lainnya, termasuk Anya, Chloe, dan Ryuu, juga menoleh ke arahnya, beberapa di antara mereka melambaikan tangan atau tersenyum hangat. Mereka semua sudah terbiasa dengan kehadiran Shirou, yang sering membantu mereka, terutama di dapur. Namun kali ini, sesuatu yang berbeda menarik perhatian Syr—kotak kayu yang dibawa Shirou.

"Apa itu yang kau bawa, Shirou?" tanya Syr, matanya penuh rasa penasaran, sambil melangkah lebih dekat. Tatapannya tertuju pada kotak kayu yang ia pegang dengan hati-hati di tangannya.

Shirou tersenyum misterius, menikmati rasa ingin tahu yang jelas terlihat di wajah Syr dan pelayan lainnya. "Ini... oleh-oleh dari Melen," jawabnya, dan dengan perlahan ia meletakkan kotak tersebut di meja dekat mereka. Semua pelayan, termasuk Syr, mendekat dengan rasa ingin tahu yang makin besar.

Saat Shirou membuka kotak itu, di dalamnya tampak sebuah miniatur kapal kayu yang indah, dengan detail yang halus. Kapal itu dipahat dengan sangat teliti, dan seolah-olah bisa benar-benar berlayar jika diletakkan di air.

Chloe mendekat lebih dulu, menatap miniatur kapal itu dengan mata berbinar. "Oh, Shirou, kau benar-benar membawakan oleh-oleh!" katanya dengan nada senang, diikuti tawa kecil. "Padahal aku hanya bercanda saat memintanya."

Shirou tersenyum lebar melihat reaksi mereka. "Aku ingat kau bilang ingin oleh-oleh," jawabnya dengan nada main-main, "Jadi aku pikir, kenapa tidak?"

Syr memandangi kapal itu dengan kagum, kemudian menoleh pada Shirou dengan tatapan penuh rasa terima kasih. "Ini indah sekali, Shirou. Terima kasih banyak," ucapnya tulus. Ryuu yang biasanya lebih pendiam, bahkan memberikan anggukan kecil penuh penghargaan, sementara Anya mengagumi detail kapal itu dengan penuh semangat.

Dengan suasana yang hangat dan penuh kegembiraan, Shirou merasa senang bisa membawa kenangan dari Melen untuk mereka. Baginya, ini lebih dari sekadar oleh-oleh—ini adalah cara untuk menunjukkan betapa ia menghargai persahabatan dan dukungan yang telah diberikan oleh teman-temannya di Hostess of Fertility.

Ryuu, yang memandangi miniatur kapal itu dengan ekspresi penuh penghargaan, angkat bicara. "Miniatur kapal ini indah sekali. Mungkin kita bisa memajangnya di restoran setelah mendapatkan izin dari Mama Mia," usulnya dengan nada lembut namun tegas.

Syr, yang berdiri di samping Ryuu, tersenyum cerah. "Aku yakin Mama Mia pasti akan setuju," katanya penuh keyakinan. "Lagipula, ini hadiah dari Shirou, dan kita jarang punya dekorasi yang punya cerita di baliknya."

Sementara itu, Anya, yang selalu ceria, ikut bergabung dalam percakapan. Dia menatap Shirou dengan tatapan penasaran. "Kenapa kau memilih kapal, Shirou? Apakah kau naik kapal di Melen?" tanyanya dengan semangat. Ada rasa ingin tahu yang jelas terlihat di wajahnya, seolah-olah dia membayangkan Shirou berlayar di lautan.

Shirou tersenyum sambil mengangguk pelan, menjawab dengan jujur. "Iya, aku naik kapal di sana," ucapnya, kemudian melanjutkan dengan nada sedikit lebih ringan, "dan kami... memancing." Meskipun kata-katanya terdengar santai, dalam hatinya, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengingat bagaimana kacau dan berbahayanya pengalaman memancing itu.

Bayangan tentang Gareth yang mengemudikan kapal dengan ceroboh, Tiona dan Tione yang terjun ke laut mengejar Violas, dan betapa kacau situasi ketika monster-monster laut mulai muncul, membuat Shirou hampir tertawa sendiri. Itu jelas bukan memancing biasa—itu adalah pertempuran di atas air. Tetapi dia memutuskan untuk tidak menceritakan bagian itu, hanya tersenyum kecil pada dirinya sendiri, menyimpan kisah lucu itu untuk dirinya.

