Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Bara & Hima / Chapter 34 - Bab 34-Lembah Mandalawangi

Chapter 34 - Bab 34-Lembah Mandalawangi

Di hari ketika pagi bersua dengan almanak

dinding hati ternyata tergores onak

melihat kenangan demi kenangan

berhamburan seperti rumpun melati di halaman

Rombongan besar itu bergerak dalam senyap. Tidak ada sedikitpun suara yang timbul kecuali desir langkah kaki yang berderap lirih. Semua prajurit sangat berhati-hati untuk tidak menimbulkan suara. Perintah dari Panglima Amranutta jelas. Perjalanan menuju Lembah Mandalawangi hanya dilakukan pada malam hari dan melewati lorong-lorong hutan yang sepi. Pergerakan pasukan besar itu tidak boleh diketahui.

Lembah Mandalawangi sangat tersembunyi. Dikelilingi pegunungan dan hutan lebat. Tidak akan ada yang menyangka di lembah terpencil itu telah bermarkas ribuan pasukan Lawa Agung. Markas yang rencananya dijadikan tumpuan untuk menyerang Sumedang Larang.

Ario Langit dan kedua kawannya memperhatikan dengan seksama. Bukan pada pergerakan pasukan tapi terhadap Pangeran Arya Batara dan Ayu Kinasih. Dua orang yang akan berusaha diselamatkan. Meski Ario Langit ragu apakah Ayu Kinasih mau pergi dengannya atau tidak jika melihat keadaannya saat ini. Tapi dia akan berusaha keras membujuk gadis itu untuk ikut menjadi istrinya.

Selain itu, Ario Langit akan mencari kesempatan untuk menyelamatkan Pangeran Arya Batara. Dia yakin bisa mengatasi 2 wanita berbahaya dari Lawa Agung itu, namun jika Panglima Amranutta dan Matamaha Mada ikut campur tangan, dia tidak seyakin itu bisa merampas kembali Pangeran Arya Batara. Oleh karena itu, misi penyelamatan ini harus dilakukan dengan sangat berhati-hati. Menunggu kesempatan terbaik agar peluang untuk berhasil menjadi tinggi.

Sekar Wangi tidak tahu apa yang sedang direncanakan Ario Langit. Gadis ini sangat tidak sabar untuk segera menyelamatkan Arya Batara. Namun ada satu hal yang sangat mengherankan dari pangeran Pajang itu. Tingkah lakunya tidak menunjukkan bahwa dia adalah seorang tawanan. Pangeran itu bisa pergi kemana saja dan tidak dikawal atau diawasi. Itupun setelahnya pasti kembali lagi mendekati Putri Aruna dan Putri Anila. Seolah-olah pangeran itu justru yang takut ditinggalkan oleh kedua wanita cantik yang lihai itu.

Perilaku ini juga tidak lepas dari pengamatan Galuh Lalita. Wanita Maung Leuwueng ini mempunyai kelebihan sejak kecil dalam hal menilai bahasa tubuh. Setelah semua rombongan jauh melewati tempat persembunyian mereka, Galuh Lalita menggamit lengan Ario Langit dan berbisik lirih.

"Sepertinya pangeran itu bukan seorang tawanan, Kanda Langit." Galuh Lalita merubah panggilan kepada Ario Langit sejak beberapa saat lalu. Ario Langit hanya bisa mengeluh dalam hati saat Galuh Lalita terus bersikap mesra kepadanya. Termasuk merubah panggilan kepadanya.

"Perilakunya menunjukkan pangeran itu tergila-gila dan tunduk kepada dua orang wanita cantik yang genit itu. Pangeran itu bukan tawanan, tapi seorang pemuda yang sedang jatuh cinta habis-habisan."

Sekar Wangi tiba-tiba berdiri dengan tangan bertolak pinggang dan pandangan mata marah.

"Meskipun kau berbisik-bisik aku bisa mendengarmu, Galuh! Dan Arya Batara tidak mungkin seperti itu! Dia adalah tawanan yang diculik!"

Ario Langit dan Galuh Lalita saling berpandangan. Jelas sekarang bahwa gadis ini yang tergila-gila kepada sang pangeran. Galuh Lalita mengangkat bahunya dengan ringan.

"Apa yang kulihat itulah yang kukatakan, Sekar. Terserah kau percaya atau tidak. Kekasihmu itu sudah jelas tergila-gila kepada dua orang wanita itu. Ingat! Dua orang!"

