"Kamu boleh minta tolong apa saja, kecuali itu." Tolak gadis berambut sebahu itu. Dia membetulkan letak kacamatanya yang melorot jatuh ke hidung mungilnya. Gadis itu menatap tajam lawan bicaranya .
"Katanya kamu cinta sama aku?" Tanya Keenan. Dia menggelendot manja di lengan kekasihnya itu. Pria itu memasang muka memelas, matanya berbinar seolah meminta dituruti.
Gadis itu menghela nafas berat, "Cinta sama kamu bukan berarti aku harus menuruti semua kemauan anehmu terus menerus kan?"
"Tapi yang kali ini aku yakin pasti bakal keren, percaya sama aku. Ayolah sayang, kamu pasti keliatan cantik banget." Bujuk Keenan. Dia membenamkan wajahnya ke dada gadis itu. Pria itu memeluk erat kekasihnya, berharap gadis cantik itu menuruti kemauannya.
Sudah dua hari ini Keenan merengek meminta pacarnya itu untuk menuruti keinginannya. Keenan bahkan membawa gadis itu ke apartemennya agar ia bisa lebih leluasa untuk membujuk.
Perempuan itu mendengus kasar, ia menjauhkan Keenan dari dadanya, "Ok fine, aku mau. Tapi dengan syarat kamu juga harus menuruti kemauanku."
"Hm? Apa?" Tanya Keenan.
Gadis itu tersenyum penuh arti, "Seperti biasa." Dia mengedipkan mata kanannya, gadis itu mengikat rambutnya dengan gelang hitam yang dia ambil dari tangannya. Dia menatap Keenan dengan tatapan penuh nafsu, gadis imut itu meletakkan kedua tangannya diatas bahu kokoh milik Keenan.
"Tapi kali ini, pastikan kamu melayaniku dengan baik." Goda gadis itu, telunjuknya mengangkat pelan dagu Keenan, "Aku gak akan segan-segan membuatmu kewalahan."
Keenan menatap gadis itu cengo. Dia berusaha keras menelan ludahnya.
"Ingat janjimu, Keenan. Kita selalu saling memanfaatkan."
Gadis itu beranjak dari duduknya, meninggalkan Keenan yang terduduk di kasur yang berantakan sendirian. Ia mengambil kotak hadiah berwarna biru yang diletakkan Keenan diatas meja. Gadis itu membuka kotak tersebut, kotak yang berisi baju dan segala pernak-perniknya. Ia melempar tatapan apa-apaan-ini kearah Keenan. Pria itu membuang pandangannya kearah jendela sembari bersiul pelan.
Mata Keenan melirik sekilas kearah pintu kamar mandi saat gadis itu menutupnya dengan sedikit keras. Keenan tersenyum puas, hati kecilnya menari-nari dan berdebar dengan indah. Dia menunggu dengan tidak sabar, berulang kali dia mengetuk pintu kamar mandi untuk memastikan kekasihnya sudah selesai bersiap-siap.
"Sayanggg... udah selesai belum?" Tanya Keenan tak sabar.
"Aku gak pede buat keluar. Aku pikir bakal gampang buat tampil PD dengan baju kayak gini." Sahut gadis itu. Suaranya yang imut dan malu-malu membuat Keenan tersenyum geli.
Keenan menurunkan nada bicaranya, "Gapapa, kamu pasti cantik banget, ayo buka pintunya." Dia berdiri didepan kamar mandi, bersiap untuk menyambut kekasihnya itu.
Tidak ada sahutan dari bbalik pintu hening. Keenan mulai cemas, berulang kali dia mengetuk pintu. Setelah beberapa saat, pintu kamar mandi perlahan terbuka. Gadis itu melangkah keluar, pandangannya menunduk, terlalu malu untuk menatap Keenan.
"Gilaaaaa!!! Mao Xiangling gak pernah salah!!" Pekik Keenan. Ia lari menuju kasurnya yang berada di sudut ruangan. Pria itu mengambil ponselnya yang tergeletak diatas bantal lalu mulai mengarahkan kamera kearah gadis yang pipinya sudah semerah jambu.
Keenan menghardik gadis itu, "Ayo dong, pose, ngapain diem aja didepan kamar mandi?! Kamu coba tiduran dulu diatas kasur."