Anya, yang tidak menyadari semua kekacauan itu, hanya tertawa kecil sambil berkomentar, "Kapal dan memancing, ya? Kedengarannya seperti perjalanan yang menyenangkan."

Shirou hanya mengangguk, tersenyum lebar, membiarkan mereka berpikir bahwa itu adalah pengalaman yang menyenangkan, meskipun dalam hatinya, ia tahu betapa sibuknya menjaga agar kapal itu tidak tenggelam saat monster laut menyerang.

Shirou awalnya melangkah menuju dapur dengan niat ingin membantu seperti biasa. Selama ini, ia merasa nyaman berada di dapur Hostess of Fertility, tempat di mana ia sering memasak bersama teman-temannya. Namun, sebelum ia sempat masuk lebih dalam, Syr dengan senyum lembut menghentikannya. "Shirou, kali ini kau duduk saja di meja pelanggan. Biarkan kami yang melayani," katanya dengan nada lembut namun tegas.

Sedikit terkejut, Shirou hanya bisa mengangguk dan mengikuti perintah Syr. Ia kemudian memilih duduk di salah satu meja yang biasanya ditempati oleh pelanggan. Rasanya agak aneh baginya berada di sisi lain dari pelayanan, tetapi ada sesuatu yang hangat dalam suasana ini—seolah-olah teman-temannya ingin memberikan sesuatu yang spesial untuknya.

Sementara Shirou duduk, Syr dengan cepat masuk ke dapur, mengambil alih peran memasak. Di dapur, suara panci dan wajan yang berbenturan terdengar samar, menandakan kesibukan yang sedang terjadi di sana.

Ryuu, yang berdiri tidak jauh dari meja Shirou, mendekat dan berbicara dengan tenang. "Syr sudah semakin pandai memasak sejak terakhir kali kau mengajarinya," katanya. "Selama kau di Melen, dia tetap melanjutkan latihan memasaknya. Bahkan dia mencoba berbagai resep baru."

Mendengar itu, Shirou tersenyum bangga. Dia merasa senang mendengar perkembangan Syr dalam memasak. Tak lama kemudian, Syr kembali dari dapur, membawa hidangan yang telah ia siapkan. Dia meletakkannya di depan Shirou dengan penuh antusiasme.

"Ini dia! Cobalah dan beri tahu aku pendapatmu," kata Syr, matanya berbinar menunggu penilaian Shirou.

Dengan penuh antusiasme, Shirou mulai mencicipi hidangan itu. Rasanya berbeda dari sebelumnya—lebih halus, lebih terarah, dan lebih enak. Setelah beberapa suapan, Shirou menoleh ke arah Syr dan berkata dengan tulus, "Ini jauh lebih enak dibandingkan masakanmu dulu. Kau benar-benar berkembang pesat."

Syr tersenyum lebar, merasa puas dengan pujian itu. Namun, tidak bisa menahan diri untuk tidak bercanda, dia menambahkan, "Yah, tentu saja, aku diajarkan oleh guru yang hebat." Senyuman jahil terlihat di wajahnya, membuat Shirou sedikit tersipu mendengar candaan itu.

Setelah Shirou selesai menikmati hidangan yang dibuat oleh Syr, ia meletakkan sendok garpu di atas piring dengan senyum puas di wajahnya. Hidangan itu jauh lebih enak dari apa yang ia bayangkan, dan dia benar-benar kagum dengan seberapa banyak kemajuan yang telah dicapai Syr dalam memasak. Dengan niat baik, Shirou bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju Syr, berniat untuk membayar hidangan yang baru saja ia nikmati.

"Syr, terima kasih banyak atas makanannya. Aku ingin membayar untuk hidangan ini," kata Shirou sambil merogoh kantongnya, mencari Valis untuk membayar.

Namun, Syr langsung mengangkat tangannya, menolak tawaran Shirou untuk membayar. Dengan senyum lebar di wajahnya, dia berkata, "Tidak perlu, Shirou. Makanannya gratis untukmu hari ini."

Shirou sedikit terkejut mendengar hal itu. "Tapi aku sama sekali tidak bekerja hari ini," protesnya, merasa tidak enak hati menerima makanan gratis tanpa berkontribusi.

