Chereads / Istri Yang Ku Sia-Siakan / Chapter 7 - BAB 6 AZZAM AKAN MELINDUNGI MOMMY

Chapter 7 - BAB 6 AZZAM AKAN MELINDUNGI MOMMY

"Kalau kamu tetap di sini dan melanjutkan percintaan kita, aku akan membatalkan gugatan cerai."

Dario diam cukup lama. Sementara Savanna menatap punggung suaminya dengan penuh harap. Savanna berharap untuk kali ini saja Dario mau memilihnya.

Dario berbalik badan.

"Jangan menempatkanku pada posisi yang sulit. Bisa tolong mengerti keadaan, Ziya masuk rumah sakit dan membutuhkanku."

"Memangnya aku nggak butuh kamu, Mas.

"Kita bisa melakukannya nanti malam."

"Bukan itu! Bukan soal seks."

"Lalu apa? Luka kamu juga udah baik-baik aja kan."

Air matanya sudah tak terbendung lagi, Savanna pun segera tiduran dan menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya agar air matanya tak terlihat oleh suaminya.

"Savanna."

"Pergilah. Kamu benar, Ziya lebih membutuhkan

kamu."

Dario benar-benar dilemma. Sebenarnya dia juga tidak ingin pergi, tapi Ziya membutuhkannya. Kata dokterumur Ziya tidak panjang Dario ingin membuat sahabat kecilnya itu bahagia di detik-detik terakhir dalam hidupnya.

"Aku akan segera pulang."

Dario pada akhirnya memilih pergi. Menutup pintu dan meninggalkan Savanna sendiri. Seketika itu tangisnya pecah. Savanna menangis sekeras mungkin.

Selama dua tahun ini tak terhitung berapa kali dia menangis. Padahal dulu sebelum menikah, apapun masalahnya, apapun rintangan hidupnya, Savanna jarang menangis. Namun sekarang, hatinya jadi mudah terluka dan mudah menangis.

"Capek, aku capek, hiks," Savanna mencengkeram selimut dan terisak-isak.

"Gimana keadaan Ziya, Om?"

"Untunglah lukanya nggak parah."

"Syukurlah," Dario menghembuskan napas lega.

Abian mengangguk.

"Terima kasih ya Dario, kamu masih mau datang menjenguk Ziya," ucap Margaretta, mama Ziya.

"Tante ngomong apa sih, tentu saja saya pasti datang

"Seandainya kamu masih menjadi suami Ziya, semua ini nggak akan terjadi."

Margaretta menangis, sedih memikirkan nasibputrinya.

"Ziya terlalu mencintai kamu dan tidak ingin membuat kamu susah, karena itu Ziya pura-pura selingkuh agar kamu menceraikannya. Dia mengorbankan perasaannya demi kebahagiaan kamu. Ziya perempuan yang sangat baik. Tapi pada akhirnya dia menderita sendiri."

Abian mengusap pundak istrinya, "Sudahlah, jangan menangis terus."

"Bagaimana aku nggak nangis, Pa. Anak kita hidupnya sangat menderita. Seandainya bisa, aku ingin menggantikan posisi Ziya."

"Selama ada Dario penderitaan putri kita akan berkurang," Abian menatap Dario dengan sorot mata penuh harap.

"Om titip putri Om ya, tolong beri dia kebahagiaan di sisa-sisa umurnya. Ziya hanya ingin menghabiskan waktu bersama orang-orang yang dia sayangi, terutama kamu, Azzura dan Azzam."

"Iya, Om, saya akan menjaga Ziya."

"Terima kasih, ngomong-ngomong kamu masih mencintai Ziya?" tanya Abian.

Dario terdiam.

Margaretta menggenggam tangan Dario.

"Tante tidak tau, apakah kamu masih mencintai Ziya. atau tidak, tapi satu hal yang Tante minta, tolong jaga dia. ya, perlakukan dia dengan baik.""Iya, Mas."

