Chapter 4 - Hitam & Putih

Tidak perlu dijelaskan lagi, semua orang tidak tahu mengenai kemampuan Arina sebagai penyihir hitam. Alasan pertama, tentu saja karena sihir hitam sendiri dianggap sebagai aliran sihir yang tabu—yang menjijikkan dan terlalu kuat. Tapi alasan keduanya adalah karena sosoknya pernah masuk ke ramalan kerajaan.

'Suatu hari di masa depan, seorang penyihir hitam akan membawa bencana besar ke seluruh kerajaan. Membakar seluruh lahan, mencemari seluruh perairan, sampai meruntuhkan langit.'

Ramalan itu sudah berumur ratusan tahun, tapi sayangnya tidak pernah ada raja yang menghapuskan aturan 'orang yang ketahuan memiliki sihir hitam akan langsung dihukum mati' sampai sekarang. Alhasil, kalau tidak mau dibakar di depan umum, Arina jadi terpaksa menyembunyikan identitasnya.

Semuanya berjalan dengan lancar selama bertahun-tahun. Tapi setelah berhati-hati seperti itu sepanjang hidupnya, akhirnya Arina malah ketahuan oleh seorang pangeran.

Mereka berdua sudah kenal sejak kecil, tapi Arina tidak pernah begitu dekat dengan keluarga kerajaan. Alasannya banyak. Tapi tiga bersaudara itu memang tidak pernah mudah didekati. Pangeran yang pertama, Felix, sangat sulit diajak bicara. Lalu tuan putri kedua juga memiliki kepribadian yang aneh.

Dan sialnya, Arina malah ketahuan oleh yang paling buruk, yaitu pangeran yang ketiga. Pangeran yang selalu dipuji para menteri karena kepandaiannya memanfaatkan kelemahan orang lain untuk kepentingannya sendiri.

Hari itu datang begitu saja 5 bulan lalu, di mana pangeran Alex tiba-tiba datang ke rumahnya dan mengatakan kalau dia tahu identitas asli Arina yang merupakan seorang penyihir hitam.

Sebenarnya saat itu Arina sudah hampir spontan membunuhnya. Tapi alih-alih melawan, pangeran itu ternyata malah mengajukan sebuah perjanjian.

"Jadi tunanganku. Dan dengan begitu kita bisa membantu satu sama lain." Begitu katanya waktu itu.

"Hh, mungkin harusnya Aku langsung membunuhnya saja waktu itu." Celetuk Arina dengan desahan panjang. "Menurutmu Aku harus bagaimana, Sei?"

"Ehh? Kenapa anda menanyakan itu pada saya?" Balas pelayannya dengan bibir tertekuk.

Arina tertawa sebentar, tapi pandangannya kembali serius saat dia melanjutkan kegiatan membacanya. "Pendeta agung…" Gumamnya, mengutip salah satu kalimat yang ada di buku.

Secara umum, orang yang bisa menggunakan kemampuan sihir sebenarnya sudah termasuk langka karena jumlah mereka memang tidak banyak. Tapi pendeta, orang yang punya sihir penyembuhan dan sihir pemurnian justru lebih langka lagi.

Soalnya bukan cuma bisa menyembuhkan luka, mereka juga punya kemampuan untuk menghilangkan kutukan. Kalau ada orang yang bisa membunuh penyihir hitam sampai ke tulangnya, sudah pasti itu adalah seorang pendeta.

Meski begitu, sepengetahuan Arina, para pendeta itu sepertinya tetap tidak bisa merasakan begitu saja kehadiran sihir hitam di sekitar mereka. Soalnya kalau bisa, mereka pasti sudah membakar Arina begitu melihatnya bertunangan dengan pangeran beberapa bulan lalu. Bahkan saat itu kepala pendeta juga datang ke perayaannya.

Walaupun tentu saja, itu semua juga pasti berkat kalungnya. Sepertinya tidak sia-sia Arina menghabiskan banyak uang untuk mendapatkannya. Berkat itu, tidak ada satu orangpun yang bisa merasakan energi sihirnya.