Syr hanya tersenyum dengan sedikit nakal, tatapannya penuh keisengan. "Yah, kalau begitu," katanya sambil mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, "jangan lupa menggantinya dengan membantu di dapur saat kau punya waktu luang. Itu cukup, kan?"

Shirou tertawa kecil mendengar balasan Syr. Dia tahu bahwa tidak ada gunanya berdebat dengan Syr tentang hal ini. Senyuman jahil di wajahnya menunjukkan bahwa dia sudah merencanakan hal itu sejak awal.

Dengan rasa syukur yang tulus, Shirou mengangguk. "Baiklah, aku akan membantu di dapur nanti. Terima kasih, Syr." Setelah itu, dia membungkukkan sedikit badannya sebagai tanda terima kasih sebelum berpamitan.

Sambil berjalan keluar dari Hostess of Fertility, Shirou merasa hangat di dalam hati. Tempat ini bukan hanya sebuah restoran bagi Shirou, tetapi juga rumah kedua yang selalu menyambutnya dengan senyum dan tawa.

Shirou melangkah menuju gerbang Twilight Manor di bawah langit malam yang tenang, bulan bersinar lembut di atas Orario. Setelah menghabiskan waktu di Hostess of Fertility, ia merasa damai, namun ketika ia mendekati gerbang, ia berpapasan dengan Bete yang baru saja kembali juga. Ekspresi Bete tampak lebih kesal dari biasanya—meskipun dalam hati, Shirou tahu bahwa Bete sering tampak marah.

Dengan sedikit rasa penasaran, Shirou menghampiri Bete dan bertanya, "Ada apa, Bete? Kau tampak lebih kesal dari biasanya." Dia tahu Bete sering menunjukkan sikap seperti itu, tetapi malam ini ada sesuatu yang berbeda dalam ekspresinya.

Bete mendengus, tidak tampak berminat untuk menjelaskan panjang lebar. Dengan nada sarkastik, dia menjawab singkat, "Si little rookie sudah mulai besar kepala."

Shirou mengangkat alisnya. "Maksudmu... Bell?" tanyanya, sedikit terkejut.

Bete melanjutkan dengan nada geram, "Ya, bocah itu. Berkelahi dengan anggota Apollo Familia di bar tadi. Sok jago sekarang, cuma karena dia naik level."

Shirou mendengarkan dengan tenang, meskipun di dalam hati ia sedikit bingung. Bell bukan tipe orang yang suka mencari masalah, apalagi sampai berkelahi di tempat umum. Sikap Bell yang biasanya sopan membuatnya sulit membayangkan apa yang memicu perkelahian itu. Bete tidak memberikan banyak detail, hanya marah-marah seperti biasa, tapi informasi itu cukup untuk membuat Shirou bertanya-tanya.

"Bell bertengkar?" pikir Shirou dalam hati, masih sulit mempercayai hal itu. Meskipun Bell telah tumbuh pesat sejak awal, ia tetap sosok yang pendiam dan tidak suka mencari masalah. Mungkin ada sesuatu yang lebih dalam yang menyebabkan ini.

Ketika Bete akhirnya memasuki Twilight Manor lebih dulu dengan wajah penuh kekesalan, Shirou berhenti sejenak, memandang gerbang dan langit malam yang gelap. Dia memikirkan Bell—pemuda itu memiliki hati yang baik, tapi Orario memang keras. Shirou merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di sekitar Bell, dan ia mungkin harus segera mencari tahu apa yang terjadi.

Setelah melewati gerbang Twilight Manor, Shirou berjalan dengan tenang menyusuri lorong-lorong yang sudah familiar baginya. Cahaya lampu yang dipasang di sepanjang koridor menerangi jalannya, memberikan suasana yang tenang namun sedikit misterius di dalam rumah besar tersebut. Setelah hari yang panjang, ia merasa lelah, dan pikirannya terus memikirkan informasi yang ia dengar dari Bete tentang Bell.

Sesampainya di depan pintu kamarnya, Shirou menghela napas panjang sebelum memutar gagang pintu dan melangkah masuk. Suasana di dalam kamar begitu hening dan damai, memberikan kenyamanan yang selalu ia cari setelah menjalani berbagai misi dan petualangan di Orario.

