CHAPTER 6: My 38.25 cm shoe
Pada akhirnya dia didatengin sama sekretaris dari yang punya perusahaan dan mereka akhirnya cekcok kenapa kok gak boleh buka toko bunga. Terus kata sekretarisnya katanya pemilik atau bos nya itu gasuka sama bunga bahkan benci banget, jadi kalau bisa dimana-mana jangan ada bunga.
"Hih... ngeri banget, bukannya selamatin orang malah doain toko lo tutup thal..." Irena yang sedang duduk di café Athalia menjawab cerita temannya itu. Jangankan Irena, bahkan Athalia pun juga tidak percaya ada orang seperti itu di dunia ini.
Keduanya sedang berbincang di toko Athalia yang relative cukup rame di jam makan siang ini, banyak sekali pengunjung, Athalia sedang beristirahat saat temannya itu datang untuk makan siang sebelum kembali ke rumah sakit.
"Lo ngeri apalagi gue, gitu orangnya bisa tau lagi ukuran kaki gue Ren." Jawab Athalia yang sembari menatap kearah tokonya, "Gitu pakai acara ngilang lagi."
"Lo yakin malam itu lo gak lihat mahluk halus Thal? Mana ada orang dateng bawa sepatu terus ngatain toko lo terus ngilang kalau enggak hantu?"
"Siapa juga yang percaya kayak gitu, gue yakin orangnya manusia Thal, mana ada mahluk halus bawa sepatu, nih –" sambil menyodorkan kakinya –" buktinya gue masih pakek flat shoesnya."
"Barang gaib dari hantu lo pakai Thal..." Irena menatap temanya itu dengan kasian, "Kalo lo udah bosen jomblo, bilang Thal... gue cariin pacar biar lo nerima barang dari manusia, bukan hantu. Gue bisa bantu thal... jangan lo pilih jalan kayak gini thal."
Athalia yang menatap temannya itu dengan kesal.
"Lo pikir gue gila apa? Sungguhan gue ngeliat pakai mata sendiri gue manusia kok."
"Lo bahkan gatau mukanya seperti apa? Katanya orangnya pakai hoodie kan? Rambut hitamnya kelihatan terus sepasang manik cokelat sama orangnya pakai masker hitam? Itu bener ciri-ciri hantu."
"Ganteng orangnya."
"Wah... kalau itu jelas bukan hantu Thal... ternyata malaikat, kalo lo ketemu lagi minta nomer telponnya gue deh yang gantiin lo."
"Dasar... barusan kemarin ketemu kak Mikael aja sudah siap nikah adat apapun, malah koleng sama hantu." Decih Athalia menatap nasib temannya.
"Ah... sudahlah daripada mikirin orang gak jelas."
"Kalo emang lo ketemu sama orangnya lagi gimana?'
"Ya, gue mau tanya lah. Tau darimana size sepatu gue, model yang gue suka juga lagi..." Athalia menatap sepasang flat shoes yang ia kenakan. Perempuan itu masih tidak yakin dengan apa yang terjadi malam itu. Hal yang tidak bisa ia lupakan dan tentunya sangat berkesan itu lengket di otaknya. Apalagi saat menatap sepasang sepatu tersebut, rasa ingin menggunakannya tidak dapat terhindar.
Masa iya gue dipelet sama orang? Batin Athalia.
"Secret Admirer?"
"No... my shoes size is impossible."
"Emang siapa aja sih yang tau ukuran sepatu unik lo, size 39 itu memang besar sih buat cewek tapi getting an exact 38,25 cm itu memang gila si. Custom made shoes."
"Orang tua gue, kak Jeff and kak Mikael, you and –" Athalia langsung terhenti.
"And?"
"Laskar."
Past Tense
Mengingat kenanganya waktu kelas 11 dulu, sekolahnya mengadakan out bound, dan perempuan itu semangat untuk mengikuti acara tersebut karena annual event yang diadakan oleh sekolahnya, pikirlah seperti event capture the flag dari film percy Jackson, semacam outbound seperti itu, namun dikurangi dengan kekuatan supernya. Sayang sekali, Athalia tidak mendapatkan kelompok bersama dengan Irena tapi dirinya mendengar teriak satu timnya yang kaget pada saat tau Laskar Alwandra masuk di tim outbound mereka.
Perempuan itu memandangi lelaki yang sangat segani oleh banyak sekali orang. Mereka meneriakan sorakan kemenangan dan tim lain yang memikirkan strategi untuk memenangkan outbound. Athalia memandangi lelaki itu dengan diam, dan tidak sengaja tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat sebelum Athalia membalikan badannya. Ia pergi ke tempat lain untuk mempersiapkan acara tersebut.
Annual event capture the flag adalah acara tahunan sekolah mereka. Tentunya aka nada banyak acara lari-lari dan tentunya membutuhkan strategi untuk memenangkan outbound tersebut.
Dari dulu memang Athalia, tidak suka ikut. Tapi hidup cuman sekali, kalau tidak mencoba tentunya akan menyesal dikemudian hari. Jadi daftarlah dirinya menjadi salah satu pemain outbound tersebut.
