Usia ditenggelamkan oleh waktu
sedangkan waktu diterbangkan sandyakala
sandyakala sendiri timbul tenggelam karena adanya pagi
saat matahari mencuri mimpi dinihari
lalu melepaskannya kepada cuaca
di saat kita merasa tidak baik-baik saja
Raden Soca pasrah saja saat Ratri Geni menggelandangnya pergi dengan kecepatan tinggi. Meskipun masih berada dalam kemarahan hebat karena pengaruh cincin emas hitam, pemuda ini entah kenapa menurut dan patuh saja kepada Ratri Geni.
Ratri Geni mendorong masuk Raden Soca ke dalam perahu kecil yang terhempas hebat ke atas bawah dihantam gelombang raksasa yang sudah tiba dengan suara bergemuruh mengerikan. Pulau Kabut dihantam keras gelombang setinggi pohon kelapa. Ratri Geni memegang dayung mati-matian dan harus mengerahkan seluruh tenaganya. Tubuhnya secara otomatis seperti dialiri oleh tenaga yang terasa seperti air mengalir di aliran darahnya. Diam-diam Ratri Geni menduga tenaga ini berasal dari latihan Samadi Ranu.
Perahu kecil itu seperti terbang saat Ratri Geni mendayung dengan kecepatan tinggi. Raden Soca yang gelagapan segera membantu dengan meraih satu dayung lagi untuk menahan agar perahu kecil itu tidak terbalik saat dihempas oleh gelombang yang datang menghantam secara bertubi-tubi.
Sudut Mata Ratri Geni melihat nenek gila Matamaha Mada dan Ayu Kinasih juga sedang berjuang keras dari gelegak air laut yang mengganas di atas sebuah perahu berukuran sama dengan yang mereka pergunakan.
Setelah berjuang keras beberapa lama, akhirnya perahu kecil yang ditumpangi Ratri Geni dan Raden Soca berhasil lepas dari prahara gelombang dahsyat. Mereka terapung-apung di sisi laut sebelah utara Pulau Kabut yang terlihat berantakan karena terus menerus dihajar oleh gelombang, puting beliung dan petir. Ratri Geni buru-buru meraih Seruling Bidadari Bumi kemudian membuka buku kecil dari Ratu Laut Selatan. Ternyata halaman paling belakang yang terdapat kalimat pendek terlewatkan olehnya.
Untuk menarik amukan Kidung Alun, kau harus menyanyikannya dari belakang.
Buru-buru Ratri Geni meniup Seruling Bidadari Bumi sambil mengerahkan tenaga sakti dari Samadi Ranu dan Maruta serta Sihir Ranu Kumbolo sekaligus. Terdengar lengkingan halus suara seruling yang dinyanyikan oleh Ratri Geni mulai dari bait paling belakang hingga paling depan.
Perlahan-lahan gelombang lautan surut seiring dengan suara tiupan Seruling Bidadari Bumi. Begitu pula angin puting beliung juga mereda seketika. Mendung pekat yang tadinya berkumpul di atas Pulau Kabut juga langsung buyar. Menampakkan kembali langit biru bersih dengan angin semilir yang bertiup sepoi-sepoi.
Raden Soca bengong. Kalau dia memperoleh kedahsyatan dari puncak ilmu Kala Hitam dan Palung Misteri, maka gadis ini mendapatkan sebuah ajaran yang lebih mengerikan lagi dari Ratu Laut Selatan. Gadis ini bisa mengundang unsur-unsur alam dalam jumlah yang merusak dan membahayakan. Namun Raden Soca juga maklum bahwa tidak semua orang bisa melakukan Nyanyian Gelombang itu. Jika tidak memiliki hawa sakti yang sempurna dan juga ilmu sihir tingkatan tertinggi, Nyanyian Gelombang tidak akan bisa menimbulkan akibat sedahsyat yang dilihatnya saat ini.
Pulau Kabut tempatnya dilahirkan luluh lantak. Yang tersisa dari pulau kecil itu hanya bebatuan karang dan sisa puing-puing bangunan benteng dan istana. Pulau Kabut telah lenyap! Raden Soca menghela nafas panjang sambil melepas cincin emas hitam dari jarinya lalu menyimpan di balik bajunya. Pemuda ini berada di antara dua perasaan yang sangat berlawanan. Sedih karena pulau yang menyimpan tembuninya telah hancur tak berbentuk dan hanya tersisa batuan karang. Senang karena itu artinya Panglima Amranutta dan para pembantunya yang sesat tak lagi mempunyai basis kekuatan yang sangat penting untuk berbuat kekacauan lagi.
