BAB 15
Apo sudah menyerah kala tubuhnya didesak lebih rapat lagi. Rasanya tenggelam di dasar ranjang, lantas Mile menekan pinggulnya dengan tubuh yang menjulang. Demi tuhan! Tubuh Bible benar-benar muncul lagi di depannya. Apalagi caranya menelanjangi diri sendiri.
Apo tidak tahu darimana Mile belajar, tetapi cara dan gerakkannya mirip sekali dengan yang dilakukan sang kekasih dulu.
Lambat, menggoda hasratnya yang sudah meninggi, lalu menindih kembali dengan hawa panas yang menyebar diantara mereka.
"Kau bukan dia, tidak!"
"Yakin?"
Apo pun memejamkan mata. Dia merasa salah kaprah, tetapi kebahagiaan juga nyata melingkupi. Bible bisa kembali lagi dengan cara ini! Hal yang diharapkan Apo sejak dulu, dan itu membuat kepalanya pening.
Bukankah mereka sudah bersitegang beberapa hari? Lalu kenapa Mile mendadak memiliki ide gila?
Apo pun menjilat bibirnya sendiri karena tak bisa berpikir lagi.
"Apo."
"Ugh."
"Apo tatap aku sekarang."
"Tidak akan."
Mile pun terdiam kala melihat sedikit masa lalu Apo. Bagaimana lelaki manis ini terbeku tiap kali dibisiki dengan cara—
"Phi Pho, cepat lihat aku," kata Mile, menirukan cara Bible memanggil kekasihnya.
DEG!
"Apa?"
Memori cepat pun melintas di dalam kepala Apo.
"Tapi, Phi Po—"
"Phi yakin?"
"Phi ...."
"Phi pasti lapar setelah perjalanan selama itu."
"Iya, aku sengaja pilih ini agar Phi tidak kedinginan."
"Phi memikirkan uang? Aku masih bisa sanggupi jika hanya husky saja."
"Bilang iya, Phi."
Suara Bible. Senyumnya. Tawanya. Caranya menatap Apo. Semua mirip hingga hati Apo tidak sanggup lagi.
Apo pun terlena sepenuhnya. Dia meraih wajah Mile dengan kerinduan yang teramat dalam. "Bible ... kaukah itu?"
Jauh di dalam hati Mile, dia merasakan luka yang lebih perih daripada pedang. Percayalah, bertarung dalam medan perang bersama pasukannya dulu tidak pernah terasa sesakit ini.
"Ya."
"Kau datang, Bible?"
"Ya. Ini aku, Phi." Mile pun meneruskan sandiwara tersebut meski dadanya sendiri terasa sesak dan berat. "Tidak ada yang terjadi akhir-akhir ini. Kita aman. Masih di malam sebelum keluar membeli husky, paham?"
"L-Lalu—"
"Semua itu hanya mimpi," sela Mile cepat. Iblis itu mendekap Apo di dadanya yang hangat. "Mimpi buruk. Sangat buruk. Kau tak perlu memikirkan iblis jelek yang datang memenjaramu sejahat itu."
Percaya atau tidak, Apo kini tertawa dan menangis bersamaan. "Syukurlah ...." desahnya. Lalu balas memeluk sama eratnya. "Aku takut sekali, Bible. Aku pikir kau sudah pergi begitu jauh—"
"Tidak. Tidak pernah." Mile pun menepuk belakang kepala Apo selembut yang dia bisa. "Bukankah kita akan menikah? Kau mungkin terlalu gugup sampai tidak bisa berpikir lurus."
"Iya! Iya ... Hkss ...."
Mendengar isakan gemetar itu, seketika harga diri Mile serasa jatuh di titik terendah. Dengan mengintip terus masa lalu Bible seperti ini, hanya karena ingin mendapatkan hati Apo secara sempurna. Ha ha. Max pasti menertawakannya bila tahu tipu dayanya.
"Jadi, deal?"
"Eh, apa?"
Apo tertawa kecil saat pelukan mereka terlepas perlahan.
"Besok jadi beli husky, Phi?"
Apo tampak bingung, tetapi dia kemudian mengangguk mantaps. "Tentu saja. Denganmu?" Merah-merah di pipinya menyebar hingga telinga, dan itu sangat menggemaskan di mata Mile.
"Jadi, begini wajahmu saat bersama Bible?" batin Mile.
"Hm, memang dengan siapa lagi?" Mile menyentakkan dagunya ke kucing di dekat perapian. "Kita carikan teman untuk si kecil itu."
Memori Apo sepertinya tercampur aduk saat dia menatap si kucing terluka. Agaknya, dia ingin mengatakan sesuatu yang menyumpal, tetapi kebahagiaan yang dirasa terlalu besar hingga menghilangkan segalanya.
"Wah ... oke!"