100

Ziya tersenyum, hati senang sekali Dario datang, nggak sia-sia usahanya menabrakkan diri. Untung saja lukanya nggak parah. Ziya akan melakukan apapun untuk menarik perhatian Dario. Ziya juga akan melakukan apapun agar mantan suaminya ini rujuk lagi dengannya.

"Hari ini kamu bisa langsung pulang?"

Zaya mengangguk, "Dokter bilang aku boleh pulang sore ini, tapi harus bedrest. Setelah infus ini habis aku bisa langsung pulang. Kamu mau anterin aku pulang kan?"

Dario diam sesaat. Dia kembali dilemma, di sisi lain dia ingin segera pulang, takut kalau tiba-tiba Savanna kabur, tapi di satu sisi dia juga tidak tega meninggalkan Ziya. Apalagi Dario sudah berjanji pada kedua orang tua Ziya akan menjaga Ziya selalu.

"Mas Dario," Ziya menggenggam tangan Dario dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Aku nggak minta kamu temenin aku sampai malam atau menginap di rumahku kok. Aku tau kamu sudah menikah dan kamu juga ingin menghabiskan waktu bersama Savanna. Aku mengerti posisiku hanya orang luar, aku sudah nggak berhak atas kamu. A-aku hiks."

Ziya tak sanggup mengatakan apapun lagi, air matanya mengalir begitu saja.

"Ssttt jangan nangis ya," Dario menarik Ziya dalam pelukannya.

"Aku maafkan aku, Mas. Aku menyusahkanmu.""Nggak. Kamu nggak menyusahkanku. Kamu jangan berpikir yang berat-berat nanti kamu stress. Kamu harus happy supaya cepat sembuh. Ingat kan kata dokter kamu barus bahagia."

"Kebahagiaanku hanya kamu. Aku selalu ingin dekat dengan kamu. Aku ingin kamu menemani ku dua puluh empat jam. Selain itu aku juga ingin bersama dengan anak-anak terus. Tapi aku nggak mau egois, aku juga memikirkan perasaan Savanna. Karena itu nggak pernah nuntut kamu melakukan apapun untukku. Tapi kenapa Savanna sangat membenciku. Dia juga tau umurku nggak lama, tapi kenapa dia jahat banget nuduh aku pelakor."

"Nggak, kamu bukan pelakor. Kamu nggak usah dengerin kata Savanna. Dia sebenarnya baik, mungkin karena emosi dia ngomong begitu."

Ziya agak kesal dengan jawaban Dario yang mengatakan kalau Savanna itu sebenarnya baik. Tak apa, ini masih awal, Ziya yakin bisa merebut hati Dario dan Dario akan kembali dalam pelukannya. Ziya juga akan mendepak Savanna dari hidup Dario.

Jam sebelas siang, Savanna menjemput anak-anak ke sekolah. Selama enam bulan ini, tepatnya setelah Ziya kembali, biasanya Ziya yang menjemput anak-anak. Tapi karena Ziya yang katanya kecelakaan itu, Savanna pun yang datang ke sekolah.

"Kecelakaan beneran tau rasa dia," gumam Savanna sambil melajukan mobil.

Savanna benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Ziya.Segitu besarnya keinginan untuk kembali pada Dario sampai dia berpura-pura sakit kanker bahkan pura-pura kecelakaan. Savanna selalu yakin apapun yang dilakukan oleh manusia pasti mendapat karma, Savanna tidak sabar menunggu karma apa yang akan didapatkan Ziya.

Savanna sampai di sekolah.

Tak lama Azzura dan Azzam keluar dari kelas.

"Mommy," Azzura berlari menghampirinya. Dibelakangnya Azzam juga berlari kecil.

"Hai, Sayang."

"Ayo ke rumah sakit, Mommy."

"Kenapa ke rumah sakit?"

"Tadi Mama Ziya telpon Azzura, katanya nggak bisa jemput Azzura karena kecelakaan. Azzura mau lihat kondisi Mama."

