Sandyakala mendekat dengan sedikit gagap
cahayanya yang temaram
menembus pinggang bukit yang melindap
oleh halimun pekat
Si pemuda raksasa berusaha meraih pinggiran panggung yang tinggi dan naik kembali. Namun sosok tubuh Ki Sambarata sudah berdiri di sana dan berkata dengan garang.
"Pergilah! Kau sudah kalah!" Lengan itu terayun. Membuat tubuh raksasa si pemuda kembali terlempar keluar panggung.
Namun dasar keras kepala, si pemuda raksasa berteriak nyaring sambil berlari cepat menuju panggung dan menyerang Ario Langit dengan membabi buta. Pendekar Langit mengerutkan kening. Pemuda raksasa ini sungguh telengas. Dia mendorong dengan sedikit tenaga menangkis pukulan yang ngawur itu. Kali ini tubuh si pemuda raksasa tidak terlempar. Namun ambruk pingsan. Butuh beberapa orang untuk menggotong tubuh si pemuda raksasa ke pinggir.
Pertandingan kedua antara pemuda Lembah Serayu dan dari Istana Sumedang Larang berjalan dengan seru. Namun setelah puluhan jurus dilalui, pukulan telak pemuda istana menghantam pinggang pemuda dari Lembah Serayu yang seketika tidak bisa melanjutkan pertandingan. Pemuda dari Istana Sumedang Larang berhak maju ke pertandingan puncak melawan Pendekar Langit.
Ario Langit tercenung. Jika dia menang dan dia yakin bisa memenangkan pertandingan melawan si pemuda dari Istana Sumedang Larang, apa yang mesti dilakukannya? Penasaran dengan jalan pikirannya sendiri, Ario Langit membisikkan tanya kepada Galuh Lalita yang memang selalu berada di dekatnya. Mengikutinya kemana-mana.
"Apakah jika aku memenangkan pertadingan ini, kau akan dibebaskan oleh ayahmu dari keharusan ikatan perjodohan?" Galuh Lalita melengak. Memandangnya heran namun kemudian menjawab pelan. Raut mukanya terlihat sedikit mendung.
"Itulah kenapa aku memintamu ikut sayembara. Aku yakin kau akan menang. Pemenang dari sayembara ini berhak menjadi jodohku. Itu artinya aku sudah patuh terhadap perintah ayahku mengenai sayembara. Perkara kau kemudian menolakku menjadi jodohmu tentu aku tidak bisa memaksa, Pendekar. Hanya saja jangan kau lakukan di depan ayahku karena akulah yang akan mendapatkan hukuman berat. Bawalah dulu aku pergi dari padepokan ini sebagai calon istrimu, dan setelah itu terserah kau hendak melakukan apa."
Ario Langit mengangguk. Lega mendengar jawaban Galuh Lalita. Matanya menatap tajam Galuh Lalita. Ingin melihat sejauh apa kebenaran seperti yang disampaikan wanita cantik jelita ini. Wajah itu memang luar biasa cantik dan matang. Namun ada gurat-gurat kepedihan di sorot mata yang bening itu. Ario Langit membuang mukanya. Tidak kuat beradu pandang dengan wanita yang menatapnya dengan penuh pengharapan. Entah apa tapi Ario Langit bisa merasakannya dengan jelas. Ah, mungkin dia benar-benar berharap terlepas dari kungkungan ayahnya dan padepokan.
Tepat saat tengah hari, pertandingan puncak dimulai. Sebelum melangkah ke tengah panggung, kembali Ario Langit menatap Galuh Lalita. Wanita itu tersenyum pasrah kepadanya. Pendekar Langit yang sakti itu tersentuh hatinya. Merasakan iba yang mendalam. Sepertinya wanita itu benar-benar tersiksa menjadi putri dari Ki Sambarata. Ario Langit menetapkan hatinya. Semakin cepat selesai urusan ini semakin cepat juga dia pergi dari tempat yang aneh ini.
Pertandingan dimulai. Kepandaian pemuda dari Istana Sumedang Larang ini cukup tinggi. Jauh jika dibandingkan pemuda raksasa yang jumawa itu. Ario Langit bertarung dengan sungguh-sungguh. Dia harus menghargai orang yang sudah sejauh ini berusaha keras mencapai tahap ini. Namun tentu saja pemuda dari Istana Sumedang Larang bukanlah lawan setanding bagi Ario Langit yang sudah bisa disejajarkan dengan para tokoh nomor satu di dunia persilatan.