Ia selalu mengetahui mengapa setiap tahunnya adanya annual ini, akan ramai ditonton, karena the rising starters a.k.a orang unggul di bidang seperti ini. Kak Mikael dan Jeffry adalah alumni sekolahnya jadi tentunya dirinya tau jelas kenapa event tersebut sangat penting dan Tahun ini, the rising startersnya adalah Laskar.
Tapi tentunya seorang Athalia Ilerina tidak membaca ataupun bahkan memikirkan, permainan apa yang akan ia mainkan.
"Oke... semua sudah jelas kan planningnya gimana?" Laskar menanyakan kepada timnya, dan semua mengangguk.
"Eh gimana pembagian timnya terus?"
"West side, dipimpin sama Jevano, kalian ambil ahli untuk pertahanan samping jangan sampai bendera kita diambil oleh tim manapun. Itu juga berlaku untuk East side yang bakalan di lead sama Haekal. Got it?"
"Oke Siap."
"North, upfront, dimpimpin oleh Reyhan kalian bagian pertahanan dari kita, kalau bisa anything dari mereka yang terlihat mencurgaikan langsung lapor pakai walkie talkie kita, ingat ini cuman permainan jangan sampai terluka."
"Got it."
Athalia yang masih terdiam merasa dirinya tentunya salah pilih untuk ikut sport ini. Diam-diam mengangkat tangannya, menarik perhatian semua timnya.
"Eh... aku gatau aku di tim mana?"
"Nama?"
"Athalia –"
"Lo ikut gu –" Sebelum salah satu dari pemimpin tadi berkata apapun Laskar memotong perkataannya membuat Athalia terdiam.
"You're with me. Our job is to capture the flag. Simple right?"
Oh tentunya tidak simple teman-teman. Mana tau, perempuan itu harus setengah mati berlarian kesana kemarin seperti dikejar. Kakinya ingin copot rasanya, sialan Irena ngomong capture the flag gak ada lari - lari, batin Athalia dengan kesal, Awas lo Ren, gue jitak baru tau rasa.
"Lo gak pernah lari-lari gini?" Athalia yang tadinya tidak sanggup untuk lari-lari akhirnya menatap lelaki di depannya yang sama sekali tidak mengluarkan sedikit pun keringat. Menatapnya dengan lembut.
"You think?"
"Terus lo ngapain, pakai ikut daftar this outbound?"
"Is there a problem with trying something new?"
"No. But if I were you I check with what I'm going through."
"Yah well thanks, for the head up, appreciate it." Dengus perempuan itu dengan kesal. Tapi memang Laskar benar, dirinya memaksa dirinya untuk keluar comfort zone nya. Perempuan itu berdiri tapi merasakan sedikit kesakitan. Dirinya langsung tertunduk kesakitan. Laskar yang menatap perempuan itu langsung mendekati perempuan itu dan menarik kakinya perlahan.
"You're hurt," jawabnya dengan lembut.
"Mau gue cariin sepatu baru?" Tanya laki-laki itu dan Athalia menatapnya dengan senyuman.
"Thank you, but I have trouble with shoe sizes. Gue gak sebegitu cocok beli di tempat gini."
"Apa, Kenapa? Kualitas nya jelek? Dicoba dulu Athalia, kan cuman sepatu nanti daripada kaki kamu lecet lagi, it's going to scar," Laskar yang kaget dengan ucapan Athalia, menceramahi perempuan itu. Lantas hanya mempermasalahkan sepatu saja perempuan itu tidak ingin membeli di toko yang memang bukan branded.
"No! I mean... kaki gue, sizenya memang ga mungkin muat las...I have a unique shoe size of 38,25cm," Perempuan itu kaget mendapat ceramahan dari lelaki itu. Tidak mengetahui kalau memang kaki Athalia sedikit picky dalam menggunakan sepatu, karena jika tidak pas dengan kakinya maka lecet-lecet merah akan menghias kakinya.
"Lo serius ini."
"Seserius itu Las,' Tawa kecil keluar dari mulu perempuan itu, "Ya ini alasan gue juga lecet kakinya, emang kalau sepatu harus custom, untung bisa custom kalau enggak ya pakai sandal jepit selamanya."
"Lo lucu juga ya," Lelaki itu manatap ke perempuan itu.
"Mana ada orang yang spesifik gitu Athalia."
"Me, Laskar. Makanya plis jangan banyak ngomong sudah kasih balik sepatu gue." Perempuan itu ingin mengambil balik sepatu yang telah dipegang oleh Laskar, tapi sebelum dirinya bisa meraih sepatu tersebut. Laki-laki itu menunduk di depanya.
"Ayo, gue gendong aja."
"HEH, GAUSA."
"Ayo sudah Thal.... Kaki lo sudah kecapean, masa mau kesiksa pakai sepatu ini lagi."
"Laskar berdiri, gausa.... Kotor celana lo di tanah –" perempuan itu juga akhirnya turun selevel dengan pandangan lelaki itu.
"Athalia Ilerina, get on my back."
"Laskar, stop it."
"Thal.... You have a beautiful pair of feet yang bakalan bantu lo jalan to many beautiful places in this world. Please take care of it for me because there's a long way ahead for us to walk, and I want you to be as comfortable as possible."