Chapter 18 - Peramal Buta (1)

Hujan salju menyebar siang dan malam. Bagi Xue Xian dan Jiang Shining, cuaca ini tergolong menguntungkan sekaligus merugikan.

Keuntungannya terletak pada Jiang Shining, yang berperan sebagai kekuatan utama "berjalan kaki" dalam perjalanan mereka yang terburu-buru, dia sudah menjadi hantu yang takut akan energi yang. Sepanjang hari, awan hitam menyelimuti langit bersalju, memungkinkan energi yang teredam dan energi yin berkembang, membuat perjalanan lebih mudah, sehingga dia tidak perlu menghentikan langkahnya saat fajar pertama mulai menjelang.

Kerugiannya adalah...

"Angkat tanganmu dan lindungi wajahku! Cepat! Kepalaku akan tertiup angin!" Xue Xian berteriak pada Jiang Shining dengan cara yang mengesankan.

Ditemani angin kencang dan jahat, dia jelas tidak bisa duduk diam di bahu Jiang Shining. Jiang Shining tidak punya pilihan selain meletakkannya di antara kerah bajunya dan membiarkan kepalanya terbuka sehingga "beban" yang cemas ini dapat berbicara dengan santai tentang hal-hal penting. Namun, angin jahat ini tidak mematuhi hukum alam; dan tidak berpegang pada aturan, bersiul dari empat arah sekaligus, membuat seseorang menjadi sangat jengkel karenanya.

Jiang Shining mengangkat tangannya dengan wajah pucat. Dia melindungi kepala kertas Xue Xian sambil berjuang menerobos angin jahat. Dia berkata, "Kau bisa memasukkan kepalamu yang berharga itu ke dalam bajuku."

Xue Xian dengan tegas menolak. Tidak. Aku khawatir kau akan tersesat begitu aku mengalihkan perhatianku. "

Jiang Shining, "..." Dari mana orang yang tertantang menjadi pemandu arah ini mendapatkan kepercayaan* dirinya?

*"Kepercayaan" di sini dipilih sebagai terjemahan dari "wajah" yang diterjemahkan secara harfiah, yang digunakan dalam bahasa Mandarin untuk mewakili rasa percaya diri dan/atau kebanggaan seseorang.

Xue Xian tertawa dingin. "Begitu kau memasuki kota, kau akan menangis sambil menanyakan arah padaku."

Jiang Shining, "..."

Mereka mencoba pergi ke Distrik Wolong*, salah satu distrik di Linjiang, yang berjarak dua kota dari Ningyang dan memiliki tempat penyeberangan feri kuno.

* Wolong (卧龙) —- artinya "naga yang tertidur

Tempat penyeberangan feri itu tidak tergolong besar dan jumlah kapal yang melakukan perjalanan hilir mudik dibatasi setiap harinya; penyeberangan feri itu sendiri bukanlah satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melakukan perjalanan menuju Anqing. Satu-satunya alasan kenapa mereka harus pergi kesana dan menyeberangi sungai itu karena Xue Xian ingin mengunjungi seseorang.

"Ada sebuah keluarga yang tinggal di sisi timur tempat penyeberangan feri itu. Keluarga ini terdiri dari sepasang kakak-beradik yang tidak terlalu akrab satu sama lain. Aku pernah dua kali mengunjungi mereka, dan kali kedua aku berkunjung, mereka sedang ribut sendiri. Saudara laki-laki yang sedikit lebih tua memiliki sedikit kemampuan, jadi aku ingin dia melihat bola emas ini. Mungkin dia bisa tahu dimana lokasi orang yang menjualnya kepada Penasihat Liu," kata Xue Xian kepada Jiang Shining.

Karena dia sudah pernah dua kali berkunjung, dia harus bisa menjadi orang yang diandalkan. Jiang Shining tentunya tidak keberatan dengan hal ini dan dengan patuh bergegas menuju Distrik Wolong.

Untuk menghindari kesulitan saat memasuki dan meninggalkan kota, mereka sengaja mengambil jalan pegunungan di sekitar dua kota yang harus mereka lewati. Keduanya, yang satu adalah seekor naga dan yang lainnya adalah hantu; keduanya biasa bepergian di malam hari. Cukup masuk akal untuk mengatakan bahwa tidak ada yang mereka takuti.

Namun, rumor mengatakan bahwa gunung berhutan ini dihuni oleh sekelompok bandit, meski aksi mereka tidak terlalu berhasil, ada pembatasan jumlah kendaraan dan kuda yang akan melewati jalan pegunungan itu. Xue Xian yang sedang membawa bola emas, membuat Jiang Shining merasa gelisah. Dia takut mereka akan bertemu dengan satu atau dua kelompok bandit yang akan mencelakakan mereka berdua.

