"Azzam, kamu belum tidur?"
Azzam menggeleng
"Azzam nungguin Mommy, Mommy bilang mau ke kamar Azzam."
Seandainya Dario mengatakan Mommy-nya sedang menangis, Azzam pasti langsung mengamuk. Azzam begitu menyayangi Savanna, bahkan rasa sayang Azzam lebih besar daripada rasa sayangnya pada Savanna. Bagaimana bisa Azzam menyayangi Savanna sebesar itu padahal Savanna hanya ibu tiri?
"Kenapa Daddy di sini? Mommy mana?"
"Mommy di kamar lagi tidur."
"Aku mau ke kamar Mommy."
"Mommy lelah, jangan ganggu Mommy."
Azzam menoleh lagi, "Mommy lelah juga gara-gara Daddy?"
"Memangnya apa yang Daddy lakukan sampai Mommy lelah?" Dario melotot pada putranya. Umur Azzam baru tujuh tahun, tapi anak nakal ini selalu bersikap sok dewasa.
"Daddy buat Mommy sedih."
Dario tercubit dengan omongan putranya, tapi dia terlalu gengsi mengaku. Dario masih menyangkal jika dia adalah sumber penderitaan Savanna. Lagipula selama ini Dario selalu melakukan tanggung jawabnya. Uang, tempat tinggal, bahkan nafkah batin juga. Tapi Savanna yangmenolaknya.
"Azzam, kamu jangan sok tau tentang Mommy sama Daddy. Anak kecil nggak boleh ikut campur urusan orang dewasa. Lebih baik Azzam belajar yang rajin, biar pinter dan jadi penerus perusahaan Daddy."
"Azzam nggak akan ikut campur kalau Daddy nggak
menyakiti Mommy."
Dario mendengkus, "Dari tadi kamu terus nuduh Daddy menyakiti Mommy. Kapan Daddy menyakiti Mommy? Apa Daddy pernah bentak atau mukul Mommy? Nggak pernah kan?"
"Daddy memang nggak pernah mukul Mommy, tapi Daddy menyakiti hati Mommy. Daddy selalu deket-deket sama Mama Ziya."
"Azzam, mama Ziya itu ibu kandung kamu. Kamu nggak suka ayah kandung kamu deket sama ibu kandung kamu?"
"Nggak suka. Karena Mama Ziya bukan lagi istri Daddy. Kata Granpa, suami itu harus melindungi dan mengutamakan istri, tapi selama ini Daddy selalu mengutamakan mama Ziya, padahal Mama Ziya bukan istri Daddy lagi. Setiap Mama panggil Daddy, Daddy langsung datang, bahkan saat Daddy bersama Mommy sekalipun. Setiap Daddy pergi sama Mama, Mommy sedih. Tapi Mommy nggak mau keliatan sedih. Azzam nggak suka lihat Mommy sedih."
Dario terdiam. Kalimat demi kalimat yang ucapkan dengan polosnya oleh putranya seperti pisau yang menghujam dadanya. Sampai kapan dia mau memungkirifakta itu, fakta bahwa sikapnya memang menyakiti hati Savanna.
Namun keras kepala dan keegoisan membuatnya terus gelap mata dan selalu merasa dirinya tak salah.
"Daddy mau cerain Mommy dan nikah lagi sama mama ya?"
Dario mengerjab.
"Apa kamu bilang?"
"Daddy mau cerain Mommy dan nikah lagi sama mama Ziya?" Azzam mengulang pertanyaannya.
"Nggak. Daddy nggak akan pernah cerai sama Mommy
"Tapi Mommy bilang sama Azzam, Mommy mau cerai. Awalnya Azzam sedih Mommy mau ninggalin kita, Dad. Tapi setelah Azzam pikir-pikir, lebih baik Mommy pergi saja daripada Mommy terus tinggal di rumah ini dan melihat Daddy mesra-mesraan sama Mama, terus Mommy sedih. Nanti kalau Daddy sama Mommy beneran cerai, Azzam mau ikut Mommy."
