Chereads / My Identity Secret Story [MISS] / Chapter 5 - 4. Berbelanja Pakaian Wanita

Chapter 5 - 4. Berbelanja Pakaian Wanita

- Chapter 4 -

Sesampainya di suatu mall. Kami menuju ke salah satu restoran makanan Jepang yang direkomendasikan oleh Zien. Untungnya ditraktir Zien, jadi aku tidak perlu memikirkan harganya dan memesan banyak makanan dan minuman yang kumau sesukaku.

Setelah makan siang, kami menuju ke toko pakaian untuk memilihkan dan membeli pakaian perempuan untukku.

"Nggak harus pake pakaian cewek kan? Lagian gua lebih suka make kaos jaket celana kemana-mana. Dan pakean kek gitu juga universal, cewek juga banyak yang make" ucapku.

"Ya memang. Nanti kau juga bisa membelinya untuk pakaian sehari-hari. Tapi kau juga tetap butuh pakaian wanita" ucap Zien. "Lagipula.. Kau tidak ingin mencoba pakaian wanita mumpung tubuhmu sudah menjadi perempuan?" senyum jail Zien. "Banyak pakaian bagus. Aku aja penasaran ingin mencobanya jika aku wanita"

"Lu aja sono yang jadi cewek kalo pengen nyoba pake baju cewek" ucapku menatap sinis Zien.

"Sayangnya aku tidak bisa dan tidak akan merubahnya" senyum Zien.

"Kalo gitu kenapa ngubah gua jadi cewek?!" ucapku mulai kesal.

"Karena kau bisa diubah soalnya memang perlu dioperasi. Kalau aku tidak, kecuali aku yang berada di posisimu waktu itu" jawab Zien sambil memilih-milih pakaian wanita untukku. "Apa kau mau coba pakai mini dress?" tanyanya kemudian.

"... Lu nyebelin emang. Harusnya lu aja yang di posisi gua biar lu yang jadi cewek" ucapku bete. "Ogah" jawabku.

"Hm. Baju ini sepertinya cocok untukmu. Aku akan belikan yang ini" ucap Zien sambil menunjukkan mini dress selutut bewarna ungu tua dan hitam.

Bajunya mungkin lumayan bagus dan terkesan elegant untuk wanita, tapi kalo gua yang harus make, tetap rasanya ogah. "Biar gua yang milih pakaian untuk gua sendiri" ucapku sambil menuju ke deretan gantungan baju yang lain.

"Oke. Pilih saja sesukamu, aku akan belikan jika kau mau" ucap Zien sambil lanjut memilah pakaian untukku.

((Baju cewek emang banyak yang bagus sih. Jujur gua juga penasaran make baju cewek, terutama sekarang badan gua udah jadi cewek. Jadi kayaknya nggak masalah untuk make baju cewek)) ucap batinku sambil memilah pakaian. "Tapi harganya gilaa. Mahal-mahal bener cok! Jangankan yang emang bentuknya unik desainnya mewah. Bahkan yang padahal cuma kaos gini doang bisa ampe 300ribu lebih" ucapku merasa hopeless dengan jiwa miskin yang bergetar.

Aku melihat-lihat baju terutama jaket-jaket yang menurutku bagus. Ada yang model untuk wanita, ada juga yang universal, dan cenderung untuk laki-laki.

"Udah ketemu baju yang kau ingin beli?" tanya Zien tiba-tiba dari arah belakangku.

"Aa.." Aku lalu menoleh dan kulihat sudah ada beberapa gantung pakaian wanita yang digantung di tangannya. "Buset!!" ucapku kaget.

"Aku memilihkan beberapa pakaian yang bagus dan cocok untukmu. Aku tidak tau yang mana seleramu jadi aku akan membelikan semuanya. Atau kau mau memilih lagi diantara pakaian ini?" tanya Zien sambil menunjukan beberapa pakaian di tanganya.

"Terserah lu aja. Gua males milih" ucapku lalu melihat ke arah jaket-jaket dan kaos yang terlihat universal.

"Kau mau yang itu? Baiklah akan aku belikan untukmu" Zien pun mengambil beberapa jaket yang sempat kulihat dan kuinginkan. Juga beberapa kaos, hoodie, dan pakaian di sekitar itu untukku. "Masih ada lagi yang kau inginkan?" tanya Zien lalu ia memasukkan pakaian-pakaian tersebut ke dalam keranjang belanjaan.

