***
Sepertinya kebiasaan akhir pekan Yusuf berubah seiring statusnya yang sekarang sudah berubah menjadi seorang suami. Seperti sekarang, jika biasanya dia akan menghabiskan waktu akhir pekannya untuk futsal, tapi yang dia lakukan sekarang, dia sedang menonton TV sambil bolak-balik masuk dapur melihat eksperimen masak yang dilakukan istrinya, sekalipun dia harus rela naik turun 5 anak tangga.
Ya, Anin memilih setiap hari minggu setelah merapikan dan membereskan rumah, dia akan mencoba resep masakan yang pasti belum pernah dia coba sebelumnya. Mulai dari bakso, cheese cake, macaroon, siomay dan masih banyak lagi yang pastinya akan di akhiri dengan kata 'ENAK' tambah jempol dua dari Yusuf. Sekarang, dia sedang mencoba membuat martabak manis, salah satu makanan favoritnya. Sudah lama dia ingin memasaknya sendiri, tapi baru sekarang dia benar-benar bertekad ingin membuatnya sendiri. Dengan eksperimen yang ada di salah satu channel youtube yang dia ikuti, Anin mencoba membuat martabak manis rasa greentea. Rasa favoritnya, walau sebenarnya Yusuf hanya benar-benar menyukai rasa greentea sebatas aroma parfumnya, namun Anin tetap nekad membuat martabak manis rasa greentea.
"Uhmmmm… baunya, enakk banget sih???"
Sapa Yusuf sembari mencium aroma martabak yang baru diangkat.
"Mas beneran suka?? Rasa greentea loh?? Ngga beneran manis??"
Goda Anin yang mengetahui Yusuf adalah pecinta apapun yang manis. Mulai dari minuman sampai makanan. Berbanding terbalik dengan dirinya yang memang langsung eneg kalau ada sesuatu yang terlalu manis di mulutnya.
"Mas kan pernah bilang, apapun yang kamu masak, inshaAllah Mas bakal suka…"
Jawab Yusuf enteng sambil mencomot satu potong martabak yang sudah sampai di mulutnya. Mentega yang langsung lumer bersamaan dengan rasa manis dan segar menyatu menjadi satu membuat Yusuf mengambil satu potong lagi.
"Uhmm, beneran kan rasanya langsung lumer gini… tapi kenapa kurang manis gini sih??"
Tanya Yusuf dengan jujur. Yusuf memang tidak pernah bohong soal makanan atau apapun itu, karena mereka berdua sudah saling berjanji satu sama lain untuk saling terbuka. Tidak main rahasia, karena itu semua untuk membangun kepercayaan mereka semakin kuat satu sama lain.
"Masa sih??"
Anin yang penasaran juga langsung mengambil satu potong martabak buatannya sambil menuangkan adonan yang tersisa kedalam cetakan.
"Ngga tuh, ini mah udah cukup…"
Jawab Anin dengan cengiran ke arah suaminya. Dia sudah tau bahwa mungkin lidahnya sedikit bermasalah. Semua makanan tentunya sudah cukup manis untuknya, sedangkan orang lain termasuk suaminya akan merasa kurang.
Yusuf pun hanya bisa mengusap puncak kepala Anin yang tidak tertutupi jilbab dengan senyum menghias di wajahnya. Mungkin karena Yusuf yang memiliki darah langsung Solo dan Yogya membuat dirinya menjadi pecinta makanan manis.
"Mas beneran ngga futsal hari ini??"
Tanya Anin sambil melirik jam yang sudah menunjuk ke angka 10.30.
"Sama aja kali Mas mau futsal atau ngga…"
Jawab Yusuf sambil menenteng piring yang dipenuhi potongan martabak ke meja pantry dan dalam sekejab dirinya sudah berada di depan kulkas mencari eskrim vanilla favoritnya. Dia tidak ingin, Anin menyiapkan eskrim greentea kembali seperti minggu lalu, saat mereka makan cheese cake. Kali ini, dia ingin bersenang-senang dengan eskrim vanilla yang siap meleleh di mulutnya bersama martabak yang ada di hadapannya.
"Loh, kenapa sama aja?? Kan kalau Mas Yusuf rajin olahraga, tubuh jadi sehat, ngga bakal gendut…"
Jawab Anin yang sudah mengangkat martabak terakhir ke piring, siap untuk dipotong.
"Sama ajalah, Dek… kalau Mas habis bakar lemak sampai di rumah di isi lemak lagi. Sia-sia lah, lari-lari, keliling cari bola…"
Jawab Yusuf yang membuat Anin tidak tahan untuk tidak mencubit pipi suaminya yang agak gembil setelah mereka menikah. Padahal belum ada 2 bulan mereka menikah, tapi Yusuf sudah mempunyai pipi yang membuat Anin tambah gemas terhadap suaminya.
