Chereads / Istri Yang Ku Sia-Siakan / Chapter 8 - BAB 7 NGAK AKAN CERAI

Chapter 8 - BAB 7 NGAK AKAN CERAI

"Azzam sini, Nak, mama ingin peluk Azzam," pinta Ziya sambil mengulurkan kedua tangannya.

Azzam hanya diam dan justru mengeratkan genggaman tangannya di tangan Savanna.

Dario, Azzura, dan Abian yang ada di ruangan itu menatap ke arah Savanna seolah meminta Savanna melepas genggaman tangan Azzam.

Malas berdebat, Savanna pun meminta Azzam

melepaskan genggaman tangannya.

"Azzam ayo sana peluk Mama Ziya."

Azzam mendongak, "Tapi Mommy..."

"Mommy gapapa, ayo, itu udah ditungguin Mommy Ziya."

Dengan berat hati Azzam melepas genggaman tangannya, lalu menghampiri Ziya. Ziya langsung menarik Azzam dalam pelukannya.

"Mama senang sekali Azzam jenguk Mama."

Tak ingin menambah luka hati, Savanna memilih pergi. Dario ingin mengejar, tapi Ziya menahan tangannya.

"Mas Dario aku haus, boleh minta ambilin air di nakas

itu.""Iya, sebentar ya."

Sempat, Savanna berharap Dario mengejarnya, tapi sekali lagi, dia dikecewakan oleh harapannya sendiri. Savanna sudah tau harapannya akan sia-sia, tapi anehnya Savanna terus berharap suaminya berubah. Savanna berharap Dario memilihnya daripada Ziya. Savanna juga berharap Dario mengutamakannya daripada Ziya. Lalu pada akhirnya Savanna terhempas oleh harapannya yang tak pernah terkabul.

Savanna duduk di sofa, bermain hp untuk mengurangi kejenuhan

Namun tiba-tiba Margaretta duduk di sofa single di

sampingnya.

Astaga, drama dimulai, batin Savanna malas.

"Savanna gimana kabar kamu?" tanya Margaretta.

"Baik, Tante."

"Syukurlah. Tante ikut bahagia. Semoga kamu nggak sakit ya seperti putri, Tante."

"Iya, Tante, terima kasih doanya."

Margaretta mengernyitkan alis. Agak heran dengan perubahan sikap Savanna. Biasanya Savanna akan mengatakan ini itu dan menuduh putrinya berbohong soal penyakitnya, tapi sekarang Savanna terlihat tidak peduli.

"Savanna, sebagai seorang ibu, saya ingin memberikan saran untuk kamu."

"Saran apa, Tante?" tanya Savanna sambil tersenyum."Daripada kamu sedih dan tekanan batin melihat suami kamu masih mencintai wanita lain, Tante menyarankan lebih baik kamu cerai saja. Kamu perempuan yang baik, Tante yakin kamu bisa bahagia dengan laki-laki lain."

"Oke, Tante."

"O-oke?" Margaretta sampai tergagang saking syoknya mendengar jawaban Savanna.

Biasanya Savanna akan membantah dan mengatakan tidak akan bercerai dengan Dario meskipun maut memisahkan, lalu sekarang tiba-tiba Savanna mengiyakan saat Margaretta menyuruhnya bercerai.

"Apa maksud kamu oke? Kamu mau cerai sama Dario

Belum sempat Savanna menjawab, tiba-tiba Dario sudah datang

"Savanna."

Savanna menoleh dan tersenyum pada suaminya, "Iya, Ma, aku dan Mas Dario akan bercerai. Mama bisa. menikahkan Mas Dario dengan Ziya."

"SAVANNA!" bentak Dario tak terima.

Dario menghampiri Savanna dan mencengkeram pergelangan tangannya.

"Tante jangan salah paham, saya dan Savanna nggak akan cerai," ucap Dario tegas, lalu menatap tajam istrinya," Ikut aku."Dario menarik paksa Savanna menuju ke balkon rumah Ziya.

"Apa-apaan kamu," Dario menghempaskan tangan istrinya, "Kenapa kamu bilang mau cerai sama Tante Margaretta."

"Kenyataannya begitu kan? Aku memang mau cerai."

