Aku sedang di kamar setelah memberi obat pada Santi, hujan sangat lebat di luar beruntung sebelum hujan turun aku sudah mengangkat jemuran karena cuaca sebelumnya sangat mendung.
Saat aku keluar kamar Putri berlari ke arahku dan terjadilah tabrakan aku terjatuh ke lantai. Saat berdiri Putri meminta ma'af tapi aku malah terfokus kedadanya, dan aku baru sadar kalau Putri sudah beranjak dewasa wajahnya yang cantik dan pakaiannya yang basah membuat kelelakianku meronta.
Tapi cepat ku tepis pikiran kotor itu, setelah menasehatinya aku pergi berlaku.
*****
Ibu mertuaku tiba di rumah bersama adik iparku memang sebelumnya sudah berkabar tentang keadaan Santi dan beliau sangat khawatir. Setelah makan malam Putri dan Ismi di dapur untuk membersihkan meja makan sedang Ibu mertua berada di kamar bersama istriku.
Tertinggal aku bersama Dila anak perempuanku, dia sudah besar sekarang tak terasa umurnya sudah sembilan tahun.
Aku mengajaknya bermain dan dia minta aku jadi kuda tapi aku tidak tahan kalau dia menduduki pinggangku jadi ku suruh saja dia menduduki p*haku dan aku tel*ntang.
Pikiran li*r merasuki kepalaku, aku menyuruh Dila sedikit maju hingga menindih benda pus*ka ku dan itu sedikit terasa nik**t. Ku suruh dia bergerak sedikit sambil ku dengarkan suara Putri dan Ismi di dapur sepertinya mereka masih sibuk.
"Apa ini Ayah, kok. Rasa geli." Kata Dila, yah aku tau pasti karena p**akaku bangun itu bergerak-gerak membuat Dila kegelian.
"Ayah akan bergerak seperti kuda, hiaa hiaa." Kataku menggerakkan pinggulku Dila cekikikan tertawa. Menurutku ini tidak akan terjadi apa-apa pada Dila karena aku hanya menggeseknya.
Namun, suara langkah terdengar aku cepat menyuruh Dila berhenti.
"Sudah Ayah menyerah, kudanya nggak tahan." Ucapku berbalik dan tengkurap di lantai.
Benar saja Putri dan Ismi muncul hampir aku ketahuan.
Malam hari aku terpaksa tidur di depan televisi, karena ibu mertua tidur bersama istriku. Lampu tengah sudah di matikan tapi aku belum bisa tidur karena benda pusaka ku masih tetap berdiri ini membuat aku frustasi.
Ku lihat Ismi masuk ke kamar istriku sepertinya dia akan tidur di sana. Setelah rasa semua orang sudah tidur aku membuka ponselku dan menonton film por** ini ku dapat dari Tono temanku di pasar. Saat aku mengeluh tentang tidak bisa berc**ta dengan istri dia malah memberiku flim ini katanya untuk bahan.
Dasar Tono mungkin suka melajukannya sendiri karena dia masih bujang.
Lama aku menatap adegan ran**ng wanita dan pria tapi tidak dapat membuat aku mencapai apa yang ku mau.
Lalu aku masuk ke kamar anakku yang tidak di kunci terlihat Dila dengan kaki terbuka ku singkirkan kakinya dan menyentuh miliknya tapi mataku tertuju pada Putri aku berbaring di sebelahnya saat ingin menye**uhnya dia malah bangun.
Beruntung dia tidur lagi terdengar dari dengkuran halusnya, aku menye*tuh pe**tnya terasa sangat mulus tapi tidak ada pergerakan sama sekali.
Aku mengeluarkan pus**aku dan menggesek di pung*ung mu**snya hingga aku mengel**rkan apa yang selama ini tertahan. Padahal sudah ku tutup denan tanganku tapi itu masih mengenai permukaan kasur aku cepat mengambil kain basah dan mengelapnya setelah itu aku pergi tidur ke depan televisi.
Aku tidur dengan perasaan bahagia.
Tiba waktu ibu mertua dan adik iparku palang aku berinisiatif mengantarnya dengan menyewa sebuah mobil. Sayang istriku tidak bisa ikut jadi aku meminta adikku menemaninya.