Dia telah melihat bahwa dinding dan pilar dari beberapa kuil yang ditinggalkan dan menjadi tempat mereka beristirahat sebelumnya memiliki bekas goresan pisau dan adu kapak. Kemudian dia melihat salah satu sudut gerbang terdapat bekas noda darah merah tua yang sudah mengering, menyebabkan kecemasannya mencapai puncaknya.

Mungkin itu karena mereka mengambil rute yang berbeda atau mungkin karena beberapa alasan lain, tetapi mereka tidak bertemu dengan satu pun bandit selama perjalanan mereka. Mereka kadang-kadang menemukan kendaraan dan kuda dan bahkan akan kembali ke wujud kertas untuk menumpang tanpa beban.

Singkatnya, semuanya tenang dan sunyi* entah mengapa agak aneh.

*"Semuanya tenang dan sunyi" awalnya merupakan idiom yang berarti "angin sepoi-sepoi dan ombak tenang".

Hal ini berlanjut sampai hari keempat ketika mereka akhirnya tiba di luar gerbang tempat tujuan mereka tanpa sedikit pun menderita kerugian. Jiang Shining masih ragu untuk percaya. "Apa keberuntungan kita sebagus ini?"

"Orang lain tidak takut pencuri merampok mereka dan sebaliknya takut pencuri terpaku pada mereka. Kau benar-benar kebalikannya dan pasti satu-satunya orang yang menghabiskan harinya hanya untuk terpaku pada sekelompok pencuri." Xue Xian mengangkat kepalanya dan memandangi gerbang kota.

*Bahasa Mandarin 不思杀杀向刚感者念忘 (Bùsī shā shā xiàng gāng gǎn zhě niàn wàng) adalah modifikasi dari frasa bahasa Mandarin 不思权入屋刚感想忘 (Bùsī quán rù wū gāng gǎnxiǎng wàng), yang dapat diterjemahkan sebagai "tidak takut pencuri memasuki rumah, tetapi takut pencuri terpaku (pada rumah)". Karena situasi yang terakhir lebih berbahaya dalam jangka panjang.

"Distrik Wolong—" Jiang Shining membaca kata-kata itu dengan lantang dan kemudian berkata, "Rumor mengatakan semua tempat yang memiliki nama 'Long (naga)' merupakan tempat di mana naga menampakkan dirinya sebelumnya. Distrik Wolong ini terdengar seperti tempat tidur seekor Naga."

Wajah Xue Xian penuh dengan rasa jijik. "Distrik ini hanya sebesar telapak tangan dan bahkan tidak cukup besar untuk digunakan sebagai pijakan. Kau pasti orang yang tidur di sini!"

Jiang Shining menatapnya bingung. "Aku sedang tidak membicarakanmu."

Mereka kebetulan tiba tepat saat wugeng dan lonceng pagi terdengar dari dalam kota, satu per satu, bergema dari dalam ke luar. Setelah gema kelima memudar, gerbang kota perlahan terbuka.

Ketika penjaga membuka gerbang kota, Jiang Shining pergi bersembunyi di sebuah sudut. Dia berencana untuk memanfaatkan keremangan yang tersisa dan kembali ke wujud kertasnya untuk menyelinap di antara tepi gerbang dam menghindari kemungkinan masalah yang mungkin terjadi selama pemeriksaan. Tapi saat dia mundur satu langkah, sesaat dia merasakan tumitnya lecet karena sesuatu.

"Ada apa?" tanya Xue Xian.

Jiang Shining berjongkok, membersihkan salju dari jejak kakinya, dan merasakan sepotong pelat besi yang sedikit rusak.

Meminjam cahaya dari lentera yang tergantung di tembok kota, Xue Xian menyipitkan matanya sesaat dan melihat potongan pelat besi yang rusak seukuran ibu jari. Satu sisi memiliki ukiran kasar dari kepala serigala sementara sisi lain memiliki nama yang terukir di dalamnya, sebuah nama yang telah digoreskan dengan kejam oleh seseorang menggunakan pisau sehingga bentuk aslinya tidak lagi terlihat dengan jelas.

"Ada satu lagi," gumam Jiang Shining dan menarik sepotong pelat besi yang sama dari dadanya.

Benda ini yang dia ambil sebelumnya di bawah patung Buddha saat mereka beristirahat di kuil yang ditinggalkan. Bahkan ada noda darah gelap di salah satu sisinya. Sisi di mana nama itu ditulis juga tergores dengan cara yang sama dan dengan demikian menjadi sangat berantakan. Sama sekali tidak ada cara untuk memahami kata-katanya.