Shirou meletakkan tasnya di meja kecil di sudut ruangan. Kemudian, ia duduk di tepi kasur, membiarkan tubuhnya sedikit terkulai dengan tangan terlipat di atas lutut. Matanya melirik keluar jendela, di mana langit malam terlihat begitu luas dan menenangkan.

Meskipun badannya terasa letih, pikirannya terus berputar. Kabar tentang Bell dan perkelahian dengan Apollo Familia tadi seolah tidak bisa lepas dari benaknya. Shirou tahu bahwa Bell bukan tipe orang yang akan memulai pertengkaran tanpa alasan. Ada sesuatu yang aneh dan mengganjal tentang apa yang dikatakan Bete. Namun, Shirou memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya sekarang.

Ia berdiri, berjalan ke meja di sebelah kasur, dan mengambil botol air yang ada di sana. Sambil minum, ia membiarkan pikirannya melayang pada hal-hal yang lebih sederhana—pertemuannya dengan teman-teman di Hostess of Fertility, senyum Syr, dan tawa Anya. Semua itu memberinya sedikit ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan seorang petualang.

Setelah minum, Shirou kembali duduk di kasur, perlahan-lahan merebahkan tubuhnya. Rasa lelah mulai menyelimuti tubuhnya, dan meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh berbagai pertanyaan, matanya mulai terasa berat. Dengan selimut yang nyaman membungkus tubuhnya, ia menutup mata, berharap besok akan membawa jawaban yang ia cari.

Di dalam kamar yang tenang, di bawah langit malam yang bersinar lembut, Shirou akhirnya membiarkan dirinya beristirahat.

*******************

Keesokan paginya, setelah menikmati sarapan yang sederhana namun lezat di Twilight Manor, Shirou sedang bersiap-siap untuk menjalani rutinitasnya. Namun, sebelum ia sempat memikirkan apa yang akan dilakukan, seorang utusan dari Loki datang menghampirinya, memberitahukan bahwa Loki memanggilnya ke ruangannya. Dengan sedikit kebingungan, Shirou mengangguk dan mengikuti utusan itu, bertanya-tanya apa yang Loki inginkan pagi ini.

Setibanya di depan pintu ruangan Loki, Shirou merasa ada sesuatu yang berbeda. Ketika ia masuk, Loki sudah menunggunya dengan senyum nakal yang penuh arti di wajahnya. Sebelum Shirou sempat mengucapkan sepatah kata, Loki tiba-tiba mendekatinya dengan cepat.

Tanpa peringatan, Loki mulai meraba tubuh Shirou, menekan-nekan bahu, lengan, dada, dan bahkan punggungnya seolah sedang mengukur sesuatu. Shirou terkejut, tubuhnya kaku karena sikap Loki yang sangat langsung dan tiba-tiba.

"Hei... apa yang kau lakukan, Loki?" tanya Shirou, bingung dan sedikit canggung.

Namun, Loki hanya tertawa kecil, seolah tak mengindahkan protes Shirou. "Tenang saja, Shirou! Aku cuma mengukur tubuhmu," jawabnya dengan nada penuh semangat. "Aku sedang memikirkan bagaimana kau akan terlihat di acara besar nanti. Kau butuh pakaian yang pantas!"

Dengan langkah cepat, Loki menuju lemari besar di sudut ruangan, menarik keluar beberapa tuksedo dengan berbagai warna dan desain. Shirou hanya bisa berdiri terdiam, tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Coba ini!" perintah Loki, menyodorkan tuksedo pertama. Shirou, yang masih dalam keadaan bingung, tidak punya pilihan selain mengikuti perintah. Dia mencoba tuksedo itu satu per satu, sementara Loki mengamati dengan cermat setiap detail, memeriksa bagaimana pakaian itu terlihat di tubuh Shirou.

"Hmm, terlalu longgar... yang ini terlalu ketat," gumam Loki sambil mengerutkan dahi, terus mencocokkan tuksedo yang berbeda. Akhirnya, setelah beberapa percobaan, Loki menemukan satu yang pas. Tuksedo hitam elegan dengan potongan rapi yang membuat Shirou terlihat lebih dewasa dan berwibawa.

