"If I can't be your god, then please don't make me a burden on you."
[ANGELIC DEVIL: The crown]
Apo tertegun kala Paing melenggang pergi. Dia tersentak karena suara makian Mile. Apalagi sang suami menendang berkali-kali.
"HARRGHH! FUCK!"
BRAKHH! BRAKHH!
PRANG! PRANG! PRANG!
Rasanya benar-benar tak nyata. Apo tidak bodoh sampai salah menafsiri, barusan Paing mengakui perasaan padanya lewat Mile. Apo pikir, kecemburuan Mile selama ini hanya candaan. Dia bahkan sering menertawakan sang suami, karena menurutnya tak beralasan. Lagipula sejak kapan Paing mencintainya? Apo sungguh tidak habis pikir.
"Aku harus pergi dari sini," gumam Apo. Padahal, niat awal kabur untuk tahu situasi. Tapi malahan semakin parah. Apo benci ditinggal mengurus projek saat terjatuh seperti ini. Dia tidak tahan lama-lama berada di RS, tapi buruk juga kalau pulang sekarang.
Harus bagaimana Apo menghadapi sang suami nanti? Mile bisa saja makin marah. Apalagi tahu kelakuan dia. Ah, lebih baik kembali ke RS daripada terjadi yang tidak-tidak.
"Sir, bisa cepat sedikit?" pinta Apo gugup. Jangan sampai Mile melihatnya masuk ke taksi, sebab lelaki itu masih di balkon. "Aku ini sedang lari dari seseorang."
Si sopir pun mengangguk dengan gas yang diinjak keras. "Baik, Tuan."
BRRRRRMMMMMMMMM!
"Aku masih sulit percaya ...." batin Apo sambil meremas dua lututnya. "Kenapa harus Phi Paing? Phi? Bagaimana aku menghadapi dia nanti."
Entahlah. Berapa kali pun Apo memikirkan adegan dalam kepala. Dia tidak menemukan alasan logis. Mulai saat kuliah, main, mengerjakan tugas bersama--bukankah hubungan mereka wajarnya teman?
Mungkin karena Paing tidak merubah sikap--ralat--sang senior pernah antipati saat awards, tapi tidak lebih dari itu. Dia memperlakukan Apo biasa saja. Tidak mencoba mendekat secara berlebih. Apalagi sampai tahap mencintai--shit. Apo pun berlari sangking kerasnya debar jantung dia.
"Cepat, cepat! Aku ini sebenarnya kenapa?" batin Apo sambil meremas dadanya. Dia pun mengabaikan suster yang berteriak di belakang. Sebab mereka menemukan jejak kabur dia. Arrh! Persetan! Apo hanya ingin menyembunyikan dirinya dari dunia!
BRAKHHHHH!!!
"Arrghhh!"
"Hei, hati-hati--"
Apo refleks mundur karena terbentur seseorang di belokan. Dia nyaris terpeleset jika tidak dipegangi. Tapi sosok itu cukup kuat meremas kedua bahunya.
DEG
"Phi--"
Apo pun melepaskan diri karena wajah Paing malah muncul di depannya.
"Apo, kau sedang apa di sini?"
"Tidak! Anu--maaf. Aku benar-benar minta maaf ...." kata Apo. Refleks membenahi piama bagian bahunya, padahal Paing tidak melakukan apa-apa. "A-Aku ... aku hanya sedang terburu-buru. MAAF!"
Apo pun melewati sang Alpha begitu saja. Dia masuk lift RS yang tombolnya langsung dipencet-pencet, padahal ada orang yang ingin ikutan masuk. Tak peduli! Apo hanya ingin menangis, tapi jangan sampai Paing tahu--
Tes ... tes ... tes ... tes ...
Terlambat. Apo sudah meneteskan air mata sebelum pintu lift tertutup, sehingga Paing melihat betapa emosionalnya dia.
Tuhan ... Andai saja dia sedikit peka, Apo takkan bersikap seperti itu kepada Paing. Mengundangnya dalam pernikahan? Yang benar saja? Bagaimana yang Paing rasakan pada waktu itu--fuck! Isi otak Apo langsung penuh dengan gempuran memori gila.
"Maaf, aku sungguhan terlambat. Ada banyak hal selama beberapa hari ini. Tapi baguslah masih sempat bertemu kalian. Halo ...."
"Oh, iya. Tidak apa-apa kok, Phi. Aku paham. Walau jujur aku kaget karena Phi potong rambut. Sumpah sampai kuteliti dari sana agar yakin itu Phi Paing."
"Ha ha ha. Entah, lagi ingin saja. Oh, iya. Maaf karena aku tidak sempat ganti dresscode-nya. Tadi langsung kemari begitu sampai di bandara. Ini benar-benar kurang pantas."
"Tidak apa-apa. Istriku sepertinya sangat senang hanya dengan kedatanganmu. Selamat menikmati pestanya."
"Iya, Phi. Perkenalkan juga ini suamiku. Kuharap kalian dapat berhubungan baik...."
"Aku Mile. Mile Phakphum. Salam kenal untukmu."
"Aku Paing. Paing Takhon. Salam kenal juga dariku."
Berhubungan baik, hah? Oke. Sekarang perkataan itu sudah terpenuhi. Berikutnya apa lagi yang akan terjadi?
BRAKH!