Xue Xian berkata, "Singkirkan dulu untuk saat ini."

Jiang Shining meletakkan dua potong plat besi itu dan mulai bergerak, mengambil keuntungan dari penjaga yang tidak menaruh curiga dan buru-buru berjalan di sepanjang celah gerbang untuk memasuki kota.

Begitu mereka melewati gerbang kota, dia tidak bisa memahami apa yang dia lihat.

Penampilan Distrik Wolong ini sangat berbeda dari Ningyang. Sepintas, seseorang akan sulit melihat meskipun hanya satu jalan lurus, karena hampir semua bagian jalan berkelok-kelok dan berpotongan dalam kekacauan yang rumit. Sepintas, tampak seperti labirin yang kacau balau.

Jiang Shining menahan diri untuk waktu yang lama sampai akhirnya dia menundukkan kepalanya ke arah Xue Xian untuk bertanya, "Ke mana ... kita akan pergi?"

Xue Xian memegang bola emas itu, dengan sangat bangga pada dirinya sendiri kemudian berkata, terlihat sangat senang dengan dirinya sendiri, "Di persimpangan berikutnya, belok ke timur di jalan kedai pastry keluarga Zhang."

"Kau lihat warung yang menjual kue wijen manis itu? Belok ke barat di tikungan itu."

"Jalan pinggir mana yang berbau pangsit segar? Itu benar, pergi saja ke jalan itu."

...

Setelah bergegas melewati beberapa jalan dan gang, Jiang Shining justru diarahkan sampai dia berada di titik sangat lapar. Sebagai hantu, hanya hantu lain yang bisa mengerti sudah berapa lama dia tidak merasa lapar.

"Apa kau begitu tertantang sehingga kau harus bergantung sepenuhnya pada kedai makanan sebagai penunjuk arah?" dia bertanya dengan suara yang benar-benar monoton sementara seluruh wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak punya apa-apa lagi untuk hidup.

Xue Xian terus memeluk bola emas tersebut sambil mengangguk. "Betul sekali. Kau sebaiknya lebih banyak berjalan dan lebih sedikit berbicara. Langit sudah mulai cerah. Kita hanya harus melewati toko daging rebus dan Restoran Bai Shun dan kemudian kita akan segera sampai!"

Jiang Shining memutar matanya tanpa suara.

Meskipun cara Yang Mulia Leluhur ini mengingat berbagai kedai termasyur agak mengganggu, dia memang memilih rute terpendek. Benar saja, setelah mereka melewati Restoran Bai Shun, Jiang Shining bisa melihat sebuah kapal feri melintas agak jauh di tengah salju dan kabut. Benderanya berkibar-kibar liar tertiup angin dan beberapa kapal yang mengangkut penumpang tampak tertambat di bibir pantai.

Jiang Shining menggunakan tangannya untuk menutupi manusia kertas yang menjulurkan kepalanya dari kerah bajunya. Dia menyelipkan lehernya dan berjalan melawan arah angin menuju area sisi timur tempat penyeberangan feri.

"Yang Mulia Leluhur, bisakah kau duduk diam dan berhenti bergerak? Jika kau tertiup angin, aku tidak akan pergi dan menjemputmu kembali," gerutu Jiang Shining dengan murung.

Xue Xian dengan keras kepala menoleh untuk melihat beberapa kali lagi ke jalanan samping, mendecakkan lidahnya, dan berkata, "Aku terus merasa ada seseorang yang mengikuti kita."

Jiang Shining tanpa sadar berhenti, langsung berbalik untuk melihat ke segala arah, dan berkata, "Aku tidak melihat ada orang aneh. Apa kau salah mengira bahwa kau melihat sesuatu karena kepingan salju terus melayang ke samping melewati mata kita?

"Mungkin," gumam Xue Xian dengan tidak jelas sebelum menarik lehernya, dengan enggan mencoba sedikit anteng.

Dia bergumam pada dirinya sendiri, "Jika memang ada seseorang yang mengikuti kita, salju akan membuat suara berderak di bawah langkah mereka. Tidak ada alasan aku tidak bisa mendengarnya. Mungkin aku terlalu banyak berpikir..."

Mengikuti petunjuk Xue Xian, Jiang Shining dengan cepat sampai di gerbang sebuah rumah di pinggiran kota. Menyebutnya gerbang sebuah rumah benar-benar berlebihan. Melihat dari luar tembok, halaman itu tampak seperti kandang ayam kecil; gerbang berpintu satu itu juga nampak sudah tua dan berubah warna. Karena lembab, bahkan sudut-sudut gerbang menjadi berjamur dan tidak ada seorangpun yang merawatnya.