Licik, kata itu cocok sekali menggambarkan Ziya. Ziya memperalat Azzura untuk menarik simpati Dario. Namun lagi-lagi... Terserah. Savanna sudah capek. Savanna pun sudah mensehati Azzura untuk mendengarkan hal-hal baik, tapi Azzura nggak pernah mau mendengarkan. Otak Azzura juga sudah dicuci oleh ibu kandungnya sendiri.

"Mommy ayo ke rumah sakit."

"Ke rumah sakit aja sendiri," kesal Azzam.

Azzura menatap kakaknya, "Kamu nggak mau ketemu

mama?"

"Nggak.""Kenapa?"

"Perempuan itu jahat."

"Mama bukan orang jahat. Mama yang melahirkan kita, mama ibu kandung kita. Surga kita ada di bawah telapak kaki mama. Kamu jangan durhaka sama mama. Nanti kamu dikutuk jadi batu."

Azzam baru mau menyahut, namun buru-buru Savanna menepuk pundaknya.

"Udah ya, jangan bertengkar."

"Azzam yang mulai duluan, Mommy."

"Iya iya udah cukup," ucap Savanna dengan selembut mungkin sambil mengusap rambut Azzura.

"Yaudah kita ke rumah sakit sekarang."

"Mommy," lirih Azzam dengan sorot mata tak suka.

"Yeee aku seneng banget. Ayo, Mommy," Azzura bersorak dan masuk ke mobil duluan.

Sementara Savanna dan Azzam masih ada diluar.

"Sayang, ayo masuk ke mobil."

Savanna menggenggam tangan Azzam dan menariknya, namun Azzam menahan langkahnya.

"Kenapa, Nak?"

"Azzam nggak mau Mommy kerumah sakit ketemu Mama Ziya sama Daddy.""Kenapa gitu, hm?"

100

"Azzam nggak mau Mommy sedih lihat Daddy deket sama Mama Ziya."

Hati Savanna mencelos. Dia tidak menyangka anak berusia tujuh tahun ini memahami perasaannya. Azzam saja bisa peka seperti ini, tapi Dario justru nggak

peka-peka.

"Jangan pergi ya, Mommy."

"Gapapa, Sayang. Mommy nggak sedih kok. Di sana juga nanti Azzam bisa ketemu sama Mama Ziya, Azzam doakan ya semoga Mama Ziya cepat sembuh."

Azzam diam, tapi sorot mata tajam dibalut kabut sedih

itu menggambarkan isi hatinya. Azzam tidak ingin pergi,

tapi demi dirinya Azzam memaksa pergi.

"Yaudah, tapi Mommy jangan jauh-jauh dari Azzam ya. Azzam akan melindungi Mommy. Nanti kalau Mommy sedih, genggam tangan Azzam."

Ya Tuhan, Savanna terharu sekali, sampai rasanya ingin menangis. Ditengah-tengah gempuran masalah hidupnya, Tuhan begitu baik mengirimkan malaikat kecil ini untuknya. Malaikat kecil yang tak mengenal rasa takut dan selalu memasang badan untuk melindunginya.

"Mommy, Azzam, ayo ke rumah sakit sekarang. Azzura nggak sabar mau ketemu Mama."

"Cerewet!" jengkel Azzam.

Savanna dan Azzam pun masuk ke mobil, lalu Savanna melajukan mobil menuju ke rumah sakit Pelita.Sekarang Savanna sudah sampai di rumah orang tua

Dalam perjalanan tadi, tiba-tiba Dario menelpon dan bilang Ziya di rumah. Dario menyuruhnya membawa anak-anak ke rumah Ziya.

Savanna ingin kabur saja, dia tidak ingin bertemu Ziya dan kedua orang tua Ziya. Tapi sebagai rasa tanggung jawabnya sebagai ibu, Savanna harus mengantar anak-anaknya sampai rumah dengan selamat.

"Yeeeee udah sampai," Azzura turun dari mobil.

"Azzura hati-hati, Nak," ucap Savanna yang sama sekali tak didengar Azzura. Sejak ada Ziya, satupun ucapan Savanna tidak ada yang didengar.