Apo pun mengunci dirinya dalam toilet. Omega itu tak kembali ke kamar karena ada pelayan, maka jangan sampai suaminya dengar dia kabur dan menangis.
"Hahh ... Ma ...." desah Apo sambil menelepon sang ibu. Dia tak berpikir apakah Miri sudah tidur atau belum, yang pasti ingin berkeluh kesah padanya.
Tuuuuttt ... tuuttt ... tuuut ....
Nada sambung yang lama sekali. Apo pun terisak selama menunggu, hingga terdengar sebuah suara.
"Halo, Sayang? Kok belum tidur jam segini? Kamu sebenarnya kenapa?" tanya sang ibu langsung.
Namun, bukannya menjawab. Tangisan Apo semakin menjadi. Omega itu membuat ibunya khawatir, hingga kuat bersuara. "Aku ... hiks, hiks ... hiks ... aku boleh seperti ini kan, Ma? Aku hanya ingin didengarkan saja--hiks ... karena aku tidak tahu harus bagaimana ...."
Di seberang sana, Miri yang terbangun dari mimpi pun coba meraba hati puteranya. "Oh, iya ... tapi coba relakan Pa-mu mulai sekarang," katanya. "Dia pasti sedih kalau kau menangis. Jadi tolong lebih kuat lagi. Oke, Sayang?"
Akhirnya, Apo justru jadi pihak yang mendengarkan. Dia tidak kuat menanggapi karena terlalu lelah. Apalagi emosinya meninggi. "Hiks ... hiks ... hiks ... hiks .... "
"Lagipula suamimu sudah bergerak cepat kok. Kita masih bisa selamat, Sayang. Dia sekarang dibantu Tuan Takhon untuk menangani perusahaan," kata Miri, yang malah memperparah suasana hati Apo. "Pokoknya jangan khawatir lagi. Bulan depan kondisi kita pasti meningkat. Kau sabarlah sebentar, hm? Semua pasti baik-baik saja ...."
Seketika lengan Apo lemas di sisi tubuh. Dia membiarkan sang ibu mengoceh, sementara dia ingat perdebatan Mile dengan Paing tadi. Pantas saja Apo merasakan feromon dua Alpha bertarung lewat nada bicara mereka. Ternyata ....
Saat itu, Miri pun bercerita tentang peristiwa selama didatangi para pelayat. Dia juga meminta maaf karena bertindak di belakang Apo, tapi kedatangan Paing memang kesempatan besar. Hal krusial hingga Apo tidak bisa marah, toh sekarang pilar dua keluarga kembali kuat. Mereka sepakat memecat Bas yang sudah teledor pada proyek sebelumnya, lalu menggantikan posisinya dengan orang baru.
Tentu saja sosok itu atas rekomendasi Paing serta Luhiang. Mereka memindah satu karyawan terbaik yang dimiliki, tanpa pikir panjang jika itu bisa menguatkan Claire Erson Company.
"Tapi, Ma ...."
"Hm? Ada yang ingin kau katakan, Sayang? Ma pasti mendengarkannya."
Apo meremas ponsel karena ragu. Meskipun begitu, rasanya tak lega jika dipendam sendiri. Dia pun berpikir sambil mengucek mata, dan akhirnya bilang jujur juga. "Janji jangan katakan ke orang lain, tapi ...." Suaranya tersendat karena sesak. "Phi Paing itu menyukaiku, Ma. Kenapa memaksa Mile untuk bekerja dengannya? Ma harusnya paham perasan suamiku. Ya Tuhan--ini sungguh-sungguh tidak bagus ...."
DEG
"Apa? Tunggu--Sayang? Kau serius?"
Miri pun terkejut dengan pernyataan Apo. Dia langsung meminta maaf, kali ini dengan nada menyesal. Namun, semuanya sudah terlambat. Apa yang akan terjadi, terjadilah. Kerjasama mereka sudah dibangun. Mana mungkin membubarkannya begitu saja. Toh ini demi kebaikan mereka.
"Tidak apa-apa, Ma. Aku sendiri pun baru tahu," kata Apo. "Jadi, wajar kalau Ma tak memperkirakannya."
Miri pun panik seorang diri. "Yakin, Sayang? Ma bisa kok diskusikan ulang proyeknya dengan Tuan Takhon. Ya, walau ini agak tak etis--"
"No, Ma. Diskusi ulang malah memperburuk citra kita nanti," kata Apo. "Toh yang dibawa Phi banyak sekali. Ini bukan tentang dia saja, tapi orang-orang di belakangnya."
"Baiklah, Sayang. Oke, oke. Ma paham yang kau maksud kali ini."
"Mm."
Saat itu, Apo pun berusaha meyakinkan Miri, baru mengakhiri panggilan mereka. Hahh ... hebat. Apo tak menyangka pembicaraan tadi menghabiskan sejam lebih, karena tiba-tiba sudah pukul 1 malam. Ya, berarti harusnya aman. Toh toilet tetaplah kosong. Setidaknya itu yang Apo bayangkan. Namun, setelah keluar dari toilet, sosok Paing ternyata menunggunya di sisi pintu.
CKLEK!
DEG
"Phi ...."
"Aku akan pura-pura tidak mendengarnya."
"Apa?"
"Tak peduli darimana kau tahu, tapi ...." kata Paing memperjelas maksud dia. ".... jika perasaanku membebanimu, anggap saja tidak pernah ada."