"... Celana? Sepatu?" ucapku dengan pose berfikir.

"Berapa ukuran pinggangmu? Dan kakimu?" tanya Zien.

"... Gak tau. Dulu sih sepatu 40" jawabku. Tapi aku merasa tubuhku sedikit lebih kecil ketika menjadi perempuan.

Kami pun menuju tempat celana. Aku merasa ukuran pinggangku dengan Zien tidak begitu jauh karena celananya muat, walau sedikit terasa longgar untukku. Jadi aku menyesuaikan dengan ukuran pinggangnya hanya saja satu atau dua ukuran lebih kecil menyesuaikan bentuk celana. Atau memilih diantara ukuran M dan L. Selain celana, Zien pun ternyata juga memilihkan dan mengambil beberapa rok untukku. Aku pun hanya bisa pasrah membiarkannya membelikan untukku.

Kemudian kami menuju tempat sepatu. Ternyata ukuran yang pas untukku sekarang adalah 39. Aku memilih sepatu sneakers, kets olahraga, dan untuk futsal. Zien pun juga memilihkan dan membelikanku high heels, wedges, dan boots. Katanya agar bisa digunakan untuk jalan dan acara formal.

Setelah itu aku melihat ke tempat aksesoris seperti topi dan tas. Aku mengambil masing-masing dua topi dan tas terutama yang bewarna hitam, dan putih. Zien pun juga memilih untuk menambahkan dan membelikannya. Ditambah ia juga membelikanku aksesoris lain seperti kalung dan gelang. Entah kenapa seperti ia yang justru sangat bersemangat membelikanku sesuatu dan ingin menjadikanku layaknya 'perempuan'.

Lalu selanjutnya kami ke toko pakaian dalam wanita. Aku melihat kumpulan beberapa bh, celana dalam wanita, bikini satu set, dan sejenisnya. "Ini.." entah kenapa aku merasa malu untuk masuk ke tempat ini, apalagi hal ini ditunjukkan untukku untuk memilih dan memakainya nanti. "Lu aja yang pilihin buat gua Zien, gua gak mau" ucapku menolak memasuki wilayah tempat itu.

"Kau tetap yang harus memilih untuk kau pakai. Ini kan untukmu. Justru akan terasa aneh jika hanya aku yang masuk sendiri untuk membelikannya untukmu" ucap Zien. "Lagipula aku juga tidak tau berapa ukuranmu"

"Argh. Shit" ucapku. Aku pun masuk ke dalam wilayah toko pakaian dalam wanita tersebut. Lalu melihat-lihat bra untuk kubeli. Banyak pakaian dalam yang menarik, mungkin aku akan suka melihat wanita memakai pakaian-pakaian dalam ini. Tapi mengingat ini untuk kubeli dan kupakai sendiri, ada perasaan malu yang sulit dikatakan.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya karyawan di tempat tersebut.

Aku sedikit tersentak dan menoleh. "Ah.. Em.. Anu.. Saya ingin membeli bra, tapi nggak tau ukuran yang cocok.." ucapku ragu.

"Oh sini biar saya ukur. Bisa lepas dulu jaketnya?" ucap karyawan tersebut dengan sopan. Seorang wanita muda sekitar umur 28 tahun.

Aku dengan ragu akhirnya melepaskan jaket. Wanita itu pun mengambil meteran dan mengukur lingkar dadaku. "Mba nya nggak pakai bra ya?" tanyanya ketika mengukur dan merasakan meterannya menyentuh depan putingku.

"I.. Iya" ucapku ragu. Pipiku sedikit memerah karena dada disentuh wanita lumayan cantik, sekaligus karena ada rasa canggung dan malu bercampur jadi satu.

Kemudian ia mengukur lingkar bawah dadaku. "Ukuran kakaknya untuk branya cocoknya yang 36B atau 34C juga bisa" ucap karyawan itu tersenyum sembari melepas meterannya dari mengukur lingkar dadaku. "Mau cari jenis bra yang seperti apa?" tanyanya.

"Aa.. Itu" Aku melirik ke Zien sekilas yang sedari tadi memperhatikanku. "Mungkin yang nyaman untuk sehari-hari dan yang.. Sport bra?" ucapku sembari memakai jaketku kembali.

