"Jangan," Savanna memaksa mengambil map itu.
"Savanna," Dario segera menarik istrinya menjauh, tapi naasnya tangan Savanna sudah terbakar.
"Apa-apaan kamu. Sudah tau itu api, tapi kamu masih maksa mau ambil!"
Savanna tak menghiraukan suaminya dan tetap ingin mengambil sisa-sisa kertas yang belum terbakar. Air matanya terus mengalir, tak tergambarkan betapa sedihnya Savanna sekarang. Berbulan-bulan dia mengumpulkan semua bukti itu, tapi suaminya dengan mudahnya membakar.
"Berhenti Savanna!"
"Kamu yang berhenti, Mas," Savanna berteriak dan mendorong dada suaminya menjauh
"Kamu keterlaluan. Aku sudah mengumpulkan bukti
itu berbulan-bulan, lalu semudah itu kamu membakarnya." "Sudah aku bilang kan, aku nggak mau cerai," Dario
menaikkan nada bicara.
"Tapi aku mau cerai!" Savanna nggak mau kalah dan balik berteriak.
"Aku ngomong baik-baik, kenapa kamu membentakku
"Kamu membentakku duluan. Jangan pikir aku nggakbisa marah ya, Mas. Ini baru setengah, kalau aku benar-benar marah, aku bakar kamu dan seisi rumah kamu
Dario benar-benar tak menyangka istrinya yang lemah lembut ternyata bisa marah juga. Dario pernah dengar, marahnya orang pendiam itu menakutkan. Dan benar saja, Dario sampai speechless dan nggak tau harus apa untuk meredam kemarahan istrinya.
"Minggir, aku mau ambil berkasku."
Savanna mendorong suaminya, tapi Dario lagi-lagi menahannya.
"Tangan kamu luka, Savanna."
"Aku nggak peduli. Aku sudah terlalu banyak terluka.
Luka ini nggak sebanding dengan luka yang kamu berikan."
Savanna berkaca-kaca sambil terus mendorong suaminya, tatapan matanya nanar tertuju pada berkas-berkasnya yang sudah benar-benar habis menjadi arang. Hancur, hatinya benar-benar hancur. Sekarang Savanna harus mulai dari awal dan mengumpulkan semua bukti lagi agar pengadilan mengabulkan gugutan cerainya.
"Minggir, Mas."
"Nggak."
"Mas, argg."
Savanna terkejut saat tiba-tiba Dario menggendongnya dibahu seperti menggendong beras. Kedua tangannya memegang paha belakang dan betisnya."Nakal sekali kamu."
Dengan kurang ajarnya, Dario menepuk pantatnya. Bukan tepukan pelan, tapi cukup kencang sampai Savanna merasa sedikit sakit.
"Jangan pegang-pegang dan turunin aku!" Savanna berontak dan terus memukul-mukul punggung suaminya.
Dario tak mendengarkan teriakan istrinya dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Para pembantu yang melihat itu, seketika menundukkan kepala dan bergegas menyingkir. Sebenarnya mereka penasaran apa yang terjadi, tak pernah mereka melihat momen tuan dan nyonya mereka gendong-gendongan begitu. Tapi mereka tau diri, sebagai pembantu, nggak seharusnya mereka ikut campur urusan majikan.
"MAS DARIO TURUNIN. BIBIII TOLONGIN AKUUU."
Bibi pura-pura tak mendengar dan langusng pergi.
"BIBI KOK MALAH PERGI SIH. AWAS BI, AKU PERCAT YA."
Dario tertawa mendengar suara heboh istrinya yang mengancam para pembantu, tapi sayangnya para pembantu tidak ada yang mendengar. Tentu saja, Dario yang memperkejakan mereka dan menggaji mereka. Sudah. seharusnya mereka hanya mendengarnya.
"APA KAMU? KENAPA KAMU KETAWA! TURUNIN AKU. NGGAK USAH KETAWA-TAWA"
"Teriak aja sampai pita suara kamu putus. Nggak adayang denger."
"Kurang ajar ya kamu. Turunin aku, perut aku sakit kena bahu kamu."
Bug....
Savanna memekik saat tiba-tiba Dario melemparnya ke sofa, untung sofanya empuk, jadi punggungnya tak sakit. Savanna baru saja ingin bangun, tapi Dario tiba-tiba berada di atas.
"Mau apa kamu," Savanna mendorong dada suaminya menjauh, tapi Dario tak goyah dan tetap pada posisinya menindih tubuh Savanna. Dengan tubuh mungil dan tenaga yang sudah terkuras sebab marah-marah, Savanna tidak akan mampu melawan tenaga suaminya.
"Aku baru tau kamu bisa marah-marah."
"Masih banyak hal yang belum kamu tau tentangku.'
"Apalagi? Aku ingin tau."
"Sudah terlambat. Aku juga nggak mau repot-repot menunjukkan itu dan membuat kamu terpesona. Aku sudah bilang kan, aku nggak peduli sama kamu dan hidup kamu lagi.