Gadis itu menurut, dia berjalan melewati Keenan menuju kasur. Dia mencoba untuk berbaring diatas spring bed yang spreinya sudah acak-acakan.
"Coba tangannya agak naik, terus telapak kakimu menyilang biar pinggulmu keliatan lebih gede." Kata Keenan, dia bersiap untuk memotret gadis itu.
JEPRETT... JEPRETT...
Suara-suara itu menggema diiringi kilat lampu flash yang menerangi ruangan secara acak.
"Coba sekarang kamu tengkurap dan naikin sedikit pinggulmu, biarin dadamu tergantung bebas." Perintah Keenan, ia membantu gadis itu untuk menaikkan pinggulnya. "Nah bagus, sekarang sangga dagumu pakai tangan kanan. Ya, begitu!! Gilaa, kamu cantik banget sayang!"
JEPRETT... JEPRETT...
Keenan menurunkan kameranya dari pandangannya. Dia menggeser layar ponsel itu untuk melihat hasil jepretannya.
"Tanpa make up juga mukamu udah flawless. Aku suka ekspresi malu-malu ini, kamu memang cocok dibidang akting." Keenan tersenyum puas, dia menghampiri gadis itu dan mengecup bibirnya.
"Itu aku beneran malu, aku gak terbiasa pakai baju cosplay se-terbuka ini, masih mending pakai seifuku atau kostum berbahan latex tapi tetap tertutup. Ini, terlalu terbuka." Gadis itu memandangi badannya sendiri, dia merasa jijik.
"Ahh.. biasanya kamu juga buka-bukaan kalau sama aku. Let them know your charm, baby." Keenan mengerling genit. Gadis itu hanya diam dan tersipu.
"Ken, apa kamu bakal upload ini ke situs itu juga?" Kata gadis itu sembari melucuti semua aksesoris yang ada ditubuhnya kecuali pakaiannya.
Keenan tersenyum sarkastik, "Kalau aku gak upload ini, gimana caranya aku kasih kamu makan dan bayar cicilan apartemenku ini?" Dia menghidupkan komputernya sembari menghubungkan ponselnya ke komputer itu.
"Apartemen kita maksudmu?" Gadis itu melirik Keenan dengan jengah.
"Apartemenku, apartemen kita, hal yang sama." Kata Keenan acuh tak acuh. Pria itu membuka sebuah situs yang berisi ratusan ribu foto-foto seksi berbayar. Disana bisa dijumpai foto pria maupun wanita mulai dari menggunakan setelan jas lengkap, topless, bahkan bugil. Foto-foto itu hanya bisa diakses jika penggunanya sudah membayar untuk membeli foto tersebut.
Keenan membuka akunnya, akun yang berisi ratusan foto pacarnya yang menggunakan berbagai macam baju cosplay anime hingga chara game. Foto yang dengan seizin pacarnya, dipublikasikan secara komersil untuk menunjang kehidupan mereka berdua. Terhitung sejak pertama kali mereka merilis foto-foto panas gadis itu, mereka sudah meraup hingga ratusan juta dalam waktu yang singkat.
"Ken, sejak awal kamu tau resikonya kan?" Gadis itu mendekat kearah kursi komputer Keenan. Ia meletakkan tangannya di bahu pria itu dan mendekatkan wajahnya kearah layar komputer.
Gadis itu menatap kumpulan foto dirinya dalam berbagai pose-pose yang menggairahkan. Dia sendiri bahkan tidak menyangka bahwa dia bisa sebinal ini, senakal ini, se-menggairahkan ini. Tangan Keenan benar-benar telah merubahnya menjadi gadis yang tak tau malu hanya demi dapat bertahan hidup, tapi, itu memang bisa dilakukan oleh siapapun yang membutuhkan uang kan?
Keenan menyentuh tangan mungil yang hinggap di pundaknya itu, ia menatap gadis itu dengan tatapan yang lembut, "Iya sayang, aku tau kok. Ini demi kebaikanmu juga, kan?"
Manipulatif.
Gadis itu mengangguk ambigu, "Iya, kamu bener. Ini demi kebaikanku juga."