"Sudah Daddy bilang kan. Daddy nggak akan cerai dengan Mommy. Lagian kalau Daddy beneran cerai, kenapa kamu ikut Mommy. Mommy Savanna bukan ibu kandung kamu?"
"Memangnya kenapa? Yang penting Mommy Savanna menyayangi Azzam lebih dari ibu kandung Azzam sendiri.
Dario memijit pangkal hidungnya. Azzam pintar sekali
berdebat, sejak tadi seolah tidak kehabisan kata-kata untukmembalas semua omongannya.
"Jadi, kapan Daddy sama Mommy cerai?"
"AZZAM!"
Azzam tertawa dan langsung lari masuk ke dalam kamarnya.
"Aishh anak itu benar-benar," Dario. menggeleng-gelengkan kepala. Pusing sekali melihat kelakuan Azzam. Hebat juga Savanna bisa mengurus Azzam yang super bandel itu sampai Azzam bisa luluh.
Dario menghembuskan napas kasar, lalu kembali ke kamarnya. Dario sudah tidak mood ingin minum alkhohol. Lebih baik dia menyusul istrinya dan melanjutkan gairah yang tertunda tadi tadi.
Namun begitu ia sampai kamar, ternyata Savanna sudah tidur.
Dario duduk di tepi kasur, menurunkan baju tidur istrinya yang tersingkap hingga menutup pahanya kembali, lalu menarik selimut hingga sebatas dada.
"Kenapa kamu memberontak Savanna. Kamu cukup diam, ikuti perintahku, kamu akan bahagia."
Dario mengulurkan tangan dan mengusap pipi istrinya. Dulu sebelum mengenal Savanna dan setelah cerai dengan Ziya, Dario beberapa kali menjalin hubungan dengan perempuan. Namun tak bertahan lama, paling lama sebulan. Lalu putus dan Dario kembali kesepian.
Savanna yang saat itu menjadi sekretarisnya yang mengurus segala kebutuhannya. Pun saat Dario galaumemikirkan istrinya dan masa depan anak-anaknya, Savanna selalu menghiburnya.
Dulu Savanna begitu ceria. Ada saja celetukan yang membuat Dario tertawa. Tapi sekarang, senyumnya yang dulu sehangat matahari, berubah sedingin salju.
"Bertahanlah sebentar lagi, Savanna. Setelah Ziya
sembuh, kita akan selalu bersama."
Dario meraih tangan istrinya dan mencium punggung tangannya. Ciuman begitu lama dan penuh perasaan.
***
Saat membuka mata, Savanna terkejut melihat suaminya tidur di sampingnya sambil memeluknya. Namun Savanna tak peduli banyak. Melepas pelukan itu, Savanna pun turun dari ranjang menuju ke dapur.
Seperti biasa Savanna menyiapkan sarapan dengan dibantu dua orang pembantu.
Namun tiba-tiba terdengar suara mobil. Tanpa melihat pun Savanna sudah tau siapa pemilik mobil itu.
Benar saja, tak lama Ziya menghampirinya ke dapur.
"Berani sekali kamu menggoda Mas Dario," Ziya menyentak bahu Savanna.
Tak ingin ikut campur, meskipun merasa tak tega dengan Savanna, para pembantu pergi.
Savanna juga tidak butuh dibela. Dia bisa membela dirinya sendiri.
"Apa yang kamu lakukan sama Mas Dario tadi malam?Hah?" Ziya mendorong-dorong bahu Savanna dengan jari telunjuknya.
Savanna tersenyum miring, "Apa ini adegan pelakor labrak istri sah gara-gara istri sah menggoda suaminya sendiri?"
"Jaga bicara kamu, Savanna. Berapa kali aku bilang. Aku bukan pelakor. Kamu yang pelakor. Kamu hadir ditengah-tengah hubunganku dan Mas Dario yang belum selesai! Dan satu hal yang harus kamu ingat, Mas Dario memang suami kamu, tapi dia tetap milikku."
"Ohya? Tapi semalam aku dan Mas Dario udah..." Savanna membuat gerakan menyentuh lehernya sendiri dengan sensual, "Yaampun aku jadi malu."
