BAB 14
"Kau pengantinku. Milikku. Dan sekali kudapat takkan kulepaskan."
[Mile Phakphum Romsaithong]
___The Commander of War
"Kau tidak membohongiku kan, Mile?" tanya Apo.
"Lain kali tanya kakakku lagi jika ingin lebih yakin," kata Mile. "Soal keseharian Phi Jeje memang sangat brengsek, tapi untuk kebenaran, dia bukan tipikal iblis yang akan membohongimu."
Apo mendadak terlihat merasa bersalah. "Kalau begitu, mungkin bisa kita bicarakan besok?" katanya dengan suara lelaki itu memelan. "Tapi, silahkan jika ingin memerkosaku lagi."
"...."
"Oh, ya. Maaf aku belum terbiasa dengan dirimu sampai sekarang."
Setelah itu, Apo langsung berbalik. Langkahnya masih tampak tenang, tetapi tidak lagi begitu Mile membawanya berpeluk di balik selimut.
Tenggorokan Apo terasa begitu kering. Entah imajinasi atau memang sungguhan, rasa-rasanya dia butuh minum setiap semenit sekali. Meskipun begitu, tak ada satu pun kalimat protes. Apo hanya memejamkan mata, terus memunggungi, dan menggeliat tidak nyaman karena belaian rindu yang mendadak di paha dalamnya.
DEG
"Serius dia benar-benar ingin melakukannya sekarang?" batin Apo.
Dia ingin mengabaikan hal tersebut, seandainya bisa. Apalagi ada tubuh kucing yang butuh istirahat di sebelah perapian kamar. Dia tak ingin bersuara atau mengganggu makhluk mungil itu, tetapi rasanya susah sekali.
Belaian tangan Mile terus merayap. Dari lipatan menuju ke dalam celana dalam, dan Apo pun menutup mulut karena sensasi pijatan lembut yang nikmat.
"Kh-"
Apo sebenarnya peka kenapa Mile tidak sabar beberapa puluh menit lalu, hanya saja ... menghadapi seks langsung tentu bukan bayangannya.
Kecupan-kecupan Mile kini menyusul datang. Iblis itu bergerak ribut, lalu menarik kerah hingga menampakkan bahu mulusnya. "Buka matamu, Apo."
Seperti tertarik efek halusinasi, Apo mengikuti instruksinya. "Apa?"
"Aku ingin menyentuhmu. Kenapa tidak katakan sesuatu?"
Apo meneguk ludah kesulitan. "Apa aku boleh berkomentar untuk ini?" katanya. "Kapan hari kau melakukannya, meski aku tidak mau."
Mile tak bisa membayangkan bagaimana jadinya bila Max yang terobsesi itu memperlakukan Apo sembarangan. Ide gilanya sungguh-sungguh buruk. Mile sampai penasaran sejauh apa Jeje bercerita tentang perkawinannya dengan Apo.
"Tentu saja. Maaf waktu di perpustakaan itu aku hanya sangat marah."
"Hanya?"
Di kalangan iblis, seks sembarangan bukanlah hal yang terlalu tabu. Dalam konteks perbedaan pasangan di ranjang tentunya. Bila iblis belum terikat, mereka bisa meniduri siapa saja. Sebaliknya, iblis yang sudah terikat, mereka pun bebas melakukan apapun dengan pasangannya. Seks berdua, atau ada pihak luar ... semua bisa atas diizinkan. Mile akui dia termasuk awam dalam hal jatuh cinta, maka menghadapi Apo ... dia tak bisa tidak kebingungan.
"Iblis yang ada di kamarku tadi namanya Max," kata Mile. Dia memilih mengalihkan fokus Apo daripada situasi makin tidak terkendali. "Dia hanya rekan seperjuangan di masa lalu. Maaf membuatmu salah paham karena kubiarkan dia masuk. Tapi aku masih percaya padanya."
"...."
"Maksudku, Max bukan musuh atau apa. Dia takkan macam-macam di tempat ini tanpa kuiyakan."
Rasa-rasanya reaksi panik seperti ini baru kemarin dimiliki Apo. Ajaib, memang. Kini iblis itulah yang kesulitan menarik hatinya.
"Aku tidak peduli soal kau, Mile," kata Apo dengan bibir kemerahan yang agak terbuka. "Apalagi dia. Toh aku tidak bisa mati atau pergi. Jadi, lakukan saja semaumu."
Sejak dulu, Mile mendengar aturan manusia banyak yang berbeda dengan iblis. Bila soal moralitas umum, Mile jelas sudah paham dengan mudah. Namun, apa yang dilakukan pasangan seperti mereka berdua? Sulit sekali bertindak benar versi Apo.
"Apa aku menyinggungmu?"
Menurut Mile, bila sudah terikat dengannya, berarti Apo akan lepas dari apapun dari kehidupan sebelumnya. Hanya saja, dirinya seperti tidak masuk ke dalam teritori lelaki manis itu samasekali.
"Tidak, Mile." Apo justru tersenyum tipis. "Memang kenapa kau menyinggung aku? Bukankah seseorang yang mencintai takkan memperlakukan pasangannya sembarangan."
Pemahaman itu sangat benar. Mile yakin tak ada yang perlu diluruskan diantara mereka, tetapi kenapa Apo justru ingin tertawa sinting?
Ini sulit. Sangat.
Mile sampai ingin mencari iblis berpasangan lain, meski-tanpa ada relasi yang kuat-dia benci dengan sosialisasi. Semisal menemukan, bukankah dia bisa bertanya beberapa hal?