Layar komputer yang cahayanya menyorot keseluruh ruangan itu seolah menjadi saksi bisu betapa miskin dan putus asanya mereka. Layar yang menampilkan betapa rusaknya mereka hanya demi uang. Tapi itu tidak masalah, harga diri bukanlah sesuatu yang dapat membuat perut mereka kenyang atau dapat membayar tagihan tempat tinggal mereka.
Keenan telah selesai menjalankan tugasnya untuk mengunggah foto-foto itu. Dia tersenyum puas dengan hasil yang mereka peroleh hari ini. Sekarang, mereka hanya tinggal menunggu pembeli yang akan membeli foto-foto yang telah mereka unggah.
Keenan memutar kursinya. Ia menatap gadis itu dalam-dalam. Pria itu beranjak berdiri dan mendekap kekasihnya dengan erat. Dekapan erat yang dipenuhi kasih sayang dan nafsu. Gadis itu melepas pelukan itu dan mulai mencumbui Keenan.
"Penuhi janjimu, Keenan-ku."
Keenan mengangguk polos. Dia mulai mencium gadisnya dengan penuh gairah. Lumatan-lumatan itu sama sekali tidak dibalas oleh gadis itu, sesuai janji Keenan, ia akan melayani kekasihnya sesuai dengan keinginan gadis itu.
"Keenan?"
Keenan membuka matanya, dia menyadari Alice sudah kewalahan. Matanya sayu. Gadis itu terengah-engah, dia berusaha keras untuk mengatur nafasnya. Alice menatap Keenan yang kebingungan.
"Kenapa berhenti?" Tanya Alice sembari mengusap sudut bibirnya yang basah.
Keenan mengusap tengkuknya, dia berusaha menyadarkan dirinya yang masih sulit membedakan ingatannya yang acak. Pria itu memandang Alice dengan tatapan bersalah.
Keenan menurunkan tangannya, ia membelai lembut pipi Alice, "Maaf, lagi-lagi aku.."
"Gapapa." Sahut Alice singkat.
Keenan terduduk di tepi ranjangnya. Ia menutup sebelah matanya dengan tangan lalu ia mengacak-acak rambutnya dengan putus. Alice duduk disamping Keenan, berusaha menenangkan pria itu.
"Mau lanjut?" Tanya Alice.
Lelaki itu menggeleng lemah, ia menunduk memandang kedua kakinya. Ia tidak berani menatap mata Alice. Gadis itu mengerti, ia membelai lembut kepala Keenan.
"Maaf."
"Bukannya udah kesepakatan kita dari awal ya? Kenapa kamu minta maaf?" Alice mencoba mendekatkan dirinya ke tubuh Keenan, namun pria itu menolak, ia beranjak berdiri dan berjalan masuk ke kamar mandi.
Alice menatap punggung lebar pria itu dengan tatapan tak mengerti. Dia merebahkan tubuhnya keatas kasur dan menatap langit-langit.
'Aku gak ngerti kenapa Keenan sering banget tiba-tiba menciumku dengan nafsu yang membara tapi tiba-tiba berhenti gitu aja. Dia juga sering pasang muka merasa bersalah setelah dia menciumku. Ada apa?' Batin Alice. Ia menutup matanya menggunakan tangannya.
Ditengah sunyinya ruangan, ponsel Alice berbunyi. Gadis itu merogoh-rogoh tasnya yang berada disamping kasur. Ia membuka matanya, di ponselnya tertera tulisan,
Panggilan Masuk: Kak Ethan.
Gadis itu terperanjat, dia sangat panik dan gugup. Kak Ethan jarang sekali menelfonnya, ada apa ini? Alice berusaha sekeras mungkin untuk mengatur nafas dan suaranya agar terlihat biasa saja walau hatinya girang bukan main. Setelah berdering beberapa kali, akhirnya Alice mengangkatnya.
"Halo? Ada apa Kak?" Tanya Alice
"Alice, kamu dimana?" Sahut Ethan dari seberang sana.
"Aku dirumah teman kak, ada kerja kelompok." Kata Alice berbohong, tidak mungkin dia bilang kalau dia ada di apartemen seorang lelaki, bisa-bisa Ethan akan melaporkannya ke ibunya.
"Aku lagi di rumahmu, mau makan bareng sama ibumu. Kamu jangan pulang terlalu larut malam ya." Kata Ethan yang hampir saja membuat Alice terpekik kegirangan. Untung saja gadis itu cepat-cepat menutup mulutnya.