Savanna tersenyum malu-malu dan itu sukses membuat Ziya semakin kesal. Ziya mengepalkan tangan, menahan diri untuk tidak menampar Savanna. Seandainya tidak di rumah ini, sudah pasti Ziya akan menampar, menjambak dan menginjak-nginjak Savanna.
"Kamu pikir aku percaya," Ziya tersenyum sinis, "Aku berani bertaruh seratus persen, Dario nggak akan menyentuh kamu. Karena apa... Karena dia masih mencintaiku."
"Kalau Mas Dario memang masih mencintaimu, kenapa dia nggak mau melepaskanku?"
"Karena hidup kamu menyedihkan. Kamu pikir Mas Dario menikahi kamu karena dia mencintai kamu? Oh ya jelas enggak. Mas Dario kasihan sama kamu. Hitung-hitung dia bersedekah dengan menikahi anak yatim piyatu dan memberinya makan seperti tuan yangmemberi makan pada anjingnya."
100
Ziya tertawa remeh dan sinis.
"Savanna, Savanna, kamu bodoh sekali. Bangunlah dan berhenti berkhayal. Tidak ada kisah Cinderella di dunia nyata. Aku sarankan lebih baik kamu pergi dari hidup Dario sekarang. Daripada kamu menderita dan pada akhirnya mati perlahan. Atau kenapa kamu nggak mati sekarang aja menyusul papa dan mama kamu yang nggak jelas keberadaaannya itu yang bahkan mungkin sekarang mereka sudah di neraka."
Plak....
Kepala Ziya tertoleh ke samping saking kerasnya Savanna menamparnya. Tak mau kalah, Ziya pun mengayunkan tangan ingin menampar Savanna. Tapi Savanna lebih dulu menahan tangannya dan memelintir ke belakang.
"Lepas! Berani sekali kamu. TOLONGG. MAS DARIO, AZZURA, AZZAM TOLONGGG."
Ziya berteriak keras, namun Savanna sengaja tak melepas cengkraman tanggannya. Sudah terlanjur dibenci, sekalian Savanna membuat semua orang membencinya.
"Arggkkk," Ziya memekik saat Savanna menjambak rambutnya. Demi Tuhan, Zaya ingin sekali membalas jambakan Savanna, tapi dia tahan. Takut kalau tiba-tiba Dario, Azzam dan Azzura datang dan melihatnya menjambak Savanna, mereka akan marah padanya.
Zaya akan menahan diri dan membiarkan tersakiti demi kemenangan yang abadi. Tapi setelah ini Ziyapastikan Savanna akan mendapat balasan.
"Kenapa kok diem aja? Gunain mulut kotot kamu menghina orang tuaku dan aku pastikan mulut kamu akan robek."
Ziya menelan ludah dengan susah payah.
"MAS DARIOO, AZZAM, AZZURA."
Setelah berteriak sekian kali, akhirnya Dario muncul. Matanya terbelalak melihat Ziya kesakitan bahkan sampai menangis.
"Mas Dario hiks tolong, sakit!"
"SAVANNA! LEPAS!"
Dario menarik Ziya dalam pelukannya dan mendorong Savanna dengan keras sampai perut Savanna membentur sisi meja. Savanna mengerang kesakitan, tapi dia tahan. Tak ada gunanya menunjukkan rasa sakit di depan laki-laki jahat ini.
"Mas sakit hiks, kepalaku pusing," Ziya terisak sambil memegang kepalanya.
"Mama," Azzura datang dan menghampiri Mama tersayangnya.
"Mama gapapa?" tanya Azzura khawatir. Di belakang Azzura ada Azzam yang justru menatap khawatir Savanna yang memegang perutnya.
"Dia jambak, nampar sama cengkeram tangan Mama, Azzura. Badan mama sakit semua," Ziya mengadu pada putri kecilnya."MOMMY, KENAPA SIH MOMMY JAHAT BANGET SAMA MAMA. APA SALAH MAMA SAMA MOMMY," Azzura berteriak sambil menangis.
"Jangan bentak Mommy!" Azzam langsung berdiri di depan Savanna dan manatap tajam adiknya, "Mommy nggak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan."