"Aku akan mencari tau sendiri," Dario menunduk dan mencium bibir istrinya. Hanya sekilas, lalu menarik lagi.
Savanna membulatkan mata marah, "Kamu benar-benar kurang ajar. Aku bukan perempuan murahan yang bisa kamu cium-cium sembarangan."
"Tapi kamu istriku."
"Istri yang terabaikan iya kan?"
"Ya itu dulu, tapi sekarang, aku akan lebih perhatian sama kamu."
"Hanya orang bodoh yang percaya dengan mulut manis kamu, Mas. Aku udah benar-benar muak sama kamu dan selingkuhan kamu itu."
"Selingkuh apa sih. Ziya lagi? Berapa kali aku bilang, aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Ya Tuhan, Savanna. Aku benar-benar nggak selingkuh."
"Nggak percaya."
Savanna mendorong dada suaminya dengan kedua tangan, namun tanpa sengaja mengenai tangannya yang terluka.
"Aww," Savanna memekik pelan.
Dario segera turun dari atas tubuh istrinya dan membantunya duduk. Awalnya tadi Dario membawa istrinya ke ruang tengah ingin mengobati lukanya, tapi tiba-tiba saja Dario punya ide menindih tubuh Savanna dan tanpa dia sadari dia nyaman berlama-lama di atas tubuh istrinya.
"Tunggu di sini jangan kemana-mana."
Dario pergi dapur untuk mengambil air es, lalu sekalian mengambil kotak P3K yang ada dietalase tak jauh dari dapur. Bergegas sambil berlari kecil, Dario menuju ke ruang tengah, tapi....
"Baru juga ditinggal lima menit, udah nggak ada," Dario mendengkus kesal, "Awas aja kalau berani kabur.""SAVANNA," teriak Dario menggelegar.
"APA SIH TERIAK-TERIAK. AKU DI SINI MAU KE
KAMAR"
Dario mendongak, menatap lantai dua.
"Aku menyuruh kamu tunggu di sini."
"Aku mau pipis."
"Di dekat sini kan ada toilet."
"Ya terserah aku dong."
Dario berdecak jengkel. Meski begitu kakinya tetap melangkah menaiki tangga menuju ke kamar. Di sana Savanna sedang duduk di tepi kasur sambil meniup tangannya yang agak melepuh.
Dario heran, luka bakar itu pasti sangat sakit, tapi Savanna sama sekali tak berteriak atau menangis. Pun saat kakinya terkena pecahan beling tadi pagi, Savanna tidak bereaksi apa-apa, berbeda dengan Ziya yang dikit-dikit mengeluh dan menangis.
Dia perempuan yang hebat.
Ah, sejak dulu Savanna memang hebat. Dia sangat cerdas, disiplin dan perfect, karena itu Dario memilihnya menjadi sekretarisnya.
"Mas sini es batunya, malah bengong."
Dario mengerjab, menghampiri dan duduk di sampingnya.
"Sini.""Aku aja," Dario meraih tangan istrinya dan menempelkan es batu ke punggung tangannya.
"Sakit nggak?"
"Luka gini sih nggak ada apa-apanya dibandingkan luka yang kamu berikan," jawab Savanna acuh tak acuh.
Dario sebenarnya agak bingung kenapa Savanna merasa sakit hati.
Menurutnya kebebasan itu segalanya. Dario akan sangat bahagia jika diberi kebebasan melakukan apapun, nggak dikekang atau larang ini itu, tapi Savanna justru marah dan sedih. Secara nggak langsung kan Savanna ingin dikekang. Bukannya dikekang itu nggak enak ya? Kok aneh sih??
Selain itu, Dario juga sudah memberi banyak uang.
Dario bahkan memberi Savanna black card, tapi Savanna
terlihat tak peduli. Selama dua tahun menikah ini, Savanna nggak pernah membeli barang mahal. Berbeda dengan Ziya yang suka membeli barang-barang mewah.
Dario sampai bingung sendiri dan nggak mengerti jalan pikiran perempuan.
"Mana salepnya."
Dario mengambil salep di kotak P3K, tapi Savana ingin merebutnya.
"Aku aja. Aku bisa sendiri, tangan aku yang satunya nggak kenapa-napa."
"Bisa diem nggak!""Nggak bisa."
Dario mendongak, menatap tajam gadis nakal ini, tapi
seolah tak mau kalah Savanna menatap tajam balik padanya. "Apa? Kamu pikir aku takut kamu tatap kayak gitu?
Nggak! Aku nggak takut."
Dario memiringkan kepala sembari berdesis bingung.
"Kenapa kamu tiba-tiba berubah," tanya Dario.
"Apanya yang berubah."
"Dulu kamu nggak pernah protes dan selalu nurut, kamu bahkan keliatan takut sama aku," heran Dario sambil melaburkan salep di bekas luka Savanna.