"Iya kak, ini sudah mau selesai kok." Ujar Alice. Dia mengambil tasnya dan memasukkan barang-barangnya kedalam tas dengan cepat, bersiap untuk pulang.
"Ya sudah, hati-hati dijalan ya." Tutup Ethan.
Alice berjingkrak kegirangan, sudah lama sekali sejak terakhir kali Ethan datang kerumahnya untuk makan bersama, terakhir kali dia datang sesaat setelah dia menyelesaikan kuliahnya beberapa bulan yang lalu. Gadis itu mengulas senyum paling bahagia, ia membetulkan seragamnya yang acak-acakan.
"Mau kemana?" Suara berat itu mengejutkan Alice, sejenak ia lupa masalah Keenan tadi. Keenan menatap Alice dengan sayu, matanya sedikit turun. Wajahnya yang basah sedikit ditekuk.
"Mau pulang, disuruh ibu." Sahut Alice singkat.
Keenan mengangguk kecil, "Ok."
Alice menatap Keenan sejenak, memastikan bahwa pria itu dalam keadaan baik-baik saja. Ia melempar senyum kecil yang disambut oleh Keenan. Setelah puas menatap Keenan, Alice membuka pintu kamar dan beranjak keluar untuk pulang.
Keenan menatap kepergian Alice dengan perasaan sedih.
'Aku kenapa sih?'
*****
"Ya ampun, darimana aja sih kamu?!" Bentak ibu Alice sembari mencubit pipi anaknya itu.
Alice meringis, "Aww.. sakit bu, aku habis dari rumah temen." Sahut Alice, dia beranjak masuk kedalam rumah. Diatas sofa ruang tamu ia mendapati Ethan sedang memainkan ponselnya.
Ethan mengalihkan pandangannya pada Alice saat gadis itu melewatinya. Pria itu tersenyum manis.
"Kerja kelompoknya lama sekali ya? Sampai larut begini." Tanya Ethan. Dia melirik sekilas jam di ponselnya, tertera angka 20:30 disana.
Alice tersenyum canggung, "Iya, tadi juga ada sedikit masalah, kak." Dia meletakkan tasnya di sofa sebelah Ethan. Gadis itu kemudian duduk disana.
Ibu Alice berjalan melewati mereka, "Ibu siapkan dulu ya makanannya, kalian ngobrol aja dulu, udah lama juga Ethan gak main kesini. Alice juga pasti kangen." Katanya sembari tersenyum.
"Ibuuuuuu...!!!" Pekik Alice malu, ia menatap tajam ibunya yang beranjak masuk ke dapur sembari tertawa.
Ethan tertawa kecil, "Iya lah, mana mungkin kamu kangen, kan setiap hari ketemu di sekolah." Bisiknya.
"Memang sih tiap hari ketemu di sekolah, tapi Kak Ethan kan sibuk sendiri sama urusan kakak. Bahkan sampai jarang nyapa aku kalau di sekolah." Gerutu Alice, bibirnya manyun.
"Ssttt.. jangan keras-keras, ibumu belum tau kalau aku udah keterima kerja jadi guru di sekolahanmu. Ini aku kesini mau kasih tau, biar kesannya surprise." Kata Ethan sembari meletakkan telunjuk di depan bibirnya.
"Oh iya ya, aku lupa kalau Kak Ethan belum kasih tau ke ibu. Tapi kenapa kakak jarang sapa aku disekolah?" Tanya Alice, sebenarnya dia sudah tau jawabannya, namun dia hanya ingin memastikan.
Ethan tersenyum bimbang, "Ahh.. kakak cuma gak mau ada fitnah nantinya. Kakak mau kita tetap dikenal sebagai guru dan murid jika disekolah, tapi juga dikenal sebagai kakak dan adik jika diluar sekolah. Nah, yang mengatur pandangan orang lain sebenarnya itu dari diri kita sendiri. Kalau kita menujukkan gelagat-gelagat mencurigakan, kita juga pasti bakal dicurigai." Jelas Ethan.
"Tapi kan kita gak pacaran, kenapa harus takut kalau ada yang curiga?" Cibir Alice, gadis itu mengerucutkan bibirnya, namun sejurus kemudian dia merutuki perkataannya sendiri.