Tak perlu waktu lama bagi Ario Langit untuk menundukkan pemuda pendiam lawannya yang turun dari panggung dengan terhuyung-huyung karena terkena sedikit pukulan dari Ario Langit yang sangat menjaga agar jangan sampai lawannya cedera.
Ki Sambarata maju ke depan. Diangkatnya tangan Ario Langit dengan wajah berseri-seri.
"Pendekar Langit adalah pemenang sayembara! Dia adalah calon menantuku dan pewaris Padepokan Maung Leuweung!" Ki Sambarata menyampaikan pengumuman itu dengan penuh semangat. Orang tua itu tidak menyangka akan memiliki menantu sehebat Ario Langit. Dia sendiri harus mengakui kepandaian pemuda ini dan belum tentu bisa mengalahkannya jika harus bertanding dengannya.
Galuh Lalita menghampiri ayahnya dan Ario Langit. Wajahnya berseri-seri. Terlihat gembira bukan main. Meski jauh di dalam hatinya timbul kekhawatiran hebat. Ario Langit hanya ingin menolongnya dan tak lama lagi akan meninggalkannya. Galuh Lalita harus mengakui dia telah jatuh cinta kepada pemuda pemurung itu dan berniat mengikuti kemanapun dia pergi. Selamanya.
Ario Langit tersenyum. Namun karena wajahnya yang hampir selalu murung, membuat senyuman itu terlihat getir. Pemuda itu membungkukkan tubuh ke arah para penonton yang bersorak sorai dengan gaduh. Ario Langit sedikit heran karena sedari tadi dia tidak melihat Sekar Wangi. Apakah gadis itu sudah pergi sendiri ke pantai selatan karena tidak sabar?
"Tunggu! Aku menantang pemenang sayembara untuk bertanding denganku! Hadiahnya tetap sama!" Dua sosok bayangan tiba-tiba berkelebat datang dan sudah berada di atas panggung. Unduh Kusuma berdiri di sana dengan mata menantang. Nampak berdiri di sebelahnya seorang kakek tua cebol yang luar biasa aneh. Si Tua Aneh, guru dari Unduh Kusuma.
Ki Sambarata mengerutkan kening. Melihat dua orang pengacau berdiri bertolak pinggang di tengah panggung dengan lagak jumawa. Namun pikiran ketua padepokan yang aneh itu bekerja. Ario Langit memang lihai. Tapi itu karena tidak ada lawan yang cukup memadai. Dia harus menguji kepandaian pemuda ini melawan seseorang yang benar-benar tangguh. Dari gerakannya tadi, Ki Sambarata bisa melihat bahwa kedua orang yang baru datang ini punya kepandaian tinggi. Sangat tinggi malah karena kedatangannya sama sekali tidak menimbulkan suara.
"Aku menerima tantanganmu Kisanak! Padepokan Maung Leuweung akan diwakili oleh calon menantuku, Pendekar Langit!" Ario Langit tidak kaget. Dia sudah menduga Ki Sambarata akan mengujinya.
"Jadi kau menerima tantangan dan taruhannya, Ki?" Mata Unduh Kusuma melayang ke Galuh Lalita yang memerah wajahnya menahan amarah.
Sebelum ayahnya membuat pernyataan yang lebih aneh lagi, buru-buru Galuh Lalita menyela dengan bersuara keras.
"Tentu saja tidak! Aku sudah menjadi milik Pendekar Langit. Karena kalian berdua yang menantang Padepokan Maung Leuweung maka aku dan calon suamiku akan melayani kalian!" Tubuh wanita cantik itu melayang ke depan. Bersisian dengan Ario Langit. Para penonton bersorak-sorai membahana. Kali ini mereka akan disuguhi sebuah tontonan yang memikat.
Ario Langit mengeluh dalam hati. Calon suami? Rupanya Galuh Lalita sangat bersungguh-sungguh. Duh! Bayangan dua wajah wanita melintas bergantian di benak Ario Langit.
Di antara penonton yang berdesakan, Sekar Wangi menyaksikan semua kejadian dengan hati berdebar. Sepertinya saat yang tepat untuk menjalankan rencananya akan tiba tak lama lagi. Gadis ini melirik bekas ramuan yang masih menempel di tangannya. Ramuan sihir yang dibubuhkannya ke minuman Galuh Lalita tadi. Tak lama lagi pengaruhnya pasti akan muncul kepada wanita itu.
-****