Unwanted Bond (SasuHina) 16
by
acyanokouji
All Naruto's characters are belong to Masashi Kishimoto.
Saya cuma pinjem doang, kok. Selamat membaca.
Warning: Super OOC, gaje, typo(s), crack couple, bosenin, alkohol dan lemon!
.
.
TOK TOK
Pintu ruang kerja Sasuke terbuka, seorang laki-laki berambut kuning terang menyembul. "Sasuke, Tuan Houzuki sudah datang," kata pria itu.
"Baiklah, aku akan segera menyusul, Naruto." Sasuke berdiri dari kursi kerjanya. Ia merapikan kemeja, mempererat dasi di lehernya. Lalu, ia mengikuti Naruto menuju pintu depan pabrik.
"Selamat datang di pabrik kimino Hyuuga, Tuan Houzuki!" Sasuke menyambut seorang pria berambut putih kebiruan. Pria tersebut tersenyum menampilkan deretan gigi-giginya yang runcing.
"Tidak perlu formal begitu. Panggil saja aku Suigetsu, Sasuke?" Suigetsu menaikkan sebelas alisnya. "Aku yakin Karin sudah memperkenalkanku padamu, 'kan?"
Sasuke mengangguk. "Tapi, urusan pekerjaan tetap pekerjaan 'kan, Tuan?" Sasuke mengulurkan tangannya. "Mari, saya antar berkeliling."
Sasuke mengenalkan Suigetsu, seorang investor muda, pada sistem operasional pabrik kimono keluarga Hyuuga yang dipimpinnya. Setelah melihat-lihat, Suigetsu yakin untuk membeli saham di usaha Hyuuga. Seperti yang dikatakan oleh konsultan keuangannya, Karin Uzumaki, perusahaan Hyuuga adalah salah satu usaha yang menjanjikan.
"Aku putuskan untuk memberi suntikan dana. Desain dan proyek kimono musim dingin kalian juga menjanjikan." Suigetsu menghentikan langkahnya. "Tapi aku tidak ingin membicarakan kontrak kerja di sini. Bisakah kalian mencarikan restoran yang tepat untuk bicara dan siap-siap makan siang?"
Sasuke dan Naruto saling berpandangan sebentar. Lalu, pria kuning terseyum dengan berbinar. "Tentu saja, Tuan! Saya tahu restoran yang bagus!"
Naruto mengantar Suigetsu dan Sasuke ke sebuah restoran ramen tersohor, Ichiraku. Sayangnya hari ini Ichiraku tutup karena pemiliknya sedang berlibur. Naruto gugup saat melihat raut kesal Suigetsu.
"Ah, dua gedung dari sini ada restoran mewah yang menjual makanan Jepang, Tuan. Mu-mungkin kita bisa berjalan ke san?" tawar Naruto. Suigetsu menghela napasnya.
"Baiklah." Suigetsu memberi kode pada supir pribadinya untuk menunggu mobil di pinggir jalan, khusus tempat parkir. Selanjutnya Naruto, Suigetsu, dan Sasuke berjalan ke arah utara. Kiri kedai Ichiraku, menuju restoran mewah yang terhalang dua gedung.
"Sasuke?" Naruto menatap Sasuke yang tertinggal. Atasannya itu berhenti di sebuah kafe, tepat sebelum gedung restoran yang mereka tuju. "Kau kenapa?"
Panggilan Naruto membuat Sasuke tersadar. Ia pun menoleh pada Naruto dan Suigetsu yang dua langkah di depannya. "Ah, maaf. Aku hanya merasa melihat kenalan." dengan kedua tangan terkepal di dalam saku celana, Sasuke kembali berjalan mengikuti Naruto dan Suigetsu.
.
.
Hinata kembali ke rumah setelah jam makan siang. Ia cukup lama menghabiskan waktu di kafe. Setelah menghabiskan katsu yang jadi sarapan dan makan siangnya, Hinata tidak segera pulang. Ia mampir ke sebuah toko buku samping kafe dan membeli satu buku novel.
Hinata memasukkan kunci ke lubang pintu, memutarnya hingga kunci pintu terbuka. Hinata masuk ke dalam kamar, menutup pintu dan mengunci pintu tersebut tanpa mencabut kuncinya.
"Apa kau bersenang-senang, Hinata?"
"Oh shit!"
Hinata menegang ketika mendengar sebuah suara dari dalam kamarnya. Tas jinjing isi buku novel terjatuh karena ia terkejut. Hinata mengambil bungkusan novel, ia berbalik. Benar saja, Uchiha Sasuke sedang bersandar pada lemari bajunya.
"Bagaimana kau bisa masuk kamarku?" Hinata menaruh novel baru dan tas selempangnya ke atas meja rias. Padahal aku sudah menghilangkan kunci cadangan yang aku berikan.
"Itu tidak penting."