"Aha! Ini dia!" seru Loki dengan senyum puas. "Ini yang terbaik untukmu. Sekarang kau terlihat seperti seseorang yang akan menghadiri acara formal dengan penuh gaya."

Shirou menatap bayangannya di cermin besar di ruangan itu, merasa agak canggung dengan tuksedo yang baru dipakainya. "Apa ini untuk sesuatu yang penting?" tanyanya sambil mencoba menyesuaikan kerah tuksedonya yang agak ketat.

Loki tersenyum misterius dan berkata, "Nanti kau akan tahu. Tapi percayalah, kau akan butuh ini segera."

Meskipun masih belum sepenuhnya mengerti maksud Loki, Shirou hanya bisa mengangguk dan mengikuti apa yang dikatakan dewi tersebut. Satu hal yang pasti, apapun yang sedang direncanakan oleh Loki, itu pasti akan melibatkan sesuatu yang besar dan menarik.

Loki menyeringai nakal sambil menatap Shirou yang masih tampak agak canggung dengan tuksedo barunya. Dengan tangan di pinggul, dia bertanya, "Shirou, apa kau pernah pergi ke pesta sebelumnya?"

Shirou berpikir sejenak sebelum menjawab. "Aku pernah ke pesta, tapi bukan seperti yang mungkin kau bayangkan. Waktu itu, aku memakai yukata, bukan tuksedo," ujarnya sambil tersenyum, mengingat masa lalunya di Jepang, di mana pesta-pesta yang ia hadiri lebih bersifat tradisional, dengan suasana santai dan pakaian adat.

Loki mengangguk, tetapi alisnya terangkat, menunjukkan bahwa ia belum sepenuhnya puas. "Jadi... kau belum pernah berdansa di pesta formal?" tanyanya, dan melihat Shirou menggeleng pelan sebagai jawaban.

Loki langsung menepukkan kedua tangannya dengan penuh semangat. "Ah, ini akan menarik!" katanya penuh antusias. Tanpa peringatan, dia mengambil tangan Shirou dengan cepat. "Ayo kita coba!"

Dengan sedikit paksaan, Loki mulai menarik Shirou ke posisi dansa. Namun, ada satu masalah kecil yang jelas—perbedaan tinggi mereka. Loki, yang bertubuh mungil, harus menjulurkan tangannya untuk mencapai Shirou. Sementara Shirou, yang lebih tinggi, merasa canggung menundukkan tubuhnya agar bisa menyesuaikan gerakan dansa.

Saat mereka mencoba berputar pelan di ruang Loki, keduanya segera menyadari betapa kikuknya situasi itu. Loki, yang berusaha memimpin dansa, sering kali harus menarik tangan Shirou terlalu kuat, membuat gerakan mereka terlihat kaku dan tidak alami. Di sisi lain, Shirou berusaha keras agar tidak menginjak kaki Loki.

"Ini... agak canggung, ya?" ujar Shirou, mencoba menyembunyikan tawanya, meski ia jelas merasa tidak nyaman dengan perbedaan tinggi yang begitu mencolok.

Loki tertawa terbahak-bahak, menyadari betapa konyolnya usaha mereka. "Ya ampun, aku lupa betapa tingginya kau!" katanya sambil melepaskan tangan Shirou dengan tawa kecil. "Sepertinya kita butuh partner dansa yang lebih cocok untukmu."

Shirou menghela napas lega, sedikit tersenyum, sementara Loki masih tertawa geli. "Yah, setidaknya aku sudah mencobanya," ujar Shirou sambil mengusap tengkuknya dengan malu.

Loki memukul pelan pundak Shirou dan berkata, "Jangan khawatir, kau akan baik-baik saja. Hanya perlu sedikit latihan... dengan seseorang yang lebih... pas ukurannya."

Ketika Shirou dan Loki sedang mencoba berdansa dengan kikuknya, pintu ruangan tiba-tiba terbuka, dan Aiz masuk dengan langkah tenang. Matanya yang jernih memperhatikan pemandangan di hadapannya—Shirou yang berdansa canggung dengan Loki, tangan mereka saling terikat, namun gerakan mereka kaku dan aneh. Aiz mengerutkan alis, terlihat sedikit bingung.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Aiz dengan suara lembut tapi penuh rasa ingin tahu, memandang Shirou yang tampak malu-malu dan Loki yang tertawa geli.