Perlu waktu sekitar 4 jam untuk sampai ke tempat ibu mertua, anak-anak sangat senang ketika sampai di sini. Dulu setiap libur sekolah kami akan ke sini.
Dila dan Putri ingin mandi ke sungai aku menemani mereka karena takut kenapa-napa, mereka sangat senang bermain air, sungai yang jernih dengan sedikit arus yang mengakir di bebatuan.
Tapi melihat mereka mandi dengan pakaian yang basah menampakan bentuk tub*h membuat kele**kianku bangun, aku pun ikut bercebur untuk mendinginkan panas yang membara di tub*hku.
Duduk di bawah batu dengan air mengalir ke tub*hku membuat aku memiliki ide li*r, aku menyuruh Dila duduk di hadapanku mema*nkan sesuatu yang membuat pikiranku semakin gi*a. Putri juga menginginkan permainan ini membuat h*sratku semakin menjadi aku bisa menye*tuhnya ingin sekali aku melakukannya sekarang juga. Has*atku membuat aku bertindak melebihi batas, aku menyuruh Putri menye*tuhnya, Putri keberatan tapi aku membujuknya dengan iming-iming akan memberikannya ponsel, aku tau dia sudah lama ingin memiliki ponsel. Dia pun mau melakukannya tapi, saat aku ingin semakin berbuat jauh Dila anakku merengek mengajak kembali padahal naf*uku sudah di ubun-ubun.
Dengan terpaksa aku menghentikannya, mungkin sebaiknya aku juga tidak melakukannya karena Putri anakku, aku kembali ke rumah mertua dan akan mengganti baju di kamar mandi tapi aku mempersilahkan anak-anak lebih dulu. Saat Putri berganti pakaian aku mengintipnya dari lubang kecil, terlihat tub*h mulu*nya. G*la! Ini benar-benar sudah merusak jati diriku sebagai seorang Ayah. Walaupun bukan Ayah kandung tapi tetap saja. Seakan i*lis dan malaikat saling beradu pendapat di pikiranku.
Bayangan tu*uh mulus Putri selalu melintas di benakku.
Saat kami makan bersama, aku terus memerhatikan Putri makan, lihat bib*r mungilnya yang manis ingin sekali aku mel*matnya.
Hingga Putri mengajak Dila adiknya ingin berjalan ke kebun kakek neneknya, tapi sayang Dila menolak tidak ada yang mau menemaninya. Dengan semangat aku mengajukan diri untuk menemaninya.
Terlihat dia mendesah kecewa.
"Sama Ayah aja, gimana." Tawarku pada Putri.
"Emm. Ayo kalo Ayah mau." Katanya menerima ajakanku, seketika pikiran liar melintas di benakku.
Aku mencoba mengajaknya ke sebuah bukit agak jauh dari sini.
"Di bukit sana juga ada kebun Kakek Nenek, mau kesana juga?" Tanyaku.
"Tapi kan jauh, Yah." Sahut Putri, aku tak habis akal.
"Nggak juga, apalagi sore gini hawanya tambah sejuk." Tawarku lahi.
"Iya, deh." Jawabnya, membuat aku senang.
Sampai di kaki bukit kami naik ke atas.
"Di atas sana kita bisa liat pemandangan." Ujarku menunjuk ke atas.
Sampai di puncak terdapat pondok untuk bersantai. Aku tau setiap sore pasti di sini sepi karena semua orang sudah pulang. Aku mengajaknya berfoto sebentar agar pikirannya terakihkan.
Setelah puas berfoto, aku mengajaknya duduk santai di pondok.
"Sini sayang duduk sambil lihat pemandangan." Ujarku merentangkan tangan, dia mendekat dan duduk di hadapanku.
"Indah ya, Ayah. Coba kita tinggal di desa." Kata Putri.
"Tapi di sini sekolah jauh apa-apa jauh." Kataku.
"Hemm, tapi di sini hawanya sejuk." Ujarnya lagi.
"Di kota juga banyak tempat yang sejuk."
"Di mana?" Tanyanya berbalik menghadapku membuat wajah manisnya menghadap wajahku.