"Aku nggak akan pernah menceraikan kamu."

"Kalau gitu bunuh aku saja, Mas."

Hati Dario mencelos. Seketika kemarahannya hilang, perasaan kesalnya berubah jadi sendu. Semua kalimat murka tertahan ditenggorokan. Hanya tatapan mata sendu yang menggambarkan isi hatinya sekarang

"Mungkin kita memang nggak berjodoh. Mungkin jodoh kamu adalah mantan istri kamu. Nggak usah dipaksa, Mas. Aku juga nggak mau jadi penghalang kebahagiaan kamu. Kita harus berpisah demi kebahagiaan kita masing-masing. Aku pasti akan selalu mengingat kamu. Kamu adalah orang yang paling aku benci di dunia ini."

"Kalau begitu benci aku sepuas kamu, tapi jangan pergi."

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan, Mas. Kamu

menahanku tapi kamu selalu mengabaikanku."

"Aku akan belajar."

"Belajar apa?"

"Belajar nggak mengabaikan kamu dan jadi suami yang baik,""Dari kemarin kamu ngomong gitu terus, tapi kenyataannya apa? Zonk. Setiap kamu bersamaku, saat Ziya menelpon kamu pasti selalu pergi.

"Aku menemui Ziya juga dengan alasan. Dia sakit."

Kepala Savanna rasanya ingin pecah berdebat dengan suaminya. Debat yang tidak ada akhirnya.

"Sudahlah, Mas. Lebih baik kamu temani selingkuhan kamu, aku pulang duluan."

Savanna ingin pergi, tapi Dario menahan tangannya dan memeluknya dari belakang.

"Jangan pergi," Dario memohon sambil menutup mata

dan menenggelamkan wajahnya di rambut istrinya.

Savanna mengepalkan tangan menahan detak jantungnya yang berdebar kuat. Bahkan di saat marah. seperti ini, jantungnya masih saja deg-degan saat bersama Dario. Rasa cinta Savanna begitu besar, karena itu saat dia terluka, lukanya pun sangat sakit.

"Jangan pergi, aku mohon," lirih Dario sambil menguatkan pelukan diperut istrinya.

Savanna memejamkan mata sejenak, lalu saat dia membuka mata, pandangannya tertuju pada Ziya yang berdiri tak jauh darinya.

Savanna hanya menatap datar, sementara Ziya menatapnya penuh dendam, tatapan penuh kemarahan seolah ingin membunuh Savanna hidup-hidup.

Lalu sepersekian detik Ziya tersenyum licik dan

Savanna tau sebentar lagi akan ada drama baru.Bruak...

Dario tersentak mendengar suara jatuh.

Saat itu juga Dario langsung melepas pelukannya dan menghampiri Ziya.

"Ziya," dengan khawatir Dario jongkok di samping

Ziya.

"Ya Tuhan, Ziya," Margaretta dan Abian juga menghampiri Ziya, wajah mereka tampak panik.

"Mama," Azzura berteriak tak kalah panik sambil menangis keras.

Lalu Azzam....

Hanya bocah laki-laki itu yang menatap ke arahnya.

dengan sorot mata khawatir.

Hanya Azzam yang memikirkannya.

"Dario cepat gendong Ziya dan bawa ke kamar."

"Iya, Om."

Dario mengikuti perintah Abian untuk menggendong Ziya dan membawanya ke dalam kamar.

Sekali saja, Savanna berharap suaminya menoleh ke arahnya, tapi nyatanya Dario dengan begitu fokus berlari membawa Ziya dalam gendongannya. Lagi dan untuk yang kesekian kali Savanna tersakiti oleh harapannya sendiri.

"Mommy," Azzam ingin menghampirinya, tapi Abian buru-buru menarik tangannya."Azzam ayo ikut Opa, mama kamu butuh kamu."

"Nggak mau, Mommy," Azzam terus memanggil dirinya. Tapi Abian menggendongnya paksa dan membawanya pergi.

Saat itu juga air mata Savanna jatuh. Kedua tangannya terkepal untuk menyalurkan kemarahan yang membara di dalam dadanya. Savanna benci situasi seperti ini. Situasi yang membuatnya terlihat begitu lemah dan dengan mudahnya diinjak-injak orang lain.

