Chereads / DEVIL BRIDE [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 16 - BAB 16: TIDAK MASALAH, APO

Chapter 16 - BAB 16: TIDAK MASALAH, APO

BAB 16

"Aku paham kau di sini bukan maumu. Jadi, tak masalah jika aku yang memandangmu sendirian."

[Mile Phakphum Romsaithong]

__ The Commander of War

***

Apo pun menutup mulut. "Uppphhh ..." Antara berpegangan dan menahan suara, dia bingung. Malu terlalu hebat membuat isi kepalanya berantakan.

Mile tahu Apo suka disentuh dengan cara itu. Penisnya pun menerobos makin dalam hingga membuat Apo terlonjak heboh.

"AHHHHH!!"

Liang itu sangat sempit. Padahal mereka baru bercinta di perpustakaan sekitar empat hari lalu. Apa sistem tubuh manusia memang sekuat itu? Mile jadi ingin meniduri lubang Apo kapan pun yang dia mau.

"Hahh ... hahh ... hahh ...."

Mile pun mengeluarkan penisnya. Namun, teringat Apo yang mendorongnya beberapa kali di perpustakaan, dia sempat berhenti tercenung.

"Kenapa, Bible?"

Apo tampak penasaran.

Mile tahu, dia sendiri yang meminta lelaki itu menatapnya sebagai sosok Bible, tapi dalam situasi seperti ini ... rasanya hambar sekali. Ah, mungkin gelapnya malam atau hujan tidak bisa menandingi sesak berat yang kini dia rasakan.

"Tidak. Aku hanya kepikiran sesuatu," kata Mile dengan senyuman tipis.

"Hm?"

Mile mengecup kening Apo. "Lupakan. Tidak penting. Fokus saja dengan yang kita lakukan."

"Ah, ya ...."

Apo pun meremas bahu Mile kuat. Dia tidak tahu bila penis sang suami bisa langsung bengkak parah sejak saat memasuki tubuhnya.

"Sesak-hhh ...."

"Sakit?"

Apo justru menggeleng kuat. Dia menarik bahu Mile seolah menyuruh iblis itu segera memenuhinya.

"Cepat, Bible. Cepat-umn ..."

Simpang empat pun muncul di kening Mile. Penisku rasanya bisa rusak karena tercekik-

"AHHHH!"

PLAKHHHH!! PLAKHHHH!!

"AAHHHH! Ugh ...."

Mile pun ikut meremas seprai kali ini. Dia susah bergerak di dalam tubuh Apo, tetapi tetap berusaha memuaskan si lelaki manis. Perasaan, saat di perpustakaan rasanya tak sehebat ini. Mungkinkah semangat Apo yang membuat otot-otot tubuhnya menegang begitu rapat?

Mile menjilat bibir dan mengenyahkan semua isi pikirannya. Dia fokus menghentak kedalaman liang nikmat Apo hingga desahan berhasratnya membangunkan si kucing mungil.

Ahh, persetubuhan di atas ranjang sepertinya lebih panas daripada perapian yang menyala-nyala.

Semakin kencang jeritan Apo menyebut nama sang kekasih, semakin jengkel pula Mile dalam tumbukannya.

"Bible! Bible! Ahh!"

"Ssshhh ...."

"P-Pelan-pelan. Pelan sedikit-ugh ...."

Mile pun memilih meraup bibir tipis Apo pada akhirnya. Dia lah sang pemilik tubuh itu sekarang! Bukan Bible! Harusnya tidak boleh ada yang disebut Apo kecuali namanya (tapi itu memang impian yang jauh).

"Aku takkan pergi ke manapun ..." keluh Apo saat Mile membanjiri dirinya dengan benih hangat. Rasanya penuh, geli, nikmat-Apo tak bisa mendeskripsikan kata apa lagi yang lebih tepat. Yang pasti, Apo sangat gemas karena wajah sang kekasih kini berkerut-kerut. "Jadi jangan buru-buru, Bible. Aku di sini."

Oh, benar juga.

Mile tanpa sadar seberingas itu karena membayangkan Apo akan menghindarinya lagi setelah mereka bercinta.