"Oh kalo untuk yang sport bra disebelah sini kak" Karyawan itu pun menunjuk ke arah sisi kanannya. "Silakan"

"Oh terimakasih" Aku pun melihat ke arah kumpulan sport bra tersebut.

"Saya tinggal dulu ya kak. Kalo ada yang ingin ditanyakan lagi panggil saya aja nanti" ucap karyawan itu, lalu ia melayani costumer lain.

"Ada bra yang kau tertarik?" tanya Zien mendekat ke arah kupingku.

"Gak tau. Gua nggak pernah masuk ke tempat toko pakaian dalam wanita sebelumnya" ucapku. "Ada saran yang bagus?"

"Aku tertarik melihatmu memakai beberapa jenis bikini disini" ucap Zien sambil melihat ke arah bikini dan bra yang seksi.

"Otak mesum. Gua juga ogah make bikini di depan lu" ucapku sambil melihat ke arah Zien.

"Kalau kau bingung, biar aku yang pilihkan untukmu" ucap Zien tersenyum. Tetapi senyumnya entah agak sedikit terasa mencurigakan.

((Entah kenapa feeling gua rada nggak enak)). "Biar gua aja yang milih dah" Aku mengambil 3 sport bra yang bewarna hitam, putih, dan abu-abu. Lalu dua set pakaian dalam hitam dan putih untuk sehari-hari. Juga beberapa bra yang menurutku terlihat bagus, terutama yang bewarna ungu, merah maroon, biru dongker, dan hitam. Lalu beberapa jenis celana dalam, terutama yang berukuran L. "Dah ini aja deh"

"Oke. Tapi aku juga ingin membelikanmu beberapa" ucap Zien. Lalu ia mengambil beberapa bra lagi, bikini, dan celana dalam untukku dan segera membayarkan itu semua di kasir.

Aku hanya bisa pasrah dan menggelengkan kepala. Terutama melihat semua kantung belanjaan yang dibawa oleh Zien setelah belanja. Yang kupikirkan ketika melihat itu semua ((Abis berapa puluh bahkan ratus juta tuh cuma buat beliin pakaian buat gua?!)) ucap batinku merasa tercengang. Jadi terlihat seakan aku adalah cewek matre yang menguras dompet cowoknya, padahal sebagian besar kebanyakan adalah pilihan pakaian dia untukku dibanding yang kupilih sendiri untuk dibeli. Sedangkan aku hanya membawa sedikit kantung belanjaan, terutama isi pakaian yang kupilih sendiri. Walaupun yang kupilih bisa sampai berapa juta, tapi mungkin hanya seperlapan persen dari total semua belanjaan ini.

"Abis ini mau langsung balik atau kemana dulu?" tanya Zien sambil kedua tangannya membawa tumpukan kantung tas belanjaan.

"Lu nggak beli pakaian buat lu sendiri?" tanyaku heran.

"Gampang aku bisa beli kapan saja jika aku menginginkannya" jawab Zien.

"Dasar orang kaya.." gumamku sedikit sinis. "Tapi makasih udah mau beliin sebanyak ini untuk gua" ucapku kepada Zien.

Zien tersenyum. "Sama-sama. Aku senang kalau kau senang" ucapnya.

Entah kenapa rasanya pipiku sedikit merona, lalu aku mengalihkan pandanganku menatap jalan di depan. "Kalo gitu langsung pulang aja. Belanjaannya juga udah cukup banyak. Kasian duit lu" ujarku sembari berjalan.

"Oke" ucap Zien tersenyum. Lalu kami pun berjalan menuju arah parkiran mobil.

Kami memasuki mobil dan berjalan pulang ke rumah Zien. "Btw keknya lu lebih santai dan kayak udah terbiasa masuk ke tempat pakaian dalem cewek" aku menatap Zien curiga.

"Nggak juga" ucap Zien sembari menyetir mobilnya. "Tapi aku pernah beberapa kali menemani Eva untuk belanja pakaian termasuk pakaian dalam. Jadi aku mungkin mulai terbiasa, walaupun awalnya juga agak canggung untuk masuk sepertimu" jelasnya.

"Oh.." ucapku menyenderkan badan ke bangku. "... Wait. Lu sering nemenin Eva beli pakaian dalem?!" aku kembali menegapkan diri sembari menoleh ke Zien. "Jangan-jangan kalian berdua juga dulu udah sering.." aku menggunakan isyarat gerakan tangan untuk membentuk tanda 'itu'.

