Melihat ku yang enggan berdiri dan pulang membuatnya mengurungkan niatnya menuju ke makam ayahnya. Jika , tidak salah ingat perempuan barusan adalah Anindia Anak kedua dari om firman. Kutolehkan lagi kepalaku kesana kemari mencari sesosok perempuan bernama Anindia tadi , tetapi malah menghilang.
ku putusan untuk segera pulang kerumah om firman soalnya sejak tadi matahari nampaknya akan segera tenggelam di sebelah barat.
Suasana di kediaman almarhum om firman sudah ramai sekali. Menurut kebiasaan warga kampung lestari yang ku ketahui selama tinggal 4 tahun di sini , mereka akan mengadakan tahlilan selama sembilan hari delapan malam.
Dan sudah barang pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Banyak hal harus dipersiapkan untuk acara tahlilan selepas isya nanti. Semuanya anggota keluarga kecuali Anindia sudah menunggumu ku di ruang tamu yang beralaskan tikar plastik.
" Darimana ? " Ujar bunda ku.
Belum sempat ku balas ucapan bunda, bibik Ani istri om firman lebih dulu menyahut perkataan bunda.
" Pasti , dari seneng - seneng kan ? Kamu seneng kan liat bibik mu ini sekarang jadi janda ?. Sekarang gara - gara kamu kami sekeluarga harus mati kelaparan. Om mu yang menjadi tulang punggung kami sudah mati, dan itu semua karena kamu. Pergilah dari rumahku sekarang... Aku muak melihat wajah kalian berdua.. pergi.. pergi " bibik berteriak dan langsung terduduk kembali , wajahnya Merah padam dengan nafas kasar yang terdengar tidak beraturan.
" Tenanglah Ani semua ini bisa kita bicarakan baik - baik. Duduk ya duduk dulu, Anindia bawakan ibumu air cepat " pinta bunda sambil memegang tangan bibik dan mendudukkannya di lantai.
Segelas air putih disuguhkan oleh Anindia kepada bunda. Setelah mengambilnya bunda tidak lupa mengucapkan terimakasih dan hanya direspon dengan anggukkan kepala olehnya. Bunda langsung saja menyodorkan gelas berisi air hangat itu kepada bibik namun dengan angkuhnya malah ditepis.
Bunda sedikit meringis memegangi tangannya yang terkena air yang lumayan hangat tadi. Sebelum ku layangkan tanganku untuk membalas kepada bibik , bunda terlebih dahulu menarik menjauh dari tempat kejadian itu.
Seandainya bibik bukan wanita,sudah pasti ku layangkan tinju ku sekarang... Aku teringat dengan tangan bunda dan bergegas menuju dapur untuk mencari obat . Sudah ku cari kemana - mana tetapi nihil tidak ku temukan apapun untuk mengobati tangan bunda.
Sebuah tangan mungil, yang tengah menyodorkan kotak obat membuat netra ku berpaling. Tak ada sepatah kata pun yang keluar darinya. Setelah tanganku menggapai kotak obat itu, iya pun berlalu pergi.
" Rendra , sayang liat bunda. Bibik mu masih marah, dia belum terima jika om mu sudah meninggal , makanya saat ini kamu sebagai seorang anak bunda yang pinter harus bisa sebaik mungkin untuk memaklumi keadaan bibik sekarang. " Bunda berujar ditengah kesibukan tangang ku mengoleskan salep ke tangan putihnya. Aku memilih diam tidak menanggapi perkataan bunda , sudah dapat dipastikan akan membuat bunda jengkel padaku.