Di depan rumah, Margaretta dan Abian, kedua orang tua Ziya, menyambut kedatangan cucu mereka.

"Oma, Opa."

"Halo, cucu Oma tersayang," Margaretta memeluk Azzura, sementara Abian mengusap rambut Azzura.

Savanna turun dari mobil bersama dengan Azzam "Sini Mommy tangannya," Azzam mengulurkan tangan.

Savanna tersenyum, "Terima kasih, Pangerannya Mommy," Savanna menerima uluran tangan Azzam dan menggenggam erat.

Sambil mengayun-ayunkan tangan dan tersenyumceria, ibu dan anak itu berjalan mendekati halaman depan.

Margaretta dan Abian tidak suka melihat pemandangan itu. Mereka tidak suka Azzam, cucu mereka, dekat dengan Savanna yang hanya ibu tiri.

"Halo, Azzam," Margaretta menghampiri mereka dan menarik paksa Azzam dalam pelukannya hingga genggam tangan Azzam dari Savanna lepas.

Secara refleks Azzam mendorong Margaretta, lalu kembali menggenggam tangan Savanna. Savanna terkejut dengan keberanian Azzam, sedangkan Margaretta sudah ternganga kesal. Dia tidak menyangka cucu laki-laki. kesayangannya bisa sekasar itu..

Namun Margaretta harus tetap tenang

"Azzam kenapa kamu dorong Oma kamu?" tanya Abian tak terima, Abian menghampiri mereka sambil menggenggam tangan Azzura.

"Savanna apa kamu yang menyuruh Azzam melakukan itu?" tanya Abian.

Savanna baru ingin menjawab, tapi....

"NGGAK. Mommy nggak nyuruh Azzam. Azzam yang nggak suka dipeluk-peluk," ucap Azzam menepati janjinya untuk melindungi Savanna.

Rasanya Savanna ingin membawa kabur Azzam bersamanya, dia terlalu kecil untuk menghadapi semua orang yang menjahatinya.

"Udah, Pa, udah," Margaretta mengusap lengan suaminya untuk menenangkan.Abian mengdengkus, "Ayo, cucu Opa, kita masuk. Mama sama Daddy kamu sudah menunggu DI KAMAR," ucap Abian dengan menekankan kata kamar.

Dikira Savanna bakal cemburu dan sedih gitu? Dulu iya, tapi sekarang Savanna sudah tidak peduli.

"Ayo, Opa."

Azzura juga ikut masuk ke dalam rumah.

"Azzam, ayo sama Oma," Margaretta tersenyum dan mengulurkan tangan.

"Nggak mau. Azzam mau sama Mommy," ucap Azzam sambil mengeratkan genggaman tangannya. "Ayo, Mommy

Azzam menarik Savanna masuk ke dalam rumah.

"Mommy jangan takut ya, ada Azzam."

"Iya, Sayang, terima kasih."

"Sama-sama Mommy."

Savanna menarik napas dan mengeluarkan perlahan. Dia akan mempersiapkan diri menghadapi apa yang akan terjadi beberapa menit ke depan.

Ini bukan pertama kalinya Savanna ke sini, Savanna sering mengantar anak-anaknya ke sini. Orang tua Ziya pun selalu judes dan nyinyir padanya. Savanna sampai kenyang sindiran dan hinaan mereka.

Savanna bisa gila beneran jika mengambil hati ucapan mereka. Karena itu mulai sekarang demi kawarasannyaSavanna harus cuek.

Gapapa, sebentar lagi kamu akan cerai dan bebas, yang kuat ya, Savanna menguatkan dirinya sendiri..

"Nah itu Azzam," ucap Azzura sambil menunjuk

abangnya yang sudah sampai di ambang pintu.

"Azzam sini, Nak, mama ingin peluk Azzam," pinta Ziya sambil mengulurkan kedua tangannya.

Azzam hanya diam dan justru mengeratkan

genggaman tangannya di tangan Savanna.