Zien mengerem mendadak. "Tidak" ucapnya lalu menoleh ke arahku. "Tidak sampai melakukan hal semacam itu. Hanya sekedar tindakan hubungan pacaran sewajarnya pada umumnya" jelas Zien.

"Ciuman?" tanyaku.

"Ya" jawabnya. Lalu Zien kembali menyetir mobilnya. "Kenapa kau penasaran dengan hal itu?" tanyanya sambil melirikku.

"Gapapa sih. Kepo aja" ucapku sambil kembali menyender. "Abis lu bilang sering nemenin dia beli pakaian dalem. Kan pikiran gua traveling"

"Apa kau ingin aku melakukannya denganmu?" tanya Zien sambil menyetir.

"Ogah! Lu homo?!" teriakku reflek.

"Yah.. Meskipun kau aslinya laki-laki, tapi kalau wujudmu sudah berubah menjadi perempuan, jadi mungkin bisa saja aku tertarik itu padamu. Karena yang kulihat saat ini adalah sosok wujud tubuh perempuan, bukan wujud tubuh laki-laki" ucap Zien sambil tersenyum jail melirik ke arahku. "Jadi dapat dikatakan aku normal, tetap tertarik dengan perempuan"

"Lu! ..Agh sialan gua nggak bisa ngelak kalo keadaan fisik gua udah jadi kayak gini!" ucapku menutup wajah kesal dengan sebelah tangan. "Gak. Lu gak normal kalo doyan transgender. Pokoknya lu harus tanggung jawab. Ini semua ulah lu gua jadi cewek begini!" ucapku kesal sembari menyender dan menoleh ke arah Zien.

"Pasti" ucap Zien. "Bukankah aku juga sudah bertanggung jawab dengan membiayai semua ini?" tanyanya dengan senyuman tawa kecil.

"Iyasih.. Tapi.. Ah tau ah!" ucapku sedikit kesal karena omongannya benar, lalu aku menoleh ke arah jendela mobil.

Zien hanya tersenyum sambil menyetir mobilnya. Tak lama kemudian kami pun sampai di rumah Zien.

Zien pun membawakan semua barang-barang belanjaan tadi ke kamarku. "Silakan kalau kau ingin mandi dan mencoba barang-barangmu" ucap Zien. Kemudian ia keluar dan menutup pintu kamarku.

Aku melihat tumpukan tas belanja di atas kasur dan juga lantai. "Banyak banget gilaa. Belanja apaan aja ini? Beneran mau buat ngisi penuh lemari kosong atau gimana?" ucapku sembari membuka tas belanjaan dan melihat isi pakaiannya. Ku akui pakaiannya memang bagus-bagus dan harganya lumayan mahal.

"Gua daripada ngabisin duit segini banyak cuma buat beli pakaian doang, mending buat beli hp baru, laptop gaming, sama motor baru dah. Atau sekaian mobil" ucapku hopeless.

"Gila. Zien bener-bener.." bahkan dia pun juga membelikan pakaian yang mewah dan elegant, yang lumayan seksi, dan termasuk bikini yang cukup menggoda. "Gua baju ginian mau pake kemana anjir? Dikata gua mau konser macem Blekping?!!" ucapku rada kesal tapi nggak terlalu kesel karena dia yang bayar.

"Tau ah. Mending gua mandi" gumamku. Aku pun mengambil pakaian dalam, baju kaos putih, dan celana pendek hitam baru. Kemudian masuk ke kamar mandi untuk mandi.

Setelah mandi aku memakai bh dan celana dalam baru ku. "Ternyata nyaman juga.." ucapku. Lalu aku melihat diriku di cermin. "Tidak buruk juga ternyata" sembari memandang tubuhku yang ternyata oke juga memakai ini. Kemudian aku memakai baju dan celanaku.

Aku keluar dari kamar mandi. Lalu terdengar suara ketukan pintu kamar. "Masuk aja. Nggak dikunci" ucapku.

Zien pun membuka pintu. "Sudah selesai mandi?" tanyanya. "Aku sudah menyiapkan makan malam. Turunlah" ucapnya. "Dan.. Ada seseorang yang ingin kukenalkan padamu"

"Oke. Hah? Siapa tuh?" tanyaku penasaran.

To be continued..