"Azzam kenapa kamu selalu bela Mommy. Mommy
ibu tiri dan semua ibu tiri itu jahat."
"Mommy nggak jahat."
"Azzam, Azzura cukup. Kalian masuk kamar. Ini urusan orang dewasa," ucap Dario.
"Nggak. Azzura ngak mau pergi. Azzura nggak mauninggalin Mommy sama perempuan jahat itu," Azzura menunding sambil menatap nyalang Savanna.
"Mommy bukan orang jahat!" Azzam tak terima dan berteriak pada adiknya.
Kepala Dario berdenyut semakin sakit melihat pertengkaran anak-anaknya. Masalah Savanna dan Ziya belum selesai dan sekarang anaknya juga saling bertengkar menjadi dua kubu.
"BIBIIII," panggil Dario.
Seorang pembantu datang.
"Iya, Tuan."
"Bawa Azzura dan Azzam ke kamar."
"Azzura nggak mauu," Azzura memeluk Ziya, "Azzura mau sama mama. Azzura mau melindungi mama."
"Yaampun anak mama. Mama beruntung sekali memiliki anak seperti kamu, Azzura. Kamu memang anak yang berbakti pada orang tua."
Dario menghela napas panjang. Kepalanya benar-benar pusing menghadapi masalah dipagi buta ini.
Dario menatap Savanna yang menatapnya dengan sorot mata yang tak bisa Dario gambarkan. Ada luka menganga dan kemarahan yang membara di bola matanya.
"Savanna kamu—"
Savanna langsung pergi menaiki tangga sebelum suaminya menyelesaikan kalimatnya."Mommy," panggil Azzam.
Savanna tidak menjawab dan terus berjalan. Azzam berkaca-kaca. Dia ingin mengejar, tapi sepertinya mamanya tidak ingin diganggu. Azzam juga memilih pergi dan kembali ke kamarnya.
Dario ingin mengejar Savanna, tapi tiba-tiba....
"Aduh, Mas, kepala aku pusing."
Dario pun merangkul Ziya dan membawanya ke sofa. Azzura juga ikut memegang lengan mamanya dengan khawatir.
Dario mengambil kompres dan mengompres pergelangan tangan Ziya yang memang terlihat biru. Entah apa yang merasuki Savanna sampai Savanna sekasar ini dengan Ziya. Savanna benar-benar berubah sekarang
"Sayang, kamu harus sekolahkan, lebih baik sekarang kamu mandi dan anti seragam," ucap Ziya sambil mengusap rambut Azzura.
"Tapi Azzura mau nemenin Mama."
"Mama gapapa, kan ada papa."
"Benar kata mama, sekarang kamu masuk ke kamar ya, minta bantuan sama bibi kalau nggak bisa pakai seragam sendiri."
"Aku bisa kok, Dad. Azzura sudah besar."
"Yaudah sana."
Dario mengacak rambut putrinya dengan gemas.Setelah kepergian putrinya, Dario pun lanjut mengompres pipi Ziya.
"Sakit?"
Ziya mengangguk, "Sakit banget, Mas."
"Kenapa Savanna nampar kamu?"
Ziya menggeleng, "Aku juga nggak tau, Mas. Tadi aku ke sini mau minta maaf sama Savanna soal semalam yang mungkin aja aku mengganggu waktu berduaan kamu sama Savanna, Mas. Tapi Savanna malah tiba-tiba menuduhku pelakor dan menamparku, menjambak, lalu memelintir tanganku."
Dario menghela napas panjang.
"Mulai sekarang kamu nggak usah deket-deket sama Savanna."
"Maksud kamu, aku nggak boleh datang ke rumah ini lagi?"
"Bukan gitu, tentu saja kamu boleh. Kamu boleh datang ke sini kapanpun kamu mau. Kamu ke sini juga mau ketemu anak-anak kan?"
"Iya, Mas, aku ke sini mau ketemu anak-anak. Masa ketemu kamu terus godain kamu, hahaa," Ziya tertawa, Dario juga ikut tertawa.
Ditengah-tengah tawa mereka, Savanna muncul. Dia sudah rapi dengan style-an kantor yang dulu saat Savanna masih menjadi sekretaris Dario.
