Chapter 3 - Bab 2

"Bapak berangkat, ya. Kamu jangan sampai telat ke kampus, jangan bolos mulu. Terus jangan lupa itu kepala kompres pake es batu." Pak Jono berpesan sebelum berangkat kerja sebagai driver online.

"Oke." Kaspian menyahut singkat sembari mengusap benjolan merah di keningnya. Bisa-bisanya dia kalah sepuluh ronde berturut-turut. Ngeri juga jitakan si Vio.

"Lo udah satu minggu nggak masuk kuliah? Kenapa?" Vio bertanya dengan mulut penuh nasi.

"Kata siapa?"

"Kata Pak Jono tadi." Padahal, mana pernah Pak Jono bilang begitu.

"Sakit, ya?" Vio mendesak. Dia ingin tau alasan Kaspian tidak masuk kuliah selama ini. Apa benar karena dirinya?

"Bukan. Kepo lu." Kaspian meraih ponselnya yang bergetar.

"Hallo, Rik. Masuk kuliah gue hari ini. Iya, lagi OTW ini."

Gayanya OTW. Masih ileran gitu. Vio geleng-geleng kepala.

"Gua mau berangkat kuliah. Lo tinggal di rumah sendirian, nggak papa 'kan?" Kaspian berkata sembari berjalan ke kamar mandi.

"Apa boleh gue ikut aja?" Vio tidak mau ditinggal sendirian. Sebenarnya, lebih ke tidak mau membiarkan Kaspian berduaan dengan Erik.

"Mana boleh. Udah, lu tunggu di rumah. Tenang aja, nanti siang gue balik bawain makanan."

Vio memajukan bibirnya. "Ya udah, deh."

***

Setelah Kaspian berangkat, Vio juga tidak tinggal diam di rumah. Dia bergegas pergi mengunjungi tempat kecelakaannya.

Bohong jika dia tidak kepikiran akan hal tidak masuk akal yang menimpanya ini.

"Bang, Abang liat nggak yang kecelakaan kemarin di sini? Yang ketabraknya cewek apa cowok?" tanya Vio pada abang-abang siomay yang mangkal di dekat TKP.

"Cowok, Dek. Itu 'kan kamu!" Abang Siomay menatap Vio dengan heran.

"Eh?"

"Saya loh ikut evakuasi kamu kemarin. Sebagai imbalan, sini saya minta foto kamu buat penglaris." Kang Siomay itu mengambil HP bobanya dan langsung mengambil foto Vio berkali-kali.

Loh loh, kok tiba-tiba minta imbalan? Vio bahkan belum sempat ngomong, tahu-tahu seratus jepretan sudah diambil.

Sebagai bayaran, Vio diberi sebungkus siomay.

.

.

.

Kelas pagi Kaspian telah berakhir. Kaspian beserta teman-temannya bergegas keluar untuk melakukan sesuatu yang telah mereka rencanakan.

Baru saja keluar dari gerbang kampus, Kaspian melihat pemandangan sosok pemuda tampan yang sedang menggigit plastik siomay dikerumuni para mahasiswi.

Kaspian seketika melotot. "Si an*jir ngapain di sini?"

"Kenapa, Kas?" tanya Erik.

Kaspian tak menyahut dan langsung ke bawah untuk menyelamatkan Vio yang hampir ditelan lautan cewek agresif.

"Kyakk! Oppa liat aku oppa!"

"Jang Dong-Yoon oppa! Minta foto!"

"Minta tanda tangan dong!"

"Minta peluk dikit aja! Huhu!"

"Minta karung!"

"Karungin Chanyeol cefat!"

"Gu-gue bukan oppa! Lepas!" Vio merasa tubuhnya hampir copot-copot akibat tarikan nggak ngotak cewek-cewek. Duh, susah banget jadi orang ganteng.

"Pian! Kaspian!" Vio berteriak minta tolong.

Mendengar nama Kaspian, keributan para gadis itu mereda.

"Minggir kalian!" Suara serak Kaspian seketika membuat kerumunan itu bubar kocar-kacir.

"Lari!"

"Awas kena tonjok!"

"An*jir, uke si Kaspian ternyata!"

"Kaspian ..., untung lo dateng!" Vio ngos-ngosan. Banjir keringat. Seluruh bagian kulitnya yang terbuka dipenuhi lipstik bekas cium.

Kaspian menatapnya tajam. "Lu ngapain di sini, hah?"

Agak merungkut Vio melihat tampang galak Kaspian. Aura premannya terasa kental kalau sedang di luar.

"G-gue cuma mau cari udara segar. Sumpek di rumah terus ...."

