Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Bara & Hima / Chapter 38 - Bab 38-Lembah Mandalawangi Terbakar!

Chapter 38 - Bab 38-Lembah Mandalawangi Terbakar!

Jika rindu itu seperti dendam

dan harus dituntaskan

maka tak akan ada patah hati

atau hilang asa di dunia ini

rindu itu harus diburu

bukannya dibakar menjadi abu

dendam itu mesti dihanguskan

bukannya ditanamtumbuhkan

Halaman istana kecil itu menjadi lautan manusia. Pertempuran sudah bergeser ke alun-alun di depan istana utama. Nampak Panglima Amranutta, Putri Anila, dan Putri Aruna menonton dengan mata tak berkedip. Panglima Amranutta memicingkan mata dan memusatkan perhatian pada kekuatan batinnya. Dia penasaran kenapa ada siluman jadi-jadian yang berbau amis lautan utara bisa sampai ke sini dan menyatroni wilayahnya.

Pertempuran itu berjalan semakin seru dan brutal. Meskipun Siluman Masalembu sedikit banyak menjadi bulan-bulanan pukulan Matamaha Mada, Nyai Sembilang, Dewi Lastri dan Ayu Kinasih, namun siluman hitam besar itu juga sempat mendaratkan beberapa kali pukulan yang mengenai bahu Dewi Lastri, lengan Nyai Sembilang, dan leher Matamaha Mada. Meskipun tidak mengenai secara telak, tapi setidaknya menimbulkan rasa sakit bagi yang terkena pukulan.

Hanya Ayu Kinasih yang tidak kebagian pukulan Siluman Masalembu. Ario Langit sangat berhati-hati dan berusaha keras agar tidak satupun pukulan yang mengenai Ayu Kinasih. Dia tidak ingin gadis itu terluka dan lalu membahayakan janin yang dikandungnya. Karena itulah pukulan yang seringkali mengenai tubuh Siluman Masalembu justru berasal dari serangan Ayu Kinasih.

Ratusan bahkan ribuan prajurit yang menonton semakin lama semakin menjauh dan melebar karena angin pukulan makin lama makin berbahaya bagi siapapun yang berada cukup dekat. Para pimpinan Lawa Agung tidak ikut campur dalam pertempuran karena bisa berakibat fatal bagi pihak mereka sendiri jika terlalu banyak orang yang bertempur. Bisa-bisa ada pukulan yang mengenai kawan sendiri. Apalagi lawan mereka hanya seorang diri.

Siluman Masalembu sudah benar-benar kewalahan menghadapi serangan-serangan para pengeroyoknya. Ilmu pukulan dan sihir hitam yang dipunyai sanggup menahan tapi tetap saja keadaan Siluman Masalembu terdesak hebat. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai siluman raksasa yang sangat tangguh itu jebol juga pertahanan ajaibnya.

Terdengar riuh rendah teriakan dari arah para prajurit yang berkumpul di belakang arena pertempuran. Tepatnya di sekitar pintu gerbang utama. Para prajurit itu sibuk mempertahankan diri dan akhirnya tunggang langgang seperti ngengat bertemu api ketika menghadapi serangan orang luar yang tiba-tiba saja masuk dan berusaha membongkar kerumunan agar bisa sampai ke arena tempat Ario Langit dikeroyok hebat.

Sebentar saja kerumunan rapat para prajurit itu terbuka lebar. Melenggang masuklah kelebatan bayangan dua orang yang segera terjun ke pertempuran. Kontan saja keseimbangan pertempuran berubah total. Ratri Geni dan Raden Soca mengambil alih sebagian lawan Siluman Masalembu. Ratri Geni berhadapan dan saling serang dengan Nyai Sembilang, Raden Soca melayani serangan-serangan Matamaha Mada. Hanya tinggal Ayu Kinasih dan Dewi Lastri saja yang bertempur melawan Siluman Masalembu.

Panglima Amranutta tentu saja terkaget-kaget melihat kedatangan dua muda-mudi yang ditakuti itu. Pulau Kabut hancur dan nyaris tenggelam semua akibat kedahsyatan ilmu dua orang muda ini. Sekarang mereka ada di Lembah Mandalawangi membuat kekacauan bagi rencana besarnya ke depan. Panglima Amranutta menggeram marah. Dia memberi isyarat kepada pasukan pemanah untuk bersiap. Raja Lawa Agung ini membisikkan rencananya ke telinga Putri Aruna dan Putri Anila. Di belakang kedua putri Lawa Agung itu nampak Pangeran Arya Batara yang berdiri dengan wajah ngeri melihat pertempuran yang sedang berlangsung.