"Tuh kan… sekarang pipi Mas aja bisa kamu tarik-tarik kaya gitu… kalau dulu mah, tirus keliatan rahang seksinya… atau kamu sengaja buat Mas gendut biar ngga ada cewek yang nglirik Mas??"
Tanya Yusuf penuh selidik yang sebenarnya dia hanya bercanda. Sedangkan Anin hanya terkekeh mendengar kata protes dari suaminya yang menuduh dirinya melakukan tipu muslihat.
"Bener kan tebakan Mas, kalau kamu itu emang sengaja buat Mas jadi gendut??"
Kata Yusuf yang sudah menggelitik pinggang istrinya yang tadinya masih berkonsentrasi memberi topping pada martabak yang baru saja di angkat. Anin yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa tertawa geli dan dengan sekejab Yusuf sudah memutar posisi Anin untuk menghadap ke dirinya. Lama mereka bertukar pandang, memandangi satu sama lain sampai akhirnya Anin memalingkan wajahnya sebelum jantungnya terlempar dari posisi sebenarnya.
"Kayanya Mas mendingan buka usaha pertanian tomat deh??"
Celetuk Yusuf tiba-tiba yang membuat Anin kembali menatapnya dan mengerutkan keningnya.
"Maksudnya Mas?? Mas mau buka cabang buat Dhyaksa Grup di bidang pertanian??"
Tanya Anin polos. Karena bukankah itu bisa menjadi ide cemerlang untuk melebarkan usaha keluarga suaminya.
"Isshhh.. kamu ini ya…"
Yusuf sambil menangkup wajah Anin dengan kedua telapak tangannya begitu gemas dan memberikan kecupan singkat pada bibir Anin.
"Tuh, kan banyak tomatnya baru di gituin…"
Kata Yusuf sambil menowel pipi istrinya yang membuat Anin sadar bahwa sedari tadi suaminya itu hanya menjahili dirinya.
Melihat ekspresi Anin yang sudah terlihat begitu sebal membuat Yusuf memilih untuk segera pergi menuju atap rumah yang Anin desain sebagai taman yang di penuhi dengan berbagai macam bunga dan tumbuhan.
Anin pun segera menyusul suaminya yang tengah bersantai menikmati udara sejuk di tengah hari kota Solo yang biasanya panas setelah dirinya membawa gelas berisikan penuh dengan eskrim rasa greentea dan vanilla.
"Menikmati hidup banget sih, abang tercinta…"
Goda Anin yang sudah duduk di sebelah Yusuf.
Yusuf yang mendengar kata terakhir dari Anin segera bangun dari posisi terenaknya. Memantapkan dirinya bahwa sekarang dia belum tertidur.
"Tadi kamu bilang apa sama Mas??"
"Menikmati hidup banget sih…"
Jawab Anin memotong apa yang sebenarnya telah dia ucapkan tadi.
"Bukan kaya gitu. Perasaan tadi lebih panjang gitu kata-katanya…"
Kata Yusuf sambil menatap penasaran istrinya. Berharap Anin akan mengucapkan hal itu kembali.
Anin yang mengetahui bahwa Yusuf hanya berusaha untuk menggodanya hanya bisa tersenyum sembari menikmati es krimnya. Yusuf pun segera merangsek ke samping Anin, menyenderkan kepalanya ke bahu milik Anin.
"Manjanya suami tercintaku…"
Akhirnya Anin mengucapkan kata-kata yang di tunggu oleh Yusuf membuat Yusuf seketika itu juga langsung memeluknya dan mencium pipi Anin dengan gemas. Anin hanya bisa mengelus pipi Yusuf yang masih di sebelahnya.
Mereka saling memandangi satu sama lain sampai terdengar suara adzan dhuhur berkumandang.
"Tuh.. udah ada panggilan..."
Kata Anin yang masih menatap suaminya mengamati setiap inchi ukiran Allah yang terpahat indah di wajah milik suaminya.
"Mau sholat di masjid atau di rumah??"
"Mas sholat di masjid aja..."
Kata Yusuf yang masih menatap Anin dengan mata teduhnya.
"Ya udah..biar Anin siapin bajunya..."
Anin segera pergi untuk menyiapkan baju yang akan di kenakan oleh Yusuf. Yusuf pun juga segera mengikuti Anin di belakang.
"Nih bajunya, Mas... cepetan ya siap-siapnya..."
Anin pun keluar dari kamar setelah menyiapkan baju koko untuk Yusuf. Sedangkan Yusuf malah menahan Anin dengan tangannya.
"Ngga mau disini bantuin Mas pake bajunya??"