Tidak penting katanya? Alis Hinata mengernyit, menatap Sasuke yang juga menatap dingin padanya. Apa-apaan suaranya? Kenapa berat dan dingin begitu?
"Tentu penting. Kau menganggu privasiku, Sasuke!" Hinata kembali berjalan menuju pintu kamar. "Sebaiknya kau keluar. Aku butuh tidur sebelum pergi bekerja." Hinata memutar kunci, membuka pintu yang mengisyarakat Sasuke agar segera pergi.
Sasuke berjalan mendekat. Ia melewati Hinata dan meraih gagang pintu. Bukannya keluar, Sasuke malah mendorong pintu agar kembali tertutup. Sebuah suara terdengar, Sasuke mengunci pintu kamar lagi.
"Kau apa-apaan sih?!" kesal Hinata.
"Kutanya,,, apa kau bersenang-senang, Hinata?" Sasuke mendorong Hinata hingga punggung perempuan itu berbenturan dengan pintu kamar. Hinata meringis, ia menatap Sasuke dengan pandangan tidak mengerti.
"Aku melihatmu bersama si anjing di kafe." kata Sasuke.
"Oh." Hinata mengerti keadaannya. "Bukan urusanmu aku bersenang-senang atau tidak."
Hinata berjalan dengan santai, melewati tubuh Sasuke. Namun, tiba-tiba lengannya ditarik paksa hingga ia kembali berbenturan dengan daun pintu. Kali ini cukup keras, membuat Hinata merasa sakit.
"Aduh! Apaan sih, Sasuke?! Kau menyakitiku!"
"Bukankah sudah aku bilang, tidak ada sentuhan laki-laki lain!" Sasuke mengunci pergerakan kedua tangan Hinata. Ia menyudutkan Hinata, menatapnya tajam. "Jadi, sebulan ini kau bersikap kekanakan dengan menjauhiku dan kembali bermain dengan pria anjing itu?"
"Aku tidak bersetubuh dengannya, sialan!" Hinata balas menatap nyalang Sasuke. Tidak suka dituduh begitu. Selingkuh? Heh, Hinata bukan perempuan yang begitu! Ia menjunjung sebuah ikatan meskipun ikatan itu bukan sesuatu yang benar.
"Dan apa? Aku kekanakan? Haha. Ya, aku memang anak-anak. Adik kecilmu yang kau kenalkan pada si setan merah sialan itu!" lanjut Hinata. Mendengarnya Sasuke mengernyit tidak mengerti. Setan merah siapa?
"Aku melihatnya. Si anjing menyentuh tanganmu, 'kan? Kalau bukan sentuhan, apa namanya?"
"Mungkin kau buta. Itu jelas sentuhan seorang sahabat yang akan berpisah. Memangnya kau pikir aku perempuan apaan mau disentuh di depan umum?!"
Berpisah? Apa maksudnya?
"Kalau begitu, kenapa kau menjauhiku selama sebulan ini?" Hinata membuang mukanya. Dengan cepat Sasuke menarik dagu Hinata agar menatapnya. Sasuke menaikkan sebelah alisnya, menuntut jawaban.
"Tsk. Kau terus mencurigai aku dan Kiba. Lalu, kau dan Karin itu apa? Jangan kau pikir aku tidak tahu kalau kalian berkomunikasi setelah bertemu di Osaka, ya!" Hinata berdecak sebal. Ia menjelaskan dan bertanya di saat yang bersamaan. Bicaranya cukup cepat dan penuh tekanan. Kekesalannya sebulan ini sudah tercurahkan.
Sasuke melonggarkan pegangannya pada kedua tangan Hinata. Pandangannya menunduk. Jadi, semua ini karena dirinya?
Sasuke balik menatap Hinata yang masih memandangnya. "Aku dan Karin hanya membicarakan pekerjaan. Dia seorang konsultan keuangan. Dia mengenalkan banyak investor padaku. Dia juga sepupu Naruto, teman dan orang kepercayaanku di kantor. Kami tidak membicarakan apa-apa lagi selain kerjaan, Hinata."
Sasuke menjelaskan dengan panjang lebar. Ini adalah kesalah pahaman. Ia dan Karin sudah tidak ada apa-apa sejak sembilan tahun yang lalu, atau mungkin lebih. Bahkan sebenarnya mereka mungkin belum ada apa-apa sejak dulu. Hanya beberapa kali mencoba berkencan yang sudah pasti gagal.
"Kalau begitu, kenapa kau tidak menjelaskannya padaku?" Hinata bersidekap. "Kau juga malah memanggilku anak kecil sepulang dari festival hanabi!"
"Kau memanggilku pantat ayam juga!"
"Itu karena kau memanggilku anak kecil lebih dulu!!"
Sasuke berdecak. Hinata memang orangnya tidak mau kalah. Mereka bertatapan, tersirat kekesalan di kedua mata masing-masing. Sasuke memerhatikan wajah Hinata. Alisnya menekuk tajam. Mata amethyst-nya menatap nyalang. Hidungnya mengerut karena alisnya yang mengernyit. Bibirnya sedikit cemberut dengan lipstik peach yang terpoles rapi.