Memang seharusnya Savanna tidak ada di sini. Atau lebih tepatnya, tidak seharusnya Savanna hadir dalam hidup Dario. Sungguh sangat menyakitkan menjalin hubungan dengan orang yang belum selesai dengan masa lalunya. Dalam setiap langkah yang ia dan suaminya ambil, selalu ada jejak mantan yang mengikuti dari belakang.

Savanna bisa bertahan dan berjuang mati-matian untuk mempertahankan pernikahan. Tapi jika di hati Dario sudah ada nama Ziya, sampai kapanpun Savanna tidak akan pernah memenangkan perjuangan ini.

Lebih baik berhenti. Lelah juga harus berjuang terus. Savanna juga ingin bahagia dengan laki-laki yang mencintainya tulus.

Dengan langkah gontai Savanna meninggalkan kediaman keluarga Abian Bagaskara.

"Lepas, lepasin aku," Azzam berteriak dan terus mendorong Abian.Namun Abian tetap menggendongnya paksa dan membawanya masuk ke dalam kamar. Abian tidak ingin putri tirinya merasa sedih karena Azzam lebih Savanna daripada Ziya.

"Azzam bisa tolong jangan membuat keribuat, mama kamu pingsan," ucap Dario yang duduk di samping Ziya dan menggenggam tangan Ziya dengan khawatir.

"Mommy pulang sendiri, Dad, Azzam mau nemenin Mommy," Azzam terus meronta dalam cengkraman Abian.

Azzam benci dengan dirinya sendiri yang begitu lemah dan tidak bisa melawan orang-orang yang ada di sini. Azzam ingin cepat dewasa dan melindungi Mommy-nya.

"Azzam, Mommy Savanna bisa pulang sendiri, dia juga

bawa mobil tadi," ucap Margaretta sambil menahan jengkel

karena sikap Azzam yang lebih menyayangi Savanna.

"Benar Azzam, lebih baik kamu di sini temani mama kamu yang lagi sakit," tambah Abian.

"Nggak. Aku nggak mau. Aku mau nemenin Mommy Savanna. Minggir, lepaskan aku."

Azzam terus memberontak, tapi cengkraman tangan Abian dilengannya begitu kuat. Meskipun sudah tua, tenaga Abian masih kuat, anak berusia tujuh tahun itu nggak akan bisa melawan.

"LEPASIN AKUUU."

Bruakkk...

Azzam kesal dan melempar vas bunga yang ada di meja. Semua orang tersentak. Ziya yang pura-purapingsan juga ikut bangun.

"AZZAM, APA-APAAN KAMU," bentak Dario kesal, " Kalau pecahan kaca mengenai Opa Abian gimana?" Dario benar-benar tak abis pikir dengan putranya yang belakangan ini sering marah-marah dan membanting barang-barang.

"Lihat kan, Dario. Ini akibatnya kalau kamu membiarkan Azzam diasuh ibu tirinya. Savanna nggak becus mengurus anak. Kamu juga tau kan Savanna itu dari panti asuhan, dia nggak pernah diurus ayah dan ibu, lalu kamu malah menikahinya dan menyuruhnya mengurus anak-anak kamu!" sentak Margaretta tak habis pikir.

"Ma, udah, jangan begitu, Ziya yakin Savanna bisa mengurus anak-anak dengan baik," ucap Ziya.

"Kamu lihat ini Dario, selama ini Savanna selalu menjelek-jelekkan Ziya dan menuduh Ziya pelakor, tapi Ziya selalu membela Savanna. Ziya juga selalu membantu Savanna mengurus Azzam dan Azzura. Buka mata kamu Dario. Savanna nggak pantas jadi istri kamu. Ceraikan dia," ucap Margaretta.

"DADDY SAMA MOMMY NGGAK AKAN PERNAH

CERAI!" teriak Azzam menggelegar. Sorot matanya menajam menatap semua orang.

"JANGAN PERNAH JELEK-JELEKIN MOMMY. AZZAM YANG SALAH, SALAHKAN AZZAM."