Jelas bahwa rumah ini tidak bertahan.

"Ketuk gerbangnya," kata Xue Xian.

Jiang Shining memiliki kepribadian yang pendiam dan bahkan ketukannya sangat halus, membuat tiga suara du du du yang ringan dan tidak tergesa-gesa. Hanya dengan mendengarkannya saja membuat gigi Xue Xian terasa sakit. "Jika sepasang kakak beradik itu bisa mendengar ketukanmu yang seperti dengungan nyamuk, itu akan menjadi sebuah keajaiban. Salah satu dari mereka sebelumnya mengalami cedera telinga. Jangan terlalu khawatir dan ketuk lebih keras."

Mendengar ini, Jiang Shining dengan enggan menggunakan lebih banyak kekuatan sambil menggumamkan "Maafkan aku, maafkan aku" sambil mengetuk berulang kali.

Setelah beberapa lama, suara derap langkah kaki akhirnya terdengar dari dalam halaman.

Mungkin salju di tanah membuatnya sulit untuk berjalan tetapi entah bagaimana terdengar seolah-olah orang itu seperti... tertatih-tatih?

"Berapa umur kakak beradik itu?" Jiang Shining tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

"Oh," jawab Xue Xian, "Yang lebih muda sekitar delapan atau sembilan tahun sedangkan yang lebih tua mungkin enam belas atau tujuh belas tahun."

Jiang Shining tercengang. "Apa? Kau meminta seorang anak meramal untukmu? "

Sementara dia tercengang, gerbang kayu tua berpintu satu itu tiba-tiba dibuka oleh seseorang di dalam.

"Pencuri! Enyahlah!!"

Raungan kekanak-kanakan terdengar dari balik gerbang.

Setelah itu, terjadilah benturan keras. Sebuah baskom besar berisi air entah dari mana menyembur keluar, benar-benar membasahi Jiang Shining dari ujung kepala sampai ujung kaki karena dia tidak dapat bereaksi tepat waktu.

Wujud asli Jiang Shining terbuat dari kertas, jadi, setelah seluruh kepala dan wajahnya tersiram air, dia mulai menggigil, membuat seluruh tubuhnya melunak dan jatuh tanpa daya ke tanah. Xue Xian, yang berada di kerah bajunya, juga tidak dapat melarikan diri dan menyelinap keluar, ikut basah kuyup, menempel di tanah yang basah. Bola emas yang ada di bajunya meluncur dengan suara gemerincing dan berhenti di sisi gerbang rumah itu.

Orang yang berdiri di depan gerbang itu membuang baskom kayu di tangannya dengan suara keras. Dia sejenak penuh keraguan sebelum mengulurkan tangan secara tiba-tiba untuk meraih bola emas yang tergeletak di sisi gerbang dan dengan gugup berusaha bangkit untuk menutup gerbang.

Tepat ketika Xue Xian terjebak di tanah dan menahan amarahnya sebagai persiapan untuk mulai bersumpah serapah, sebuah tangan hangat terulur dari langit dan mengangkatnya dari tanah.

Tangan itu bahkan membawa aroma obat pahit yang tampak tidak asing dengannya. Saat Xue Xian mencium baunya, dia langsung bersin. Kepalanya yang basah kuyup menggantung ke bawah sehingga meskipun dia ingin berdiri tegak, dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meledak. "Botak! Apa aku menggali makam leluhur keluargamu atau aku menggali kuburanmu?! Kenapa kau harus selalu memusatkan perhatianmu padaku dan menangkapku?! Bahkan kau mengejarku sepanjang 800 li, apa kau tidak lelah? Hah?!"

Sebuah suara dingin dan acuh tak acuh terdengar dari atas kepala Xue Xian. "Terima kasih atas perhatianmu. Aku tidak lelah."

"..." Xue Xian hampir muntah darah dan segera ingin membenamkannya terlebih dahulu ke dalam sungai!

Orang yang berdiri di depan halaman kecil seukuran kandang ayam ini tidak lain adalah Xuan Min.

Dia membawa Xue Xian yang basah kuyup dengan satu tangan dan juga mengangkat Jiang Shining, yang telah kembali ke wujud aslinya setelah basah kuyup. Dia menjepit mereka berdua di antara kedua jarinya. Setelah itu, tanpa sedikit pun kesopanan, dia membanting gerbang kayu tersebut.

Dia melangkah ke halaman dan menangkap "pencuri kecil" yang mencoba melarikan diri dengan terburu-buru. Menurunkan pandangannya, dengan tenang berkata, "Jangan serakah. Kembalikan bola emas itu."