"Takut? Aku nggak pernah takut sama kamu, Mas. Sedikitpun. Aku diam karena aku pikir kamu memang masih butuh waktu mencintaiku, tapi ternyata ada wanita lain di hati kamu, pantas saja kamu nggak pernah bisa mencintaiku."
Selesai mengobati, Dario meletakkan salep ke dalam kotak P3K
"Kalau kamu, kamu mencintaiku?" tanya Dario dengan wajah yang super polos sambil mengerjabkan mata. Untuk orang yang baru mengenal Dario, mereka akan berpikri Dario ini tipe cowok yang nggak tau apa-apa, berwajah polos dan berhati lembut. Padahal aslinya, jika dia sudah marah, dia seperti jelmaan iblis. Atau emang itu jangan-jangan trik Dario untuk meluluhkan hati lawan. bicaranya.Savanna nggak akan terperdaya.
"Dulu iya," jawab Savanna cuek.
"Sekarang masih kan?"
"Enggak."
"Bohong."
"Kalau aku masih cinta sama kamu, aku nggak akan minta cerai."
"Kamu bilang kamu minta cerai karena kamu lelah karena aku cuek."
"Ya itu salah satunya."
"Tapi aku masih percaya kamu masih mencintaiku."
"Terserah."
Savanna ingin berdiri, tapi Dario juga ikut berdiri di
depannya.
"Apa?"
"Gapapa."
"Ehh."
Brukk...
Savanna tersentak saat tiba-tiba Dario mendorongnya di kasur. Belum sempat di menolak, Dario sudah menahan kedua tangannya di atas kepala.
"Mas, minggir."Dario tak mengindahkan permintaan Savanna dan mendaratkan ciuman di bibirnya. Savanna membelakakkan mata terkejut. Mau protes, kedua tangannya di cengkraman dan tubuhnya ditindih. Savanna pun tidak bisa melawan dan pasrah mendapat ciuman kasar dari Dario. Lalu saat dia berhenti berontak, Dario menciumnya dengan lembut.
"Mas, udah," lirih Savanna.
Dario tidak menjawab dan meneruskan aksinya. Savanna tidak mengerti kenapa tiba-tiba sekarang Dario bernapsu padanya. Belakangan ini dia sering mencuri ciuman atau berbagai modus untuk menyentuhnya. Mungkin ini salah satu trik Dario mempertahankan pernikahannya. Tapi Savanna nggak mau bercinta dengan cara begini. Dario tidak tulus.
"Mas, lepas, aku nggak mau."
Meskipun Savanna terus memberontak, tubuhnya seolah menerima dengan baik. Bahkan tanpa sadar dia membalas ciuman suaminya. Ciuman ini... Ciuman yang begitu dia dambakan selama dua tahun, bagaimana mungkin Savanna bisa menolakku.
"Yes, girl, begitu. Buka mulut kamu."
Seolah terhipnotis, Savanna menurut saja saat Dario menyuruhnya membuka mulut. Lalu lidah nakalnya menerobos masuk. Dario melepas cengkraman tangannya dan mengarahkan tangan Savanna agar melingkar di lehernya.
Tangan Savanna secara otomatis meremas belakang
rambut Dario."Aku suka, lakukan," gumam Dario memberikan kebebaskan untuk Savanna.
Dario kembali melanjutkan aksinya, namun tiba-tiba ponselnya berdering
Dario mengumpat dan mengambil ponselnya, ciumannya terlepas. Entah setan apa yang merasuki, Savanna menarik Dario dan mencium kembali bibirnya.
"Woo woo girl, pelan-pelang. Tenang," Dario terkekeh.
Dia melihat ponsel dan terkejut melihat ponsel ada nama Om Abian, papa Ziya telpon.
"Halo,Om."
"Bisa tolong ke rumah sakit sekarang. Ziya kecelakaan
"Apa? Ziya kecelakaan? Kok bisa."
Dario langsung turun dari kasur. Savanna tersentak. Tersentak dari gairah yang menggebu-gebu dan tersentak dari mimpi. Dario yang begitu mendengar Ziya kecelakaan dan mengakhiri ciuman mereka begitu saja seperti mematahkan sayap-sayap Savanna yang sudah terlanjur terbang tinggi, hingga ia terhembas dengan keras di lautan kenyataan. Kenyataan bahwa, sampai kapanpun Dario tidak akan pernah menjadi miliknya.
"Ziya ingin ke kantor kamu, tapi dia marah ketabrak mobil. Dia terus manggil nama kamu. Om bingung harus bagaimana. Tolong ke RS Pelita sekarang."
"Iya, Om, aku ke sana sekarang."Dario memasukkan ponsel ke dalam saku, lalu menatap istrinya.
"Aku pergi dulu ya, nanti malam kita lanjut," Dario mencium kening istrinya.
Tanpa menunggu jawaban istrinya, Dario bergegas menuju ke pintu. Namun begitu ia memegang knop, gerakannya tertahan mendengar kalimat istrinya.
"Kalau kamu tetap di sini dan melanjutkan percintaan
kita, aku akan membatalkan gugatan cerai.