"Azzam, yang sopan kamu, sama orang yang lebih tua nggak boleh berteriak," ucap Abian ingin menyentuh kepala Azzam, tapi Azzam termundur."Azzam sini, Nak, sama mama," Ziya turun dari ranjang, ingin menghampiri putranya.

"Kenapa mama harus kembali lagi dan merusak kebahagiaan Azzam. Azzam, Azzura, Daddy, sama Mommy, sudah bahagia bersama, tapi tiba-tiba mama datang dan merusak semuanya," napas Azzam naik turun menahan amarah sembari menatap tajam mamanya.

"Azzam, kamu tega sekali ngomong seperti itu sama mama. Mama hanya ingin bersama Azzam dan Azzura sebelum mama meninggal," Ziya terisak-isak.

"Sayang," Margaretta memeluk putrinya, lalu menatap tajam Azzam, "Keterlaluan kamu Azzam. Mama Ziya ini ibu kandung kamu, tapi kamu malah membela ibu tiri kamu."

"Azzam tau mana yang baik dan yang buruk."

"Secara nggak langsung kamu bilang mama Ziya buruk?" Margaretta melotot marah.

Azzam baru ingin membuka mulut, tapi Dario berucap.

"Azzam, udah cukup, sekarang kamu minta maaf sama mama kamu."

"Nggak. Azzam nggak mau."

"Bahkan untuk meminta maaf setelah melakukan kesalahan, Azzam nggak mau?" Abian menggelengkan kepala tak percaya, "Apa yang sudah kamu dan Savanna ajarkan pada cucu saya sampai Azzam bisa sekeras kepala. ini."

"Aku sendiri juga nggak tau, Om, Dario selalumengajarkan yang baik-baik untuk Azzam."

"Kalau begitu sudah jelas, Savanna penyebabnya," sahut Margaretta.

"AKU BILANG MOMMY NGGAK SALAH. KENAPA KALIAN SEMUA TERUS MENERUS JELEK-JELEKIN

MOMMY."

Azzam berkaca-kaca, lalu dia berbalik badan dan berlari, namun saat sampai di ambang pintu dia menabrak seseorang

Azzam mendongak, seketika air matanya mengalir melihat Antony, ayah dari Dario.

"Granpa, hiks."

Antony menggendong cucunya.

"Kenapa, Sayang? Kenapa nangis?"

"Mereka semua hiks, jahat. Mereka jelek-jelekin Mommy. Azzam nggak suka. Azzam mau pulang. Mau ketemu Mommy."

Antony mengusap punggung cucunya. Pun dengan Helena mengusap punggung cucunya.

"Sayang kamu ngomong apa sih, nggak mungkin Opa, Oma, Mama, dan Daddy kamu jelek-jelekin Savanna," ucap Helena sambil tersenyum pada Margaretta dan Abian.

Azzam sudah lelah menjelaskan, dia hanya menangis dalam pelukan kakek baiknya. Hanya Antony yang baik pada Savanna.

"Grandpa, Azzam mau pulang. Anterin Azzam."

"Iya, Nak, kita pulang sekarang.

Antony menatap Dario. Dia tak habis pikir Dario membiarkan Savanna pulang sendiri.

Antony ke sini karena Helena mengajaknya. Helena bilang Ziya kecelakaan dan ingin menjenguknya. Antony malas, tapi karena cucunya ada di sana, Antony pun ikut Dan benar dugaannya, di sini ada drama menjijikkan.

"Dario kamu juga ikut pulang sama Azzam."

"Dario baru tiba, Ton, Ziya juga butuh Dario," ucap Margaretta sambil mengusap rambut Ziya.

Antony berdecih.

"Kenapa Ziya membutuhkan Dario? Memangnya Dario siapanya Ziya? Dario cuma mantan suami. Dario nggak punya tanggung jawab lagi atas hidup Ziya."

"Pa, sudah, jangan membuat keributan, Ziya lagi sakit," Dario menatap Ziya yang menangis dalam pelukan Margaretta. Dario tak tega melihat keadaan Ziya yang terlihat lemas itu. Jika semakin banyak tekanan, Ziya bisa pingsan lagi.

"Terus kenapa kalau dia sakit? Kenapa kamu merasa bertanggung jawab sama kamu. Ingat, Dario, dia cuma mantan istri kamu. Harusnya wanita yang lebih kamu pedulikan itu Savanna, istri sah kamu."