"Nyari udara segar sampe ke sini? Gila lu yah! Gimana kalo sampe nyasar?"

"Gue gak buta map."

"Lu kira game! Udah, mending lu sekarang balik lagi cepet!" Kaspian berkata sembari mengacak-acak rambutnya. Dia menengok kanan kiri seperti mewaspadai sesuatu.

"Ya udah kalau gitu anterin gue balik--"

"Nggak bisa. Gue ada keperluan. Lu balik sendiri sana." Kaspian merogoh sakunya dan memberikan satu lembar uang pada Vio

"Tapi gimana kalau gue dikeroyok lagi?" Vio cemas-cemas takut.

"Ya makanya cepetan balik! Siapa suruh lu keluar? Nyari masalah aja. Minimal ngaca, muka lu tuh kayak barbie! Bisa habis lu kalau ketemu banci hombreng!" Kaspian menggeleng pelan. Entah bagaimana anak ganteng ini bisa bertahan hidup dengan tampangnya yang minta diculik itu.

"Udah sana balik. Naik taksi, jangan naik angkot," pesannya seraya menaiki motornya. "Erik, ayo cepet!"

.

.

.

"Erik lagi Erik lagi! Sialan lu!" Di sepanjang jalan, Vio mengumpat. Uang yang diberikan Kaspian tidak ia gunakan untuk taksi, sayang, lebih baik digunakan buat beli kolor. Pikirnya.

"Eh, cin! Liat deh tuh lekong, mukanima maharani! Akika jedong mawaria makarena dech!"

"Gilingan! Cucok buat cumi-cumi. Guanteng benyong! Gas ajria ewita!"

Saat melewati kios-kios bekas, Vio melihat ada tiga waria duduk di depan. Melambaikan tangan padanya.

"Ei, ganteng, kemindang?!"

"Ucul, kesindang ajijah! Cus esong!

"Waduh, bahasa planet mana itu?" Vio celingukan. Tak mengerti, dia hanya membalas mereka dengan senyuman.

Namun, seketika para banci itu bersorak kegirangan begitu melihat senyum Vio.

Kelima waria itu bangkit dan berhambur ke arah Vio.

"Akika dulang!"

"Tinta! Akika jugria mewong!"

"Eh eh?! Apaan nih?" Vio sontak lari kocar-kacir.

"Kaspiaaaan!"

"Jengjong kaburiang!!"

***

Kaspian menghentikan motornya di depan gerbang sebuah rumah besar.

"Lu yakin ini rumahnya?" tanya Kaspian. Dia menatap rumah bergaya klasik itu dengan ragu.

"Iya. Gue yakin. Gue masih inget kok," ujar Erik.

Kaspian menarik napas dalam sebelum mendekati gerbang. Belum juga dia menekan bel, ponsel di sakunya tiba-tiba bergetar.

Kaspian mengangkatnya dengan malas. "Hallo?"

[Kaspian! Bocah ganteng lo dicolong banci itu! Cepetan ke sini!] Dari sebrang sana, salah satu teman Kaspian berteriak panik.

"Hah? Bocah ganteng siapa maksud lu?"

[Yang dateng ke sini tadi woy! Cepetan anjir! Keburu habis dia!]

"Vio maksud lu?!" Dengan panik, Kaspian tergesa-gesa menaiki motornya lalu bergegas.

Sementara itu di tempat lain ....

"Lepas ..., lepasin gue!" Vio meronta-ronta seperti ayam disembelih ketika para mahluk bar-bar itu menggotong dirinya ke dalam kios kosong.

"Jengjong tekotek. Indang jengjong sekong."

Salah satu banci itu menyingkapkan bajunya dan meraba perut Vio. Makin kejang saja pemuda malang itu.

"Ih cin, akika sukriya deh."

"Dasar an*jing!" Ditekan oleh mahluk-mahluk kekar ini, Vio tak berdaya. Sungguh pelecehan biadab!

Krieet

Suara pintu kios yang terbuka menginterupsi mereka.

Wajah Vio sumringah. "Kaspi--"

Namun, ternyata bukan Kaspian, tapi masih orang yang dikenalinya.

"Wah, lagi ngapain, nih?"

"Mau join, dek?" salah satu wa*ria menawarkan.

Lelaki tegap itu tersenyum dan berjalan santai ke arah mereka sambil mengayunkan dua bola plastik dengan tali di tangannya.

Lalu setelahnya ....

Tek

Tok

Tek

Tek

Tok

Tek

"Ni orang ngapain lagi malah maen lato-lato an*jir." Vio melongo. Pupus sudah harapannya.