Sasuke kembali beralih pada mata Hinata. Pandangan perempuan itu sedikit turun, menatap bibir Sasuke. Sedetik kemudian, keduanya kembali mengunci pandangan masing-masing. Sepuluh... Dua puluh... Tiga puluh detik.
"Hmph!"
Keduanya menyatukan bibir mereka dengan kasar. Mereka bertubrukan, sedikit memberikan rasa nyeri pada gusi mereka. Tapi mereka tidak peduli, ciuman itu berlanjut, lebih kasar, lebih bergairah. Tangan Sasuke memeluk Hinata erat, sedang Hinata mengalungkan kedua tangannya pada leher Sasuke. Kemeja bagian belakang Sasuke kusut karena remasan Hinata.
"Kau membuatku gila, Hinata," kata Sasuke saat ciuman mereka terlepas.
"Kau juga," sahut Hinata. Sebuah senyuman terpatri di kedua wajah mereka. Sasuke menarik Hinata, menggendong dan merebahkan Hinata ke atas kasur.
"Kau tahu, apa yang pasangan lakukan setelah berhari-hari memendam kekesalan?" tanya Sasuke. Tubuhnya berada di atas Hinata. Kedua tangannya dijadikan tumpuan agar ia tidak menindih Hinata yang mungil.
"Apa?" Hinata bertanya, tangannya membingkai wajah Sasuke. Mengelus-elusnya dengan lembut.
Sebuah senyuman tersungging di wajah Sasuke, "bercinta."
Sasuke kembali mencium bibir Hinata. Lebih kasar, lebih bergairah dari sebelumnya. Kali ini tangannya tidak tinggal diam. Ia menyentuh apa yang ingin ia sentuh. Membuka, membuang semua yang menghalangi tangannya bersentuhan dengan kulit Hinata. Setelah tidak ada satu helai kain pun yang melekat di tubuh wanitanya, Sasuke sedikit menjauh. Ia memandang wajah kekasihnya dengan lembut.
"Ayo menggila, Hinata. Bercintalah denganku." selanjutnya tidak ada apapun selain erangan, desahan, dan lenguhan dari keduanya. Cemburu tidak hanya membakar amarah mereka, tapi juga gairah yang selama sebulan ini terpendam.
Pagi harinya Hinata bangun jam enam. Ia membuka matanya perlahan, merasa terganggu karena dering gawainya yang tak kunjung berhenti. Hinata bangkit dari kasur dengan tubuh polosnya. Ia meraih tas selempang dan membukanya.
"Sudah bangun?"
Hinata bisa merasakan sebuah pelukan dan kecupan-kecupan di belakang bahunya. Sasuke ikut bangun rupanya.
"Sasuke, aku musti cek gawaiku. Kau membuatku bolos kerja semalam." Hinata melirik sebal pada Sasuke. Pria itu terkekeh pelan.
"Biar saja. Kau 'kan bosnya. Memang siapa yang akan memarahimu?" Sasuke menjilat cuping Hinata, memberikan gelegar pada tubuh Hinata. Tangan pria itu juga sudah mulai meremas-remas dada Hinata. Membuat wanitanya tidak bisa berkonsentrasi.
"Duh, kau memang tidak sabaran!" Hinata berbalik, ia memukul pelan bahu Sasuke. Pria itu menarik Hinata untuk kembali ke atas ranjang. Tepat sebelum kembali 'tidur', Hinata membaca pesan singkat dari Kiba. Ia menaruh gawainya ke atas meja.
Hinata, aku pergi.
.
.
.
Fin?
.
.
Nope, *wink*
.
.
Hinata keluar kamar mandi dengan jubah mandinya. Ia menoleh pada Sasuke yang masih bergelung di atas ranjang. Hinata berjalan mendekat, ia mengelus pelan surai gelap Sasuke.
"Akhirnya kau kelelahan juga." Hinata tersenyum kecil.
Sasuke selalu menempel padanya sejak hari itu. Seperti sebelumnya, mereka akan berduaan selama di rumah. Sarapan bersama, bermain setelah Sasuke pulang kerja dan sebelum Hinata pergi ke club. Di hari weekend-pun Sasuke akan menemani Hinata pergi ke club. Beberapa kali Ino mengeluh karena Sasuke terlalu mengintil pada Hinata.
Hinata mengecup kening Sasuke. Setelahnya ia berjalan ke meja rias, duduk dan mulai memakai skincare rutinnya. Hinata bersenandung ria sambil mengaplikasikan pelembab ke wajahnya.
TING
Gawai Hinata berdering. Sang empunya menoleh, ada sebuah pesan masuk dari Hidan. Hinata meraih gawainya, membuka kunci layar dan membaca pesan yang masuk. 'Hinata, Kiba sakau.'