Chereads / SINS OF BARTENDER [MileApo Action] / Chapter 34 - BAB 30: KAU YANG MEMULAINYA

Chapter 34 - BAB 30: KAU YANG MEMULAINYA

Setelah mendapatkan pertolongan pertama, Porchay dinyatakan kritis oleh Dokter Poi. Pria itu ingin menepuk bahu Porche tanda prihatin, tetapi dia merasa tak berhak memperlakukan sang majikan begitu.

"Memang ... kinerja bodyguard 90% hanya akan mengamankan fisik luarmu, tetapi tidak dengan organ dalam," katanya. Berusaha tidak membuat beban hati Porche semakin berat. Sebab, menurut laporan Big selama sekolah situasi Porchay baik-baik saja.

Porchay tampak sangat sehat, ceria, bersemangat, dan kemudian main bola bersama teman-temannya. Dia tertawa-tawa seolah tak ada apapun, tetapi tidak lagi setelah minum air dari sebuah botol.

Porchay mendadak ambruk dan kesakitan. Badannya panas tinggi dalam sekejap, lalu muntah darah dalam hitungan menit. Tidak hanya sampai sana, Porchay juga mengeluarkan busa dari mulutnya. Perut remaja itu seperti tercahar, dan apapun yang dia katakan, semuanya tidak berguna.

"Ahk ... akh ... ahkkggfff ...."

Tenggorokannya seperti tersumpal, dia berkeringat dingin, tapi anehnya tetap tersadar.

"Jalang itu sudah keterlaluan. Berani-beraninya dia menyuruh orang untuk melakukan ini ...." batin Porche. Dia mengepalkan tangan dan hanya bisa melihat sang adik terbaring di bangsal kesehatan keluarga Theerapanyakul. Untung jarak sekolah dan rumah ini cukup dekat. Bila tidak, entah apa yang terjadi pada Porchay sekarang.

Meskipun, jujur Porche cukup bingung. Kinn bilang Laura dulu tertarik padanya, tetapi kenapa wanita itu seperti sedang mengajaknya bercanda?

Awalnya, Porche kira Laura hanya salah target. Sebab surat di hutan itu juga berbunyikan "Hei, Tampan," dan itu mungkin untuk Kinn. Tapi, apa yang barusan itu?

Kenapa ponselnya yang dihubungi?

Jelas-jelas Laura juga meng-hack sistem ponselnya hingga Porche sendiri ragu data di dalamnya masih aman saat ini.

"Arm," panggil Porche. Kedua matanya tampak sangan kosong saat ini. Lebih-lebih saat menggenggam tangan Porchay, sang adik terasa dingin dan panas di saat yang sama.

"Ya, Tuan?"

"Aku benar-benar butuh bantuanmu," kata Porche kepada sang hacker utama bodyguard itu. Dia meletakkan ponsel ke meja sembari menatap wajah pucat Porchay nanar. "Siapapun orang itu, bisa temukan untukku? Dan cek seluruh kemanan di rumah ini. Aku rasa, bisa juga dia meretas sistem kita, meski tanpa disadari."

Arm pun mengangguk meski dia merasa sudah mengecek hal tersebut setiap hari. "Baik."

Sejak saat itu, Porche sungguh-sungguh kacau. Makan, mandi, bahkan tidak melakukan hal berarti. Apapun jadi tidak terasa, karena Laura bisa saja menyerang orang-orang lain di sekitarnya.

Kebetulan, Porchay memang yang paling tidak aman diantara mereka. Tapi, siapa lagi besok-besok? Haruskah dia menunggu wanita itu memberikan kejutan lain?

Tidak. Porche tidak akan membiarkannya.

"Porce! Porche! Bisa jangan bertindak gegabah?" kata Kinn saat Porche mengambil senjata pada tengah malam. Lelaki itu terbangun dari tidur karena Porche sempat tidak terasa di sebelahnya. "Kau ini sebenarnya mau apa? Pergi ke Sisilia? Berangkat seperti ini tidak akan membuatmu bisa menembus mereka!"

PLAKH!

Porche menampik tangan Kinn begitu kuat. "Itu bukan urusanmu!" katanya sambil menunjuk mata sendiri. "Kau tidak lihat aku tidak bisa tidur? Kau pikir aku tenang melihat adikku begitu? Kau tidak tahu rasanya tinggal punya satu keluarga!"

"Bukan urusanku, katamu?" batin Kinn agak tersinggung. "Jadi, kau anggap kami semua apa? Aku, Vegas, dan yang lain. Kita keluarga sekarang."

"Tolol ...." kata Porche. "Jangan pura-pura tidak paham, Kinn!"