"Tapi kalau pendeta agung, jangan-jangan bisa…?" Gumamnya khawatir. "Kalau iya, sepertinya Aku memang harus membunuhnya selagi bisa."

'Tsk. Menuruti perintahnya memang menyebalkan, tapi apa boleh buat.'

=======================================================

Sampai 4-5 tahun lalu, sesuai tradisi, kedudukan putra mahkota sebenarnya diduduki oleh pangeran pertama kerajaan, Felix. Tapi begitu kehilangan tangannya di salah satu perang, kabar burungnya mengatakan kalau dia mulai jadi gila dan stres sampai akhirnya mengalami kemerosotan di segala aspek.

Padahal karakter aslinya juga sudah buruk, tapi saat itu tempramennya jadi seperti orang kalap. Makanya saat dia hampir menghancurkan sebuah desa, yang mulia raja akhirnya tidak bisa lagi membiarkannya begitu saja. Sehingga sejak saat itu, status putra mahkota pun jatuh ke tangan Alex, pangeran ketiga.

Tidak seperti Felix yang suka memenangkan perang karena kemampuan berpedang dan tubuhnya yang berotot, kemampuan Alex terlihat lebih unggul di meja bundar kerajaan. Bukan hanya pandai menyelesaikan masalah kerajaan, kabarnya dia juga kadang menghentikan perang sebelum perang itu betulan terjadi.

Bukan hanya disayangi oleh raja dan ratu, pangeran yang satu ini bahkan dicintai oleh semua menteri kerajaan. Apalagi sekarang, dengan fakta bahwa dia bertunangan dengan putri keluarga Almira. Orang yang tidak mendukungnya hampir tidak ada sekarang.

Keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh besar di kerajaan sebenarnya ada beberapa lagi. Tapi di antara semua itu, keluarga Almira adalah keluarga yang paling terkenal keterampilannya.

Dengan kedudukan tuan Almira sebagai arsitek pribadi kerajaan, dan nyonya Anastasia yang merupakan penasihat langsung di kebun istana, semua orang sering menyebut mereka sebagai pasangan bangsawan paling jenius di seantero kerajaan.

Bahkan seakan belum cukup, mereka juga punya seorang putri yang punya pengetahuan luas mengenai barang antik. Tidak sedikit bangsawan yang mendatanginya setiap mereka perlu mencari barang tertentu.

Entah bagaimana aslinya, setidaknya keluarga itu memang kelihatan sempurna dari luar.

Tok tok. "Rina, ini ibu. Ibu masuk ya." Kata Anastasia. Tapi karena tidak kedengaran dibalas, dia pun membuka pintunya sendiri.

Dan di kamar yang sudah gelap itu, putrinya kelihatan sedang selimutan di kasur. "Ibu dengar kau sakit. Kau baik-baik saja?" Tanyanya, meski anaknya masih saja tidak menyahut. Arina tidak kelihatan sudah tidur, tapi caranya tidak membalas membuatnya terkesan seakan dia sedang ngambek.

"Pelayanmu bilang perutmu sakit karena datang bulan, jadi ibu bawakan obat. Kalau sedang sakit banget, ibu juga suka minum ini." Katanya lagi. Dia menunggu beberapa saat siapa tahu Arina mau berguling dan berbalik. Tapi karena anaknya tetap saja diam, dia pun menyerah.

"Yasudah. Kau istirahat saja. Ibu akan memeriksamu lagi nanti." Katanya. Dan setelah dia mengelus kepalanya, nyonya Anastasia pun bangun dan berjalan keluar kamar.

"Ya-ya Tuhan, hampir saja…" Gumam Arina, yang ternyata merupakan Sei—karena Arina yang asli sedang berburu seorang pendeta sekarang!

'Gah, nona Arina! Anda harus cepat kembali!!' Teriak Sei dalam hati sambil memandang jauh ke langit malam di luar jendela.