Namun seketika itu juga Raden Soca mengrenyitkan kening saat teringat akan suatu hal yang ganjil. Para prajurit yang terlihat di Pulau Kabut tadi berjumlah tidak seberapa. Hanya ratusan orang saja. Karena itulah saat Nyanyian Gelombang Ratri Geni mulai mendatangkan gelombang raksasa, badai dan petir, orang-orang di Pulau Kabut cepat sekali kabur menaiki kapal dan perahu. Karena jumlahnya sedikit, proses melarikan diri terjadi secara cepat sekali. Seandainya prajurit Lawa Agung yang berjumlah belasan ribu dan berada di Pulau Kabut semua, tentu proses kabur menggunakan perahu dan kapal berjumlah belasan itu tidak akan terjadi secara cepat. Lagipula jumlah kapal dan perahu yang biasanya ratusan, hanya sedikit saja yang tersisa di pelabuhan.
Hal itu hanya berarti satu hal, kesimpulan Raden Soca menguat. Sebagian besar prajurit Lawa Agung sedang berada di tempat lain! Rasa lega yang tadinya hinggap dalam hati Raden Soca berubah lagi menjadi letupan kecemasan.
Raden Soca melihat sekali lagi pulau tempatnya dilahirkan yang sebagian besarnya telah tenggelam. Pemuda itu menghela nafas sambil memandang sekilas Ratri Geni yang sedang duduk memejamkan mata. Gadis ini sangat berbahaya jika menggunakan Nyanyian Gelombang. Dia harus menjaganya. Jangan sampai gadis sebaik dan selucu Ratri Geni menjadi pembunuh massal secara tak disadarinya. Nyanyian Gelombang bisa mengundang badai, gelombang raksasa, kilat dan petir. Entah apalagi yang bisa diundangnya datang. Yang pasti itu sesuatu yang membinasakan. Raden Soca bergidik. Pertemuan mereka dengan Ratu Laut Selatan ternyata mempunyai akibat yang mengerikan bagi mereka berdua. Pemuda ini meraba cincin emas hitam yang berada di saku bagian dalam bajunya.
Ratri Geni bernafas lega. Setidaknya gelombang raksasa, badai, dan petir sudah lenyap. Diam-diam gadis ini merasa menyesal telah menggunakan Kidung Alun dengan sepenuhnya tadi. Pulau Kabut benar-benar musnah! Satu hal yang disyukuri oleh gadis ini adalah bahwa dia yakin tak seorangpun tertinggal dan menjadi korban malapetaka mengerikan yang baru saja dipicunya. Bahkan perahu yang ditumpangi Matamaha Mada dan Ayu Kinasih juga terlihat meluncur cepat dan menghilang di cakrawala.
"Ratri, kau harus berhati-hati menggunakan Nyanyian Gelombang yang mematikan bagi banyak orang itu. Kau lihat akibatnya, bukan?" Raden Soca berkata halus mengingatkan Ratri Geni.
Ratri Geni mengangguk lemah. Dia berjanji dalam hati tidak akan menggunakan Kidung Alun jika tidak benar-benar terdesak di sebuah pertempuran besar. Ilmu aneh ini terlalu mengerikan untuk digunakan sembarangan. Gadis ini menghela nafas sangat panjang sambil menghela perahu menjauh dari Pulau Kabut yang tinggal sejarah dan kenangan.
Raden Soca tersenyum. Dia tahu gadis yang biasanya ceria dan jahil ini sedang tenggelam dalam perasaan bersalahnya. Lawa Agung yang dipimpin oleh Panglima Amranutta bukanlah kerajaan yang baik dan selalu menimbulkan masalah bagi kedamaian kerajaan-kerajaan lain di daratan Jawa. Tapi menghancurkannya sedemikian rupa, bukanlah pilihan terbaik. Apalagi jika sampai menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar.
Perahu kecil itu meluncur lambat menuju daratan Jawa. Kedua muda-mudi itu tenggelam dalam lamunannya masing-masing. Raden Soca berpikir harus pergi kemana terlebih dahulu untuk menunaikan tugas dari Ratu Laut Selatan. Menyelidiki cucunya yang hilang puluhan tahun lalu atau mencari cupu manik di Pulau Dewata? Satu hal yang menjadi pikiran Raden Soca, apakah Ratri Geni tetap akan menemaninya atau tidak? Pemuda ini sangat berharap bahwa yang pertamalah yang akan terjadi.
---