"Aku paham tapi kau tidak melibatkanku!" kata Kinn. Dia tetap mencengkram tangan Porche, dan meremasnya hingga bisa remuk bila dia tak menahan diri. "Aku juga kaget mendengar kabarnya tadi sore, tapi tolong beri aku waktu! Kita tidak bisa sembarangan mengurus mereka, apalagi--"

"Bullshit saat kau bilang tidak punya rencana?!" kata Porche. "Lalu apa yang kau bicarakan dengan Vegas, Kinn? Apa aku dungu di matamu? Kau pikir aku bisa percaya? Kau bilang begitu pasti karena tidak mau melibatkanku juga! Kau yang memulai hal ini, kan? Tidakkah kau sadar perbuatamu?"

"Kau ...." Kinn pun terdiam. Bukan karena Porche benar, tetapi rencana itu memang belum matang. Dia tak ingin mengatakan sesuatu yang belum pasti akan dilakukan--

"Ohh ... aku tahu," kata Porche dengan seringai kekecewaan. "Aku kan memang orang biasa. Bukan mafia seperti kalian. Jadi, buat apa cerita? Kau pasti merasa takkan menyelesaikan apapun denganku, huh?"

"Bukan begitu, Porche."

CRAK!

Seketika, Porche pun mengeluarkan pistol yang dia ambil.

"Mundur, Kinn," kata Porche tanpa ragu. Kinn pun refleks mundur selangkah. Apalagi kedua mata Porche semakin tajam. "Kubilang, jangan pernah menghalangiku, atau aku ... benar-benar akan menembakmu kali ini."

Kinn melirik ke pelatuk yang siap ditarik Porche. Percayalah, dia kali ini tidak meragukan emosi di mata Porche, sebab memang sepekat itu kemarahannya.

"Porche, tolong ...." suara Kinn memelan di akhir. "Porche ...."

Seolah-olah lelaki itu ingin Porche memikirkan sekali lagi tindakannya. Sebab, bagaimana pun Kinn mendekat, Porche tidak goyah sedikit pun hingga dia mundur dari ruangan itu.

Keluar.

Pergi dengan harga diri, pilihan, dan kunci mobil Knight XV anti peluru di sakunya. Entah sejak kapan Porche mengantongi benda itu, yang pasti Kinn benar-benar melepaskan ....

... setidaknya dalam satu menit, dan Porche merasa leluasa sejenak.

BRRRRRMMMMMMMMM!!!!

Begitu deruman mobil Porche menerobos keluar gerbang rumah, Kinn langsung meneriaki puluhan bodyguard-nya. "KEJAR!" titahnya. "KEJAR DAN LINDUNGI DIA UNTUKKU!"

DOR!

Kinn bahkan menembakkan satu peluru ke langit-langit rumah agar mereka tahu betapa krusial perintahnya.

Seketika, bodyguard-bodyguard itu pun berhamburan. Mereka sebenarnya siaga, tetapi amarah Kinn membuat kecepatan mereka meningkat. Semuanya pun ke posisi menyerang sesuai tugas masing-masing, lalu pergi menyusul di belakang Porche dengan kendaraan yang dikhususkan.

Ada yang menggunakan mobil-mobil warna hitam, ada yang memakai motor, ada juga yang menyetir truck senjata di belakang.

BRAKHHH!!!

"TUAN PORCHEEEEEE!!"

Porche tak menghiraukan satu pun teriakan yang menggaungkan namanya. "Jangan harap kau bisa menyeretku pulang, Kinn. Aku takan sudi sampai bisa memberikan pelajaran kepada pelacur itu."

"TUAN PORCHE, BERHENTIIII!"

Dan semua itu tidak berguna. "Persetan!" makinya, tetapi membiarkan mereka terus mengikutinya.

Meskipun begitu, pada malam harinya, setelah melewati jalur dermaga Bangkok, Porche menghilang terlebih dahulu karena dia menerobos tepian pagar.

BRAAAKHH!

Bersamaan dengan hancurnya bongkah-bongkah besi berkarat, mobilnya pun melayang ke

sebuah kapal bulker yang terparkir diam di tepian.

Porche juga tidak segan-segan mengancam beberapa awak kapal di dalam yang hampir beristirahat.

"JALAN! CEPAT!" bentaknya mengancam. "JALAN SEKARANG!! ATAU KUHABISI NYAWA KALIAN!!!'

Mau tak mau, mereka pun merunduk untuk menjalankan mesin kembali. Bagaimana pun, meski Porche tidak melukai, ketakutan di mata mereka bertambah karena bodyguard-bodyguard di belakang Porche memang mengejar.

Mereka pikir, Porche adalah penjahat buronan? Apapun itu, mereka sendiri pun menurut karena merasa terancam.

"Baik, baik! Maaf!" kata mereka lalu berhamburan kembali. Menyebar, gaduh, dan tak menentu seperti suasana hati sang mafia di kejauhan sana saat ini.

"Porche ...."

Bersambung ....