Loki, yang merasa situasi ini sangat lucu, langsung melirik ke arah Aiz dengan tatapan penuh perhitungan. Dalam sekejap, ide muncul di benaknya. Dengan postur tinggi dan anggun, Aiz tampak jauh lebih cocok menjadi pasangan dansa Shirou. Namun, sebagai dewi yang sangat protektif terhadap Aiz, Loki sejenak ragu untuk membiarkan pahlawan wanitanya berdansa dengan Shirou. Bagaimanapun, Aiz adalah kesayangannya, dan Loki selalu merasa cemburu melihat Aiz dekat dengan siapapun, apalagi dengan Shirou yang semakin dekat dengannya akhir-akhir ini.

Namun, melihat Aiz yang tampak penasaran dan antusias, Loki akhirnya mengalah dengan desahan panjang. "Baiklah, baiklah," katanya sambil melepaskan tangan Shirou. "Aiz, kenapa kau tidak bantu Shirou belajar berdansa? Sepertinya kalian berdua lebih cocok."

Aiz, meski sedikit terkejut dengan permintaan itu, mengangguk dengan tenang. Shirou, di sisi lain, merasa lebih gugup daripada sebelumnya. Dia sudah cukup canggung berdansa dengan Loki, dan sekarang, dia harus berdansa dengan Aiz—seseorang yang ia hormati dan kagumi.

Mereka berdua berdiri berhadapan. Aiz tampak cantik dengan senyum malu-malu, sedangkan Shirou berusaha mengendalikan rasa gugupnya. Ketika tangan Shirou perlahan meraih tangan Aiz, dan tangan satunya dengan hati-hati menempatkan tangan di pinggang Aiz, keduanya langsung merasa canggung.

Gerakan mereka pelan dan kaku, lebih kaku bahkan dibandingkan saat Shirou berdansa dengan Loki. Kaki mereka hampir tidak bergerak selaras, sering kali salah langkah, dan tidak jarang mereka hampir saling menginjak kaki. Aiz, yang dikenal sebagai pendekar pedang ulung, merasa aneh dengan situasi ini. Dansa tampaknya lebih sulit baginya daripada bertarung melawan monster di dungeon.

"Maaf," ucap Aiz dengan suara kecil setelah tanpa sengaja menginjak kaki Shirou.

Shirou hanya tersenyum gugup, "Tidak apa-apa... Aku juga tidak terlalu pandai berdansa."

Loki, yang mengamati dari samping, menahan tawa. "Ya ampun, kalian ini..." gumamnya. Meski merasa situasi ini lucu, ada bagian kecil dari dirinya yang merasa lega melihat bahwa tarian antara Shirou dan Aiz lebih canggung daripada dansanya dengan Shirou.

Meski dansa mereka jauh dari sempurna, ada sesuatu yang manis dalam kebersamaan mereka. Shirou dan Aiz terus mencoba, meskipun sering tersenyum canggung setiap kali mereka melakukan kesalahan. Mungkin mereka belum bisa berdansa dengan indah, tetapi ada koneksi yang terbentuk di antara mereka dalam keheningan dan senyuman yang mereka bagi.

Dan untuk saat itu, meski sedikit canggung, mereka menikmati momen tersebut dengan cara mereka sendiri.

Shirou dan Aiz terus berdansa meskipun dengan gerakan yang masih kaku, Aiz memandangi Shirou dalam diam. Mata emasnya menelusuri tuksedo hitam yang dikenakan Shirou, dan rasa penasaran muncul di pikirannya. Di tengah-tengah tarian, ia pun bertanya dengan lembut, "Shirou, apakah kau akan mengikuti pesta nanti?"

Shirou sedikit tersentak mendengar pertanyaannya, tapi ia mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, sepertinya begitu. Loki menyuruhku memakai tuksedo, jadi aku rasa itu untuk pesta." Namun, di dalam hatinya, Shirou mulai merasakan sedikit keraguan. Pesta besar bukanlah sesuatu yang biasa ia hadiri.