Ethan tertawa, ia mengacak-acak rambut Alice yang sukses membuat pipi gadis itu semerah buah cherry. Namun kendati demikian, Alice tetap memasang muka cemberut. Dia tidak ingin Ethan tau kalau dia salah tingkah.
"Kamu masih kecil, gak boleh pacar-pacaran dulu. Sekolah yang pinter, buat ibumu bangga, harapan beliau cuma kamu. Kakak bakal selalu awasi kamu disekolah ya." Jawab Ethan memicingkan mata lalu tersenyum menggoda.
Alice tersipu, dia tidak berani menatap Ethan. Perasaannya saat ini benar-benar tidak karuan. Ethan menangkap sinyal itu, dia merangkul Alice dan mendekapnya masuk kedalam dadanya.
"Selamanya kakak bakal lindungi kamu, jangan khawatir. Kakak gak bakal ninggalin kamu sendirian, jadi, kalau ada apa-apa cerita saja ya?" Kata Ethan. Alice mengangguk pelan.
"Alice, Ethan, ayo makan!" Teriak Ibu dari dalam.
Ethan memandang Alice dan memberi isyarat padanya untuk masuk duluan. Alice mengerti. Gadis itu beranjak masuk kedalam. Pria itu memandang punggung gadis itu sampai ia menghilang, Ethan benar-benar ingin memastikan bahwa Alice sudah masuk ke dalam dan tidak ada yang memperhatikan dirinya.
Alice berjalan menuju dapur, disana ia mendapati ibunya sedang bersusah payah mengangkat panci berisi air panas.
"Buat apa air panas ini?" Tanya Alice sembari mengambil panci itu dari tangan ibunya.
Ibu mengusap keringat yang menetes dari dahinya, "Buat Ethan mandi, dia kan kalau malam-malam begini suka mandi air anget, apalagi dia bilang dia baru aja pulang kerja."
"Ih, si paling suka mandi air anget, anaknya sendiri aja gak pernah diginiin." Seloroh Alice, gadis itu membawa panci berisi air panas itu masuk ke dalam kamar mandi.
"Kalau orang tua melayani tamu itu artinya menghormati, tapi kalau sampai orang tua melayani anak itu artinya anaknya kurang ajar." Sahut ibu, iya iya ibu itu paling benar. Alice mencibir dari balik punggung ibunya.
"Udah siap semua nih, panggil sana si Ethan." Kata ibu, ia menepuk kedua tangannya membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada tangannya.
Alice menurut. Gadis itu beranjak pergi ke ruang tamu. Disana Ethan sedang memandang sebuah kotak kecil yang berada di tangannya.
"Kotak apa itu kak?" Alice mendekatkan wajahnya kearah kotak yang dipegang Ethan. Pria itu terkejut karena Alice tiba-tiba muncul dari balik telinganya.
Ethan dibuat gelagapan, "Ah.. ini, kotak biasa sih." Dia menimang-nimang kotak itu dengan entengnya seolah itu bukanlah barang yang penting. "Ayo makan, kakak udah gak sabar mau makan masakan ibumu."
Alice menatap punggung pria yang sedang melenggang masuk kedalam dapur dengan santai.
"Nih, ada makanan kesukaan kamu. Ibu siapin spesial buat kamu karena katanya kamu udah diterima kerja." Ibu tersenyum sembari menyeka keringat yang menetes di dahinya.
"Bu, gak usah repot-repot." Ethan tersenyum canggung, "Harusnya kalau mau dibuat sebuah perayaan kan, Ethan yang harus bawa sesuatu, bukan ngerepotin ibu."
"Dah dah, aku laper. Ayo kak, kita makan bareng." Alice muncul dari balik gorden, dan masuk ke dalam dapur. Gadis itu menarik kursi yang ada disebelah Ethan lalu duduk disana.
Kehangatan ini adalah kehangatan yang sudah lama dirindukan Alice. Dia adalah orang yang selalu ingin ada disuasana seperti ini, selamanya. Berkumpul dengan orang-orang yang dia sayangi. Tertawa, berbagi cerita, saling meledek.
Gadis itu tersenyum samar. Senyum yang menyembunyikan sejuta rahasia. Rahasia-rahasia yang tanpa dia sadari akan menjadi boomerang baginya disuatu hari nanti.