"Maaf."

Apo menggeleng, lalu mengecup kening Mile. "Kau sangat merindukanku, ya? Ha ha."

Mile terperangah menerima jenis afeksi itu. Dia diam, tetapi Apo justru menarik kedua sudut bibirnya agar tersenyum.

"Phi."

"Hm?"

Mile menarik dagu Apo dan menikmati raut cerah di sana.

Sungguh indah. Sungguh cantik. Mile pikir titelnya bertambah "brengsek" karena membohongi lelaki manis ini.

"Aku sangat mencintaimu."

Apo diam sejenak sebelum mencubit kedua pipinya. "Aku juga, Bible. Aku sangat mencintaimu."

Tidak, harusnya tidak begini

"Aku benar-benar mencintaimu."

Aku yang kumaksud adalah "Mile". Bukan Bible. Harusnya kau paham itu.

Apo terkikik geli. "Aku tahu."

Raut tidur pulas Apo adalah hal yang sangat menghibur hati Mile. Karena kontrak perkawinan, sebenarnya dia lebih tahu lelaki itu sulit terlelap akhir-akhir ini. Mimpi asing tentang alam iblis yang dia miliki ikut merambahi teritori bawah sadarnya.

Mile ingin sekali mendekap Apo tiap itu terjadi, tetapi tak mungkin dia lakukan. Namun, sekarang berbeda. Apo sangat nyaman merebahkan kepala di lengannya. Napas lelaki itu kembang kempis sangat halus. Mile sempat mengecek detak nadi di lehernya karena hampir tak percaya ini nyata.

Harusnya aku tak terlalu memikirkan perubahanku.

Aku iblis. Aku biasa memakai wajah, tubuh, dan identitas siapa pun.

Bible hanyalah salah satu jelmaanku, kan?

Mile membelai pipi Apo sayang. Dia tak pernah membayangkan akan sebegitu lembut memperlakukan seseorang, meskipun tak menerima jenis perasaan yang sama.

"Bible?"

Mile berkedip-kedip saat kedua manik besar itu terbuka. "Hm?"

"Kau belum tidur?"

"Belum."

"Cepat menyusul," tegur Apo sembari memeluk Mile. "Ini sudah larut malam. Bukankah besok pagi mau mengantarku beli husky?"

Apo lupa rencananya mencari pekerjaan sepenuhnya.

"Iya. Besok pasti tetap kuantar."

"Tapi-"

"Kau yang harus cepat tidur lagi." Dada Mile tergelitik karena Apo meringis akan cubitannya. "Istirahat yang banyak. Jangan khawatirkan aku."

Apo tampak cemberut, tetapi lantas menenggelamkan wajah di dada Mile.

"Aku akan bangun lagi kalau kau tak tidur-tidur," ancamnya sebelum memejamkan mata.

Betapa hebat andai Apo tidak seperti ini. Dan betapa menyedihkan Mile yang tak bisa melakukan apa pun untuk menghancurkan Bible dari memori lelaki itu.

Semuanya musnah.

Andai diberikan kesempatan waktu mundur, mungkin Mile akan memilih ruh lain untuk dimakan meski energinya tak seluar biasa Bible Wichapas.

Dengan begitu cerita bisa berubah. Mile takkan pernah jatuh cinta, atau merasakan sakit yang luar biasa seperti ini.

Keesokan paginya, Mile pun menyembunyikan guci abu Bible sebelum Apo terbangun. Dia mengganti benda itu dengan foto usang Davikah, lalu menghiasinya bunga-bunga.

Apo sempat menoleh ke altar doa setelah mereka sarapan. Anehnya, dia tak bertanya lebih karena bingung dengan isi memori yang dimiliki.

"Sudah siap?"

Mile meraih tangannya dalam genggaman.

"Eh? Iya."

Mungkin, rasanya lelaki itu seperti hidup diantara mimpi dan nyata. Dia terlalu pusing memikirkan segalanya, dan wujud Bible yang kembali hadir seperti obat mujarab yang menyembuhkan.

"Baiklah, kita berangkat sekarang."

"Hm."

Bersambung ....