"Mau kemana kamu?"Savanna tidak menjawab pertanyaan suaminya dan langsung pergi.
"Suami kalau lagi ngomong didengerin," Dario menahan tangan Savanna, menyentak hingga tubuh Savanna menghadap padanya.
"Aku mau interview."
"Interview apa?"
"Kerja."
"Kerja? Untuk apa kamu kerja?"
"Memangnya kalau kerja untuk apa, Mas? Ya cari uanglah. Aku ingin mandiri."
"Untuk apa mandiri? Uang suamimu ini nggak akan
habis kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan kamu."
"Iya untuk sekarang. Tapi setelah cerai siapa yang akan membiayaiku lagi."
"BERHENTI BICARA CERAI, SAVANNA!"
Savanna termundur, kaget mendengar teriakan suaminya yang menggelegar. Selama enam bulan terakhir ini, tak terhitung berapa kali Dario membentaknya. Lama-lama dia bisa kena serangan jantung. Selain mati karena tekanan batin dan depresi jika tetap di rumah ini Savanna bisa-bisa mati kena serangan jantung.
"Sudah aku bilang kan, sampai kapanpun, aku nggak akan pernah menceraikan kamu."
Savanna speechless, tidak tau lagi harus mengatakanapa. Suaminya terus menyiksa batinnya, tapi dia juga tidak mau melepaskannya. Tetap bertahan di rumah ini hanya akan membuat Savanna gila.
"Mas Dario, tenang," Ziya berdiri dan mengusap lengan suaminya.
"Savanna, benar yang Mas Dario katakan, lebih baik kamu jangan kerja dan jadi ibu rumah tangga saja. Anak-anak membutuhkan kamu."
"Diam lo, Jalang!"
"SAVANNA," bentak Dario.
Savanna memutar bola mata malas.
"Terserah, Mas, dengan atau tanpa izin kamu, aku akan tetap kerja. Dan jangan bicara soal istri yang harus menghargai suaminya, karena sejak awal kamu nggak pernah menghargaiku."
Savanna berbalik badan dan langsung pergi.
"Silakan saja, aku pastikan tidak akan ada satu perusahaan yang mau menerima kamu!"
Savanna menulikan telinga dan berlari kencang menuju ke gerbang. Dia sudah memesan ojek. Dario sudah memberinya mobil, tapi Savanna tidak mau mengendarainya. Savanna ingin membiasakan diri tanpa fasilitas suaminya.
"Ini, Neng, helmnya."
Savanna memakai helm dan Pak ojek pun melajukan motor. Sepanjang jalan air mata Savanna mengalir.Sungguh, dia tidak ingin menangis, dia tidak ingin terlihat lemah. Tapi tetap saja air matanya keluar tanpa bisa dia tahan.
Lama perjalanan, akhirnya Savanna sampai di perusahaan pertama interview hari ini.
"Terima kasih, Pak."
"Neng tunggu sebentar."
"Ini untuk Neng," Pak Ojek yang Savanna pikirakan seumuran dengan mendiang ayahnya itu mengulurkan coklat, "Anak saya kalau sedih suka makan coklat. Mungkin ini bisa mengurangi kesedihan Neng dan menambah semangat Neng hari ini." Pak Ojek tersenyum, senyum bersahaja dan tulus.
Rasanya Savanna ingin menangis lagi.
"Terima kasih, ini berharga sekali untuk saya," Savanna menerima coklat itu dan membalas senyum Pak Ojek
"Sama-sama, Neng. Yang semangat ya. Percaya, Tuhan nggak akan menguji hambanya diluar kemampuan."
Savanna mengangguk, "Terima kasih, Pak. Terima kasih banyak."
Pak Ojek tersenyum dan mengendarai motornya menjauh, sementara Savanna masih diam sambil memandangi coklat itu.
"Seandainya aku memiliki ayah, apa ayah akan memberiku coklat saat aku sedih? Atau ayah akan menyamar jadi badut dan membuatku tertawa?" Savannatersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Jika ayah atau ibunya masih hidup, sekali saja, Savanna ingin bertemu mereka.