Aiz, yang tampak tenang seperti biasanya, melanjutkan dengan bercerita, "Aku sering ikut pesta sebelumnya. Loki sering membawaku, dan di sana, banyak dewa-dewi yang datang bersama anggota Familia mereka yang paling dibanggakan." Ia berbicara dengan nada datar, seolah hal itu bukan sesuatu yang besar baginya, namun matanya memancarkan kenangan akan pesta-pesta sebelumnya.

Mendengar bahwa akan ada banyak dewa-dewi di sana, Shirou mulai merasa gugup. Ia tahu betapa besar perhatian para dewa di pesta-pesta seperti itu, dan sebagai seseorang yang lebih suka bekerja di balik layar, ia tidak merasa nyaman berada di tengah sorotan. Shirou mulai meragukan keputusannya untuk ikut serta dalam acara tersebut.

Setelah beberapa kali mencoba menari dan semakin menyadari kekakuannya, mereka akhirnya berhenti. Shirou berterima kasih kepada Aiz atas tarian singkat itu, meskipun mereka berdua menyadari betapa canggungnya situasi tersebut. Namun, ketika tarian mereka berakhir, Shirou berbalik untuk menghadapi Loki, yang sejak tadi memperhatikan mereka dengan mata nakal penuh rasa penasaran.

Dengan tekad yang sudah bulat, Shirou mendekati Loki dan berkata dengan suara tenang, "Loki, aku rasa aku tidak perlu ikut pesta itu."

Loki, yang tadinya tampak santai, langsung membuka matanya lebih lebar, menatap Shirou dengan tatapan penuh pertanyaan. "Apa?" tanyanya, nada suaranya sedikit lebih tajam dari biasanya. "Kenapa kau tidak mau ikut?"

Suaranya tidak terdengar marah, tapi jelas dia ingin tahu alasan yang tepat dari permintaan Shirou. Loki jarang membiarkan anggota Familianya melewatkan pesta penting, apalagi yang dimaksudkan untuk menunjukkan kebanggaannya kepada Familia lain. Shirou, dengan segala potensinya, tentu termasuk salah satu anggota yang pantas dipamerkan, tapi keraguan Shirou membuatnya penasaran.

Shirou menatap Loki dengan rasa khawatir yang terlihat jelas di wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan jujur, "Alasanku sederhana. Aku masih menyembunyikan statusku yang sebenarnya. Secara resmi, di publik, aku masih dianggap sebagai petualang level 1, meskipun sekarang aku sudah level 4."

Loki mendengarkan dengan penuh perhatian, menganggukkan kepalanya sambil mengingat betapa luar biasanya Shirou. Shirou telah naik ke level 4 hanya dalam waktu tiga bulan, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, Shirou mengalami double level up dari level 1 ke level 3, sebuah prestasi yang belum pernah terdengar sebelumnya di Orario.

"Ah, benar juga," gumam Loki dengan seringai kecil di wajahnya. "Kau memang spesial. Kau naik level terlalu cepat, dan kalau ada yang menyadari itu, mereka mungkin mulai curiga."

Namun, Loki tidak menyerah begitu saja. Ia melanjutkan dengan nada ceria, "Tapi jangan khawatir, pesta seperti ini tidak selalu penuh dengan petualang kuat. Terkadang, dewa-dewi juga membawa pemula yang masih di level 1. Jadi, meskipun kau tetap mengaku level 1, tak ada yang akan mencurigai."

Shirou menggaruk kepalanya, masih merasa tidak nyaman dengan ide itu. "Bukan itu masalah utamanya," katanya dengan nada ragu. "Aku hanya... tidak ingin menarik terlalu banyak perhatian. Kalau aku menemanimu ke pesta, apalagi sebagai anggota Loki Familia—yang terkenal sebagai salah satu Familia terkuat di Orario—dewa-dewi lain pasti akan penasaran denganku. Dan jujur, aku tidak ingin jadi pusat perhatian."

Loki langsung menyipitkan matanya, menyadari sesuatu di balik kata-kata Shirou. Dengan nada yang lebih serius, ia bertanya, "Apa ini karena kau tidak percaya dengan dewa-dewi lain? Kau khawatir mereka akan menggali lebih dalam tentang siapa dirimu?"

Shirou menatap Loki dengan tatapan jujur, lalu menghela napas. "Bukan begitu, aku percaya padamu, Loki. Aku juga percaya pada Hestia dan Miach karena aku kenal mereka. Tapi... dewa-dewi lain, aku belum sepenuhnya yakin. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku."