Putri Aruna dan Putri Anila mengangguk setelah mendengar rencana Panglima Amranutta. Keduanya langsung menerjang maju. Putri Anila membantu Nyai Sembilang, sedangkan Putri Aruna bahu membahu bersama Matamaha Mada menghadapi Raden Soca.

Sambil menyerang Ratri Geni dengan pukulan terdahsyatnya, Putri Anila berbisik lirih di dekat Nyai Sembilang yang berdekatan dengannya. Begitu pula Putri Aruna. Putri ini berkata pelan kepada Matamaha Mada agar segera menyingkir cepat dari pertempuran sambil menarik keluar Ayu Kinasih adari gelanggangnya melawan Siluman Masalembu.

Ratri Geni dan Raden Soca sama sekali tidak terdesak meski kedua putri Lawa Agung itu ikut masuk dalam pertempuran. Ilmu kedua anak muda ini sudah luar biasa tinggi. Masing-masing lebih tinggi tingkatannya dari datuk-datuk sesat nomor satu seperti Nyai Sembilang dan Matamaha Mada sekalipun. Di sisi lain, pertarungan antara Siluman Masalembu melawan Dewi Lastri dan Ayu Kinasih juga berjalan dengan seimbang. Selain karena tidak mau melukai Ayu Kinasih, Siluman Masalembu sendiri sudah jauh melemah akibat banyaknya pukulan dahsyat yang mengenainya saat dikeroyok tadi.

Terdengar dua teriakan dahsyat yang memekakkan telinga saat dalam waktu bersamaan Matamaha Mada dan Nyai Sembilang mengeluarkan tenaga sepenuhnya dan juga dibantu oleh Putri Anila dan Putri Aruna menyerang Raden Soca dan Ratri Geni. Gerakan mengadu nyawa yang nekat ini sengaja dilakukan oleh kedua nenek sakti itu agar Raden Soca dan Ratri Geni melompat mundur sehingga mereka punya kesempatan untuk menyambar Dewi Lastri dan Ayu Kinasih keluar dari gelanggang pertempuran.

Dan memang itu yang dilakukan oleh Raden Soca dan Ratri Geni. Melihat serangan nekat mengadu nyawa dua nenek sakti itu, keduanya melompat mundur karena serangan itu juga sangat berbahaya bagi mereka. Terutama jika kemudian ada serangan susulan dari orang lain seperti Panglima Amranutta sendiri.

Di saat kedua anak muda lihai itu melompat mundur, masing-masing Matamaha Mada dan Nyai Sembilang melompat ke arah Ayu Kinasih dan Dewi Lastri dan memegang tangan mereka untuk kemudian menggerakan tubuh meninggalkan Siluman Masalembu.

Melihat rencananya dijalankan, Panglima Amranutta segera memberi perintah dengan suara keras kepada pasukan pemanah yang sudah bersiap sedari tadi.

"Tembaaakkk!!"

Suara kesiur mata panah-mata panah tajam di udara dibarengi dengan melesatnya ratusan tombak luncur yang dilemparkan oleh pasukan tombak ke arah Siluman Masalembu, Ratri Geni dan Raden Soca yang masih berdiri siaga di tengah lapangan setelah ditinggalkan lawan-lawannya.

Ketiga orang, atau lebih tepatnya dua orang ditambah satu siluman itu terang saja kaget bukan main melihat hujan panah dan tombak mengarah ke mereka. Hujan senjata itu seperti hujan deras. Langit di atas mereka pun seolah sedang diselimuti mendung pekat saking banyaknya mata panah dan tombak yang meluncur untuk memanggang tubuh mereka.

Ratri Geni tahu dia tidak punya waktu yang cukup untuk memainkan Kidung Alun agar bisa memanggil angin prahara untuk menghadang laju ribuan mata panah dan ratusan tombak. Putri Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri ini tidak berpikir panjang lagi. Sambil mengerahkan hawa sakti sepenuhnya untuk mengisi pukulan Bayangan Matahari dan Busur Bintang, dia melompat ke depan Raden Soca dan Siluman Masalembu kemudian menghantamkan kedua tangannya yang terkepal di tanah.

Bressssss!!

Segumpal besar tanah yang sudah berubah bentuk menjadi lapisan es yang luar biasa tebal terangkat ke udara dan menjadi perisai di hadapan mereka menghadang serbuan mengerikan ribuan mata panah dan tombak.

---********