"Memang kau mau menuruti keinginanku?" tanya Apo. "Jika iya, bisa kau pura-pura tidak memiliki ikatan denganku? Pergi saja. Pergi jauh. Aku tidak apa-apa dan akan terus hidup."
Mile jadi ingin meremukkan sesuatu. "Tidak, kalau itu maaf." Cepat-cepat dia menambahkan sesuatu. "Oh, aku bisa hidup sebagai Bible jika kau mau ...." Mata kuningnya agak berkaca dan memendarkan cahaya lampu tidur. (*)
(*) Keinginan Mile ini spontan ya gaes 🥲 dia paling takut kalau Apo udah bahas pergi atau mati. Akhirnya nawarin diri berpenampilan Bible.
"Apa maksudmu?" tanya Apo. Dia panik karena Mile berubah wujud dan tetap melepasi jubah tidurnya. Iblis itu mendorongnya rebah, menindihnya, lantas mengecup tanda perkawinan mereka. Cup.
"Kau ingin menikah dan bercinta dengan Bible?" tanya Mile retoris. "Aku bisa mengabulkan semuanya."
DEG!
"Bible ....!" seru Apo refleks. Sebab iblis itu menjelma menjadi Bible, meski ekspresinya tidak sedatar dahulu. Kali ini Mile tampak terpaksa dan begitu putus asa. Api cemburu meraupi seluruh aura di sekitarnya, padahal Bible tersebut tidak lagi ada.
"Aku bisa berpura-pura menjadi dia mulai sekarang," kata Mile. Dia mengecup bibir Apo dengan kening yang berkerut-kerut. "Aku akan membuatmu merasa dia kembali hidup di dunia. Atau apa pun keinginanmu nanti."
"Tidak! Jangan begini, Mile-"
"Beri aku kesempatan, Apo-"
"Tidak! Tidak mau-ph!"
Mile sudah mengubah kecupan itu menjadi ciuman dalam. Dia masih terburu-buru, tetapi berusaha keras tidak mengasari tubuh lebih lemah di bawahnya. Lumatannya halus. Tiap jengkal syaraf-syaraf sensitif di bibir tipis Apo, Mile akan menjangkaunya dengan cara terbaik.
"Ahhhh .... mmhhh ...."
Apo sendiri merasa mabuk. Benteng pertahanannya melemah karena visual Bible yang begitu nyata. Dia ingin mendorong keras sosok ini, tetapi sulit. Sadar-sadar, dia justru membalas sentuhan jenis apa pun dari Mile.
Bibir berpadu bibir. Tangan tegang yang kini memeluk erat, dan jemari yang meninggalkan guratan hasrat di bahu sang iblis.
Pelukan Apo menjadi erat. Mile sampai merasakan dorongan manja dari lelaki manis itu, padahal tidak pernah sebelumnya.
"Ahh ... umnn!"
Desahannya merdu. Mile menikmati perubahan ekspresi Apo yang merona malu. Lebih-lebih kala sepasang manik bening itu mengerjap tidak mampu menatapnya.
Bukan karena takut, tentu saja.
Kali ini murni karena ditelanjangi sempurna.
"Jangan begini, Mile. Aku tidak suka-"
"Benarkah?"
Mata ke mata, Mile mencoba menyelami isi hati Apo. Mulut lelaki manis itu mungkin terus menolak, tapi bereaksi terbalik. Dia gugup saat Mile meraih punggung tangannya dan mengecup di sana. Cup.
"Aku yakin kau menyukai permainan ini, Apo." Mile menjilat jari manis Apo yang dilingkari cincin dari sang kekasih. "Biar aku melihatnya lebih dekat. Buat kuukur jarimu. Nanti, akan kubuatkan desain yang sama jika masih ingin mewujudkan impianmu."
"A-Apa?"
Mile mendongak dan tatapannya bersirobok dengan Apo. "Katedral D'uomo waktu itu. Bukankah kau masih ingin menjalankan pernikahan di sana?"
DEG!
"Iya-ah, maksudku, tidak! Tidak jika denganmu, Mile-"
"Aku adalah Bible. Panggil namaku dengan Bible mulai sekarang."
Deg ... deg ... deg ... deg ....
Sampai sini, detak jantung Apo terlalu gila hingga kewarasannya terasa lepas. Dia tak bisa membedakan mana fantasi, mana nyata. Mile yang mengulum jari manisnya terlalu seksi bila menggunakan bentuk bibir familiar sang kekasih.
"Umnnhh ...."
"Senang?"
Mile melempar jubah tidur Apo ke lantai sembarang.
"Geli, Mile-stop." Jilatan Mile justru merambat kemana-mana. Dari jari, ke telapak. Dari pergelangan, lalu menyebar hingga ke punggung tangan. "Ahh ...."
"Jadi di sini juga titik sensitifmu."
"Nnggh ... jangan menatapku dengan mata dia-"
"Ingat namaku adalah Bible. Bible. Bible," tegas Mile. "Kau paling suka nama dia, bukan? Harusnya mudah juga memanggilku begitu."
"Hhhhh ...."
Apo pun mengepalkan tangan sebelum lidah itu semakin merajalela. Nafasnya kacau, dan Mile justru berpindah ke puting mungilnya di dada.
"Akh!"
"Pernikahan macam apa yang kau inginkan, Apo?" tanya Mile retoris. Meski sakit, detak jantungnya ikut menggila saat merasakan penis Apo kini menggembung dan menusuk tegang perutnya.
"Tolong, Bible-"
"Apa indoor benar-benar cukup?" Mile tahu ini agak keterlaluan, tetapi dia yakin lebih mending daripada Max yang melakukannya. "Aku bisa mewujudkan yang lebih meriah lagi."
"Ahh ...."
Bersambung ....