Loki mendengarkan dalam diam, mengerti alasan di balik kecemasan Shirou. Dunia ini memang penuh dengan intrik di antara para dewa, dan Shirou tahu bahwa identitasnya yang unik bisa menimbulkan masalah jika sampai diketahui oleh orang-orang yang salah. Loki menyadari bahwa Shirou tidak sedang meragukan dirinya, tetapi lebih kepada insting bertahan hidup yang selalu ia pegang sejak tiba di dunia ini.

Loki mulai merasakan rasa penasaran yang dalam terhadap Shirou. Dia menyadari bahwa Shirou memiliki kewaspadaan yang lebih besar terhadap dewa-dewi dibandingkan dengan petualang lain di dunia ini. Loki bertanya-tanya apakah itu ada hubungannya dengan pengalaman Shirou di dunia sebelumnya. "Kau jauh lebih paranoid soal dewa-dewi daripada kebanyakan manusia di sini. Apa kau punya cerita menarik soal dewa-dewi di duniamu dulu?" tanyanya dengan nada yang penuh rasa ingin tahu.

Aiz, yang berada di dekat mereka, juga tampak tertarik. "Aku juga ingin mendengar," katanya dengan suara lembut namun penuh perhatian.

Shirou terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus dia katakan. "Dewa-dewi di duniaku dulu tidak semuanya buruk. Banyak dari mereka yang memberikan berkah bagi manusia. Mereka menurunkan hujan, menyuburkan panen, dan membawa keberuntungan. Tetapi ada juga sisi gelap mereka..."

Mendengar itu, Loki menyeringai sambil menyandarkan diri di kursinya. "Baiklah, aku penasaran. Apa bagian buruknya?" tanyanya sambil melipat tangan di depan dadanya.

Shirou menghela napas panjang sebelum memulai ceritanya. "Salah satu yang paling terkenal adalah Zeus. Dia adalah dewa yang dikenal juga di dunia ini, tapi di duniaku, dia terkenal bukan hanya karena kekuatannya... tetapi karena kebiasaannya memaksa wanita, baik manusia maupun dewi, untuk berhubungan badan dengannya." Shirou berhenti sejenak, melihat ekspresi terkejut di wajah Loki dan Aiz.

"Dalam mitologi Yunani di duniaku, Zeus memiliki banyak anak demigod dari hubungan ini. Kebanyakan dari anak-anak itu dia telantarkan. Mereka harus hidup sendiri, menghadapi dunia yang sulit tanpa dukungan dari ayah mereka," lanjut Shirou, suaranya terdengar sedikit getir saat menceritakan mitos yang begitu terkenal di dunianya.

Loki ternganga mendengarnya. "Zeus... seperti itu di duniamu?" tanyanya, terkejut dengan apa yang baru saja didengar. "Zeus yang aku kenal di sini memang mesum, tapi dia tidak pernah memaksa wanita untuk berhubungan dengannya. Seberapa buruk pun dia, Zeus di sini tahu batasannya."

Shirou hanya mengangguk pelan. "Itulah kenapa aku sedikit lebih waspada. Dewa-dewi di duniaku memiliki kekuatan besar, tapi mereka juga bisa egois dan tidak memikirkan dampak dari tindakan mereka terhadap manusia," jelasnya.

Loki mengangguk, mulai memahami dari mana keraguan Shirou berasal. "Aku mengerti sekarang. Dewa-dewi di sini tidak semuanya baik, tapi aku bisa yakinkan, kami tidak seburuk cerita yang kau dengar itu," katanya dengan nada yang lebih lembut. "Tapi tetap saja, aku paham kenapa kau ingin menjaga jarak."

Setelah merenung sejenak, Loki tersenyum dan menatap Aiz. "Baiklah, kalau begitu, aku akan menyuruh Aiz yang menemaniku seperti biasa di pesta nanti. Kau tidak perlu khawatir, Shirou."

Aiz mengangguk dengan tenang, sementara Shirou merasa sedikit lega. "Terima kasih, Loki. Aku rasa itu pilihan yang lebih baik," jawab Shirou dengan senyum tipis. Meski masih menyimpan kewaspadaan, setidaknya dia tahu bahwa Loki bisa memahami perasaannya.