"Iya, Pa, tau, tapi jangan marah-marah di sini juga."

Antony spechlees.

"Papa nggak habis pikir sama kamu. Papa nggak

pernah mengajarkan kamu jadi laki-laki pengecut."

"Pengecut. Aku bukan pengecut, Pa."

"Kalau bukan pengecut apa namanya seorang suami yang membiarkan istrinya pergi sendiri dan memilih wanita lain. Dan kamu Ziya, sadar diri kenapa sih. Kamu itu bukan siapa-siapanya Dario lagi. Dario sudah punya istri dan berhenti mengganggu pernikahan Dario dan Savanna."

"Saya nggak pernah mengganggu pernikahan Savanna dan Mas Dario, Om. Saya malah mendukung pernikahan mereka. Saya juga ikut senang selama Mas Dario bahagia. Saya hanya ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak saya sebelum saya mati. Saya hiks, saya," Ziya tak bisa melanjutkan kalimatnya, dia terisak-isak dan memeluk Marageretta.

"Antony cukup!" tegas Abian, "Lebih baik kamu pulang saja daripada kamu di sini dan menyakiti putri saya

"Ohh jelas, saya juga tidak ingin berlama-lama di sini," Antony menatap sinis Abian dan membawa Azzam pulang.

"Granpa, Azzura ikut," Azzura turun dari ranjang dan berlari mengikuti kakeknya.

"Antony, Margaretta maafkan sikap suami saya ya Tapi saya harus pulang dan menjaga anak-anak. Dario, kalau kamu masih ingin di sini menemani Ziya. Silakan saja, biar anak-anak mama yang jaga."

Dario menggeleng, "Nggak, Ma. Aku ikut pulang aja."

Dario menatap Ziya, "Ziya cepat sembuh ya. Akupulang dulu."

"Iya, Mas, maaf ya merepotkan."

"Enggak kok. Kamu nggak pernah merepotkan Mas."

Dario mengusap rambut Ziya dengan lembut lalu keluar dari kamar bersama mamanya menuju ke mobil.

Helena masuk ke dalam mobil suaminya. Sedangkan Dario masuk ke mobilnya sendiri.

Sesampainya di rumah, Azzam langsung mencari mamanya

"Mommy, Mommy dimana? Azzam pulang," teriak Azzam dengan wajah ceria. Azzam tak sabar bertemu dengan mamanya.

Di belakang Azzam, ada Dario, Azzura, Helena dan Antony.

Bi Lastri datang.

"Bu Savanna belum pulang, Den Azzam," ucap Bi Lasti.

"Loh kok belum pulang, Mommy sudah pulang dari tadi, Bi."

Tak percaya begitu saja, Azzam lari menaiki tangga. menuju ke kamar mama papanya. Kosong. Azzam pun pindah ke kamarnya. Kosong juga.

Azzam pun turun menemui papanya yang sedang menelpon, sepertinya menelpon mama.

"Daddy, Mommy nggak ada," Azzam menarik-narik

ujung kemeja papanya."Sebentar Daddy telpon Mommy dulu."

Dario mondar-mandir sambil terus menelpon Savanna. Terhitung lima kali dia menelpon, tapi nggak ada satu pun panggilan yang dijawab.

"Savanna, kamu dimana? Angkat."

Helena berdecak, "Pemikiran Savanna masih seperti anak kecil aja. Ada masalah sedikit langsung kabur," Helena memutar bola mata malas.

Sejak awal Helena memang tidak merestui pernikahan Dario dan Savanna. Savanna terlalu muda, umurnya saat menikah dengan dari baru 23 tahun, sementara Dario sudah 32 tahun. Selisih mereka sepuluh tahun.

"Kalau papa ada di posisi Savanna, papa bukan hanya

kabur tapi juga menuntut cerai," ucap Antony.

"Yasudah cerai saja. Mama lebih setuju Dario sama Savanna cerai dan Dario bisa balikan sama Ziya."

"MOMMY SAMA DADDY NGGAK AKAN CERAI NGGAK AKAN PERNAH!" Azzam berteriak dan menatap tajam Helena.