Sekar Wangi memerah saga raut mukanya. Matanya yang bening terlihat berkaca-kaca. Nampak sekali gadis ini menahan perasaan amarah, geram, dan tidak percaya. Pangeran Arya Batara selama ini terkenal sebagai seorang yang santun dan sopan. Tidak ada tanda-tanda sebagai seorang pemetik bunga. Berhari-hari, siang dan malam dia bersama pangeran itu dan tidak terlihat pangeran itu bersikap atau berkata mesum terhadapnya.

Ini semua pasti ulah dua wanita Lawa Agung keparat itu! Mereka pasti merayunya habis-habisan sehingga Pangeran Arya Batara akhirnya tunduk dan takluk. Sekar Wangi tidak mengesampingkan kemungkinan yang disampaikan oleh Galuh Lalita. Karena jelas sekali terlihat sikap Arya Batara memang bukan tawanan dan pangeran itu sepertinya tak bisa jauh dari Putri Aruna dan Putri Anila. Duh!

Ario Langit menjadi iba melihat keadaan Sekar Wangi yang terlihat sangat terpukul. Pemuda itu menggamit lengan Galuh Lalita dan memberinya isyarat agar menghibur gadis yang sedang patah hati itu. Galuh Lalita mengangguk mengiyakan. Dia akan menuruti apapun perintah atau permintaan Ario Langit. Selama pemuda itu tidak meninggalkannya.

Galuh Lalita melangkah mendekati Sekar Wangi dan memeluknya.

"Hampir semua lelaki memang bersifat sebagai pemangsa wanita, Sekar. Jangan bersedih. Kamu muda dan cantik. Masih banyak yang lebih baik daripada pangeran bodoh itu."

Sekar Wangi balas memeluk Galuh Lalita. Terdengar sedu sedan lirih dari mulutnya.

"Aku tahu. Tapi setidaknya aku harus bertemu dan bertanya kepadanya, Galuh. Lagipula menyelamatkan Arya Batara dari cengkeraman Lawa Agung akan juga menyelamatkan Pajang."

Galuh Lalita mengangguk. Memberi isyarat dengan matanya kepada Ario Langit untuk juga mengiyakan. Ario Langit berkata singkat.

"Tentu. Kita akan menyelamatkan pangeran itu."

Pengintaian terus dilanjutkan. Ketiga orang yang mempunyai misi berbeda itu tetap menjaga jarak dari rombongan besar Lawa Agung. Semuanya dilakukan dengan sangat berhati-hati. Banyak sekali orang tangguh dan lihai dalam rombongan. Sekali saja mereka bertindak ceroboh dan ketahuan, akibatnya bisa sangat fatal.

Perjalanan rombongan besar itu memakan waktu semalaman sebelum akhirnya tiba di Lembah Mandalawangi. Ario Langit dan kedua kawan seperjalanannya takjub bukan main. Dari luar yang masih berupa rimba belantara, tidak ada siapapun yang akan menyangka jika lembah wingit itu ternyata sudah disulap menjadi sebuah benteng pertahanan yang luar biasa.

Bekas benteng Galuh Pakuan zaman dahulu masih terlihat reruntuhannya. Namun di sekitarnya telah terbangun bangunan-bangunan kokoh dan megah yang difungsikan sebagai markas pasukan, ruang pertemuan dan rumah-rumah mewah petinggi kerajaan.

Jalan masuk ke Lembah Mandalawangi hanya terdapat satu-satunya melalui Sungai Mandalawangi. Di sebelah kanan, kiri dan belakang berdiri tebing-tebing tinggi yang sulit untuk dilalui manusia karena cenderung tegak lurus. Benteng Lawa Agung ini menjadi sulit ditembus karena pintu masuknya harus menyusuri sungai yang dijaga ketat, sedangkan gerbangnya yang disamarkan oleh tanaman-tanaman perdu yang lebat dijaga jauh lebih ketat lagi oleh pasukan pemanah api, pasukan tombak berbisa, dan parit raksasa yang dipenuhi jebakan mematikan.

Ario Langit dan kawan-kawannya tidak bisa masuk ke area lembah karena sangat besar sekali kemungkinan untuk ketahuan. Mereka bertahan di lorong masuk pertama yang dijaga oleh pasukan di pos-pos jaga. Harus ada rencana yang sangat matang jika ingin menyusup masuk ke area lembah. Ario Langit sedang memikirkan hal itu sambil matanya tak henti menelusuri tebing-tebing tinggi yang mengelilingi lembah.

---****