Sedikit banyak, Mile merasa hangat karena jenis senyum lebar itu. Sandiwara mungkin ide yang terlalu beresiko, tetapi dia rasa setimpal jika bisa menghasilkan kebahagiaan Apo.
"Dasar ...."
Mengubah gestur, mengubah cara bersikap dan nada bicara—Mile merasa benar-benar bisa melakukan segalanya. Apalagi Apo berubah drastis malam itu. Mile tidak perlu memaksanya membuka kaki seperti dulu. Hanya menenggelamkannya dalam ciuman panas, Apo sudah menunggunya gugup.
Dengan pijatan lembut di penis, Apo melenguh nikmat dengan wajah terlega yang dia miliki. "Mmnnh ...." Tatapannya penuh oleh kilauan dan cinta. Setiap sentuhan. Setiap remasan. Apo membalas Mile dengan cara yang dia suka.
Disesap di puting, Apo pun menekan kepala iblis itu agar memanjanya lebih jauh. Dia merintih tak tahan, tapi sanggup menggigit telinga Mile dengan giginya yang menggemaskan.
"Benar begitu. Peluk aku, Phi," kata Mile yang terus berpura-pura.
Rambut Mile langsung teracak begitu Apo menerima raupan giginya yang rakus. Kedua tonjolan mungil di dadanya jadi bengkak karena hisapan yang kuat. Rupa-rupanya Mile melampiaskan rasa kesalnya dengan cara itu. Dia emosi, tetapi Apo yang bergeliat seseksi ini di bawahnya, benar-benar hadiah yang tak terkira.
"Nikmat, Bible. Sangat—AH!"
"Kau harus kulonggarkan lebih dahulu setelah ini."
Apo hanya mengangguk mendengarnya. Dia menatap semangat jari-jari Mile yang mengurut ketegangan di penisnya. Satu atau dua, semua masuk dalam satu kali tekanan kuat karena sudah licin oleh air maninya sendiri.
Dahulu tidak. Sekarang Mile terkejut karena Apo sendiri yang duduk tegak untuk menurunkan resletingnya. "Biar aku, Bible," katanya. "Boleh kan? Aku ingin memakanmu."
Cukup liar. Tatapannya pun membara lebih panas daripada api.
Bukannya senang, Mile justru tersenyum tipis. "Andai kau seperti ini saat menghadapi wajah Asia-ku sendiri, Apo," batinnya sesak.
"Iya, tapi nanti."
Apo pun terbelalak karena didorong rebah kembali. "Eh?"
"Aku yang lebih dulu ingin memakanmu."
"Hhh ... mnnhhh ...."
Namun, Apo ternyata lebih lihai daripada yang Mile kira. Dia langsung menangkap ciuman yang datang dengan mulut yang terbuka. Gulatan lidah, guratan kasar, dan saliva yang bertumpah di sudut bibir—semua Apo terima hingga jemarinya gemetar hebat.
Tangan dan kaki, semua telapak tangannya dingin. Dia pasti sangat excited dengan situasi ini hingga meremas pergelangan Mile.
"Lagi," pinta Apo dengan mata yang berkilau-kilau. "Aku mau tambah lagi, Bible—"
Mile pun tercenung sejenak. Rotasi bumi sempat jungkir balik dalam bayangannya, tetapi dia langsung menuruti permintaan Apo.
"Ahhhh!"
Lelaki manis itu tersenyum bangga ketika jari ketiga Mile ikut menerobos masuk. Dia meremas seprai di sisi karena gelora yang terus mengombak. Sekujur tubuhnya diserang nikmat. Mile tanpa sadar merogoh sejauh yang dia mau dalam liang hangat yang berkedut itu.
"Di sini?"
"Bukan. Lebih dalam—"
Remasan Apo pada pergelangan tangannya semakin kuat.
"Sudah benar?"
"Unhhhh ..." Apo menggeleng kuat dan mengapit lengan Mile dengan kedua pahanya. "Nnghhh ... Bible ...."
Dada Mile sempat mencelus karena Apo menggigit jemari tangan kirinya sendiri. Dia tampak tidak sabar, tetapi juga kurang puas karena belum mendapatkan kenikmatan tertinggi yang diingini.
"Memang sepandai apa gaya bercinta kekasihmu itu?! Ingin kuremukkan saja tapi dia memang sudah remuk—" batin Mile mulai mendidih.
"Oke baik. Sebentar."
Kening Apo mengerut kecewa karena tiga jari itu keluar. Dia memandang tipuan wajah sang kekasih yang tampak bingung di hadapan.
"Jangan di sana—"
BRAKHHH!!!
Mile meremas tangan Apo hingga rata dengan ranjang sebelum berulah. Dengan geliat lidah yang cepat, dijelajahinya lubang basah Apo dengan lumatan yang ganas.
Bersambung ....