Anin yang serasa tau maksud dari perkataan Yusuf segera mengusahakan tangannya terlepas dari genggaman tangan milik Yusuf.
"Ishh, mau sholat juga masih sempet omes, Mas..."
Anin langsung ngloyor meninggalkan Yusuf setelah berhasil melepaskan genggaman tangan Yusuf.
Yusuf sendiri yang mendapatkan perlakuan seperti itu hanya bisa tersenyum senang. Senang karena dia bisa menjahili istrinya. Mungkin tiada hari tanpa berbuat usil terhadap istrinya yang gampang salting itu yang membuat diri yusuf entah mengapa merasakan rasa bahagia yang berbeda. Rasa bahagia yang jauh-jauh lebih membahagiakan yang paling indah untuk bisa dia nikmati sekarang.
***
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, Mas..."
Jawab Anin sambil mencium punggung tangan Yusuf yang baru saja pulang dari masjid.
"Kog lama sih, Mas?? ngrumpi dulu ya sama bapak-bapak kompleks??"
Tanya Anin yang sudah mengambil alih sajadah dari tangan Yusuf.
"Baru juga di tinggal sholat udah kangen kaya gitu. Apalagi kalau semisal Mas harus keluar kota??"
Kata Yusuf yang mengekori istrinya masuk ke kamar.
"Aulah, Mas.. selalu deh pinter banget balikin pertanyaan..."
Anin menampilkan ekspresi seolah-olah bosan dengan apa yang di lakukan Yusuf sekarang. Yusuf hanya terkekeh mendengar gerutuan dari istrinya.
"Mas mau makan siang ngga??"
Tanya Anin kepada Yusuf yang sudah menyenderkan lehernya di sofa depan TV.
Yusuf hanya menggelengkan kepalanya dan menepuk area kosong di samping sofa yang dia duduki. Anin pun hanya tersenyum dan menuruti permintaan Yusuf. Setelah duduk, Yusuf pun langsung memposisikan dirinya dan menjadikan paha Anin sebagai bantal. Anin pun mengusap rambut Yusuf dengan lembut sembari melihat TV yang sedari tadi salurannya hanya di pindah-pindah oleh Yusuf.
"Mas itu mau nonton apaan sih??"
Kata Anin yang masih mengusap rambut tebal milik Yusuf.
Yusuf pun mematikan TV sebagai responnya, karena dia juga tidak tau ingin nonton apa. Semua acara isinya sama saja.
"Kalau mau tidur di kamar aja, Mas.. jangan disini..."
Tutur Anin yang melihat Yusuf sudah mulai menguap.
"Sekarang udah berani godain Mas ya??"
Anin hanya mengerutkan keningnya seakan tidak tau apa yang baru saja di katakan oleh suaminya. Emang benar kan, lebih baik tidur di kamar daripada tidur di ruang keluarga dan itu juga di sofa.
"..."
"Udah berani ngajak tidur di kamar..."
Yusuf terkekeh ketika melihat pipi Anin yang langsung timbul semburat merah setelah mendengar ucapannya. Sedangkan Anin tidak menyangka bahwa kata-katanya bisa menimbulkan efek yang tidak pernah dia kira sebelumnya. Dia mulai berpikir apakah semua pria akan seperti suaminya jika mereka sudah menikah. Dia tidak menyangka bahwa Yusuf bisa semesum itu.
"Apaan sih, Mas.. Baru juga berkomunikasi sama Allah, tapi pikirannya masih aja ngeres.."
Ucap Anin sambil menarik pipi Yusuf membuat sang empunya malah tersenyum lebar.
"Ya terus maksud dari nyuruh Mas tidur di kamar apaan dong??"
"Terserah Mas mau ngartiinnya gimana.."
Jawab Anin sedikit dongkol dengan kelakuan Yusuf hari ini. Sudah ke berapa kali sejak mereka bangun pagi, Anin sudah di goda oleh Yusuf sedangkan si pelakunya sendiri menikmati efek dari kelakuannya.
"Dek... Mas itu masih penasaran sama cowok yang kamu panggi 'Mas Doni' pas acara nikahan kita.."
Celetuk Yusuf yang sekarang sudah duduk menghadap ke Anin.
"..."
Merasa bahwa istrinya tidak akan memberikan jawaban, malah menguatkan pikirannya sebelumnya kalau itu hanya akal-akalan Anin menutupi jumlah mantannya darinya.
"Jangan-jangan itu kakak ketemu gedhe ya??"
Tebak Yusuf yang pura-pura cemberut yang membuat Anin seketika itu juga langsung tertawa.
"Hahaha... Mas Doni.. dia beneran kakakku, Mas Yusuf ku sayang yang sayangnya gantengnya ngga bisa ngalahin nabi Yusuf..."
Jawab Anin sambil menangkup wajah Yusuf dengan kedua tangannya.
"Ngga mempan kali, Dek.."
Yusuf berpura-pura mengalihkan pandangannya tidak ingin melihat istrinya.
"Mas penasaran ngga kenapa tiba-tiba Bunda kasih restu sama kita??"
Kata Anin yang menaik-turunkan alisnya dengan lucu yang berhasil mendapatkan tatapan mata teduh dari suaminya kembali. Yusuf memang penasaran, karena tanpa dia melakukan apapun yang berarti untuk Bundanya Anin, tapi tiba-tiba dia di beri restu olehnya tanpa alasan yang jelas.
"Bunda sih ngga pernah cerita langsung ke aku, Mas. Ini sih cuma perkiraan aja..."
"..."
"... Mas Doni itu kakakku, Mas... Kita satu ayah, tapi beda ibu..."
Jelas Anin secara perlahan untuk melihat bagaimana respon dari suaminya dan ternyata Yusuf masih sedikit bingung dengan apa yang baru saja di bicarakan oleh istrinya.
"Trus... hubungannya sama restunya Bunda apaan dong??"
"Ya ada lah, Mas... karena secara otomatis, aku itu bukan anak pertama. Mas tau sendirikan kenapa awalnya Bunda ngga kasih restu ke kita??"
"Tapi setau Mas, dalam silsilah keluarga Kamil, keluarga besarmu itu ngga pernah nyebutin nama 'Doni'.."
"Itu karena Mas Doni ngga masuk dalam silsilah keluarga Kamil. Aku sendiri juga ngga tau detailnya kek gimana. Tapi yang pasti, saat Ayah itu ingin mengakui Mas Doni dan memberikan nama keluarga 'Kamil' ke dalam namanya, ibunya Mas Doni itu nolak. Ya jadinya, Mas Doni pake nama keluarga dari ibunya dan ngga pernah masuk dalam silsilah keluarga 'Kamil'.. Ya jadilah sekarang namanya Doni Hendrawan Wijaya..."
"Ohhh, lah terus kamu kog bisa ketemu sama Mas Doni..."
Yusuf terlihat antusias dengan cerita keluarga dari Anin.
"Ceritanya sih ngga sengaja ketemu gitulah... trus ya udah.. ngalir gitu aja..."
Yusuf hanya mengangguk-angguk saja mendengar penjelasan dari Anin.
"Trus Arwi, dia juga udah tau??"
"Dari awal keluarga aku emang udah terbuka satu sama lain, sekalipun aku juga tau kalau aku punya saudara selain Arwi juga pas aku SMA, Mas... itu aja gegara Arwi pernah di tolong sama Mas Doni pas Arwi ngalamin kecelakaan, mungkin kalau ngga ada kejadian kaya gitu, aku sama Arwi mungkin selamanya bakal ngga tau fakta yang satu ini Mas..."
Yusuf pun mengusap kepala Anin dengan sayang. Kalau keadaannya seperti ini, dia merasa sudah cukup bahagia.
"Kamu ngga marah gitu??"
Tanya Yusuf penasaran, bagaimana bisa Anin yang di rumah merupakan sosok istri yang sabar malah terkenal galak saat di kantor.
"Marah ya??? Ngga sepenuhnya marah, cuma rada kecewa aja pas di awal, tapi habis itu, ya aku sama Arwi coba buat ngerti aja..."
Jelas Anin sambil tersenyum menatap Yusuf.
"Eh, ngomong-ngomong itu kaosnya siapa ya yang kamu pake??"
Yusuf kembali pada mode jahilnya dengan tanda senyum smirknya.
"Kaos ku lah, Mas... emang kaosnya siapa?? tapi ngga tau kenapa rasanya agak kegedhean gitu..."
Jawab Anin sambil melihat kaos bertuliskan 'COCONUT' yang ia kenakan.
"Yakin itu kaosmu, Dek?? bukannya kaosnya habis di pake lusa ya?? berarti ngga kamu cuci dong??"
Cukup lama Anin memikirkan kaos yang ia kenakan seminggu ini sampai pada akhirnya...
"Astagfirullah... iya Mas.. kaos ku kan baru aku cuci hari ini dan masih di jemuran. Jadi kaos yang aku pake sekarang..."
Yusuf hanya terkekeh mendengar Anin yang tampak malu setelah mengetahui bahwa kaos yang dia kenakan adalah milik suaminya.
"Maaf ya, Mas. Aku beneran lupa... Serius..."
Kata Anin sembari mengangkat kedua jari sebagai tanda 'PEACE' untuk Yusuf. Yusuf pun hanya mengacