Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Bara & Hima / Chapter 31 - Bab 31-Jaka Umbara Jauh Mengembara

Chapter 31 - Bab 31-Jaka Umbara Jauh Mengembara

Mengembarai kesepian

jauh lebih gaduh

daripada tenggelam

dalam keramaian yang kehabisan percakapan

Jaka Umbara bersila di hadapan Kyai Mustofa. Pemuda ini telah menjabarkan secara panjang lebar mengenai hasil penyelidikannya berkenaan dengan tempat-tempat yang layak dan sesuai untuk mendirikan pondok pesantren. Kyai Mustofa nampak manggut-manggut dan terkadang menggelengkan kepala.

Laporan dari muridnya itu sangat lengkap. Kyai Mustofa merasa bahwa bukan hal yang mustahil untuk mendirikan beberapa pondok pesantren di tempat-tempat tertentu. Namun juga menyadari bahwa ada daerah-daerah yang akan bermasalah jika tetap memaksa membangun tempat mengasuh dan mendidik agama bagi anak-anak dan para remaja karena bisa menimbulkan selisih paham terutama dengan Kadipaten Jipang yang semakin memperkokoh pertahanannya akibat semakin meluasnya pengaruh Kerajaan Pajang.

"Pergilah merantau lebih jauh lagi anakku. Aku melihat tenagamu sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang tertindas. Biarkan murid-murid lain yang akan melanjutkan semua rencana ini. Kau harus memperluas pengalamanmu sekaligus menyebarkan syiar dari ilmu yang telah kau petik di pesantren ini." Kyai yang waskita itu punya firasat kuat bahwa muridnya ini akan punya peran istimewa dalam peristiwa-peristiwa besar di masa depan. Apalagi ketika mendengar cerita Jaka Umbara bahwa dia telah mendapat bimbingan dari Ki Ageng Waskita yang diketahuinya sebagai seorang yang sidik paningal.

Jaka Umbara mengangkat mukanya terheran. Gurunya ini sangat membutuhkan dirinya untuk melanjutkan rencana besar meluaskan syiar Islam dengan membangun pondok-pondok pesantren. Kenapa sekarang malah menyuruhnya pergi mengembara ke tempat yang jauh?

Kyai Mustofa mengerti apa yang sedang berkecamuk dalam pikiran muridnya.

"Pergilah menyeberangi lautan. Telusuri Bukit Barisan di tanah seberang. Carilah jejak-jejak Kerajaan Samudera Pasai di ujung pulau. Kau akan menemukan hal-hal hebat di sana. Kau juga bisa belajar bagaimana kerajaan Islam berjaya lalu menemui keruntuhannya. Cari sebab-sebabnya agar kita semua bisa belajar dari pengalaman tersebut."

Jaka Umbara merenung sejenak. Pulau Swarnadwipa sangat luas. Berlipat-lipat luasnya dibanding Jawadwipa. Mengembara di pulau itu hingga ujung paling barat akan memakan waktu bertahun-tahun. Pemuda ini sangat penasaran. Apakah gurunya ini tahu bahwa dia sedang patah hati?

"Nah! Pergilah besok setelah fajar anakku. Perjalananmu sangat panjang. Kau sudah memiliki tenaga sakti yang lebih dari cukup untuk menyempurnakan bagian akhir dari Lafadz Sejati." Kyai Mustofa mengambil sebuah buku kecil dari kantong dalam jubahnya.

Jaka Umbara terbelalak. Akhirnya kitab sakti itu keluar juga. Dia benar-benar tidak menyangka Kyai Mustofa akan memberikan kepadanya saat ini. Masih teringat beberapa bulan yang lalu sebelum berangkat menunaikan tugas, Kyai Mustofa pernah berkata kepadanya.

"Belum ada siapapun yang mampu mewarisi Ilmu Lafadz Sejati secara sempurna selain aku, muridku. Aku sangat berharap kaulah orangnya. Namun untuk menyempurnakan Lafadz Sejati butuh hawa sakti luar biasa yang perlu waktu puluhan tahun untuk menguasainya."

Waktu itu Jaka Umbara hanya mengangguk meski hatinya sangat bertekad mempelajari buku bagian akhir dari ilmu dahsyat yang bersumberkan pada Kitab Suci Alqur'an itu. Dia pernah menyaksikan sendiri beberapa tahun yang lalu saat Kyai Mustofa berhadapan dengan seorang pangeran siluman dari Laut Utara yang tidak mau memperkenalkan namanya dan memaksa gurunya bertarung untuk mencegah semakin meluasnya pengaruh Islam di pesisir pantai utara.

Pangeran siluman itu sakti bukan main. Bahkan memiliki ilmu gaib yang luar biasa karena bisa mengundang kalangan siluman dan jin untuk membantunya mengalahkan Kyai Mustofa. Namun Jaka Umbara melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa puluhan makhluk gaib itu bisa dikalahkan dan diusir menggunakan puncak ilmu Lafadz Sejati. Kyai Mustofa bahkan sanggup mengalahkan pangeran siluman yang sakti itu menggunakan ilmu yang sama. Saat itu Jaka Umbara berdecak kagum luar biasa dan memunculkan tekad dalam hatinya agar bisa menguasai puncak Lafadz Sejati yang mampu mengeluarkan hawa panas dan dingin yang luar biasa secara bersamaan.

Dan buku hebat itu sekarang berada di tangannya. Jaka Umbara memandang gurunya dengan tatapan bertanya. Memastikan bahwa memang sudah saatnya dia mempelajari bagian akhir yang bisa membuat gila seseorang jika tidak mempunyai tenaga sakti yang cukup saat mempelajarinya.

Kyai Mustofa mengangguk meyakinkan.

"Hawa sakti yang berhasil kau himpun hasil dari latihan Kitab Inti Bumi itu telah membuatmu menjadi seorang pemuda yang sakti, anakku. Kitab Inti Bumi sangat langka. Mempelajari dan mengamalkan latihan dari kitab itu membuat seseorang bisa melompat jauh dalam penguasaan hawa sakti. Ibaratnya, kau telah berhasil menguasai hawa sakti yang memerlukan waktu puluhan tahun berlatih hanya dalam hitungan bulan saja. Kau harus bersyukur pernah bertemu dengan Ki Ageng Waskita yang sangat sakti dan linuwih."

Pikiran Jaka Umbara langsung tertuju kepada Raden Soca. Jika dari berlatih saja dia bisa memperoleh tenaga sakti yang bukan main hebatnya, bagaimana kedahsyatan hawa sakti pemuda dari laut selatan yang mewarisi langsung dari empunya, Ki Ageng Waskita. Jaka Umbara menggeleng-gelengkan kepala. Membayangkan jika saja hawa sakti sedahsyat itu jatuh ke tangan orang selain Raden Soca yang memiliki sifat jahat dan durhaka, entah bagaimana nasib dunia persilatan dibuatnya. Syukurlah hawa sakti itu diwarisi oleh seorang berwatak baik seperti Raden Soca.

Begitulah. Keesokan harinya seusai menunaikan sholat subuh berjamaah bersama gurunya, Jaka Umbara berpamitan. Buntalan cukup besar yang berisi pakaian dan sedikit bekal keping perak dari Kyai Mustofa tersandang di pundaknya. Berayun-ayun mengiringi langkah tegapnya keluar dari gerbang pondok pesantren. Dilepaskan oleh tatapan mata Kyai Mustofa yang memandangnya dengan rasa haru dan bangga. Muridnya itu kelak akan menyandang nama besar yang bisa mengharumkan nama padepokan. Semoga. Lamat-lamat bibir Kyai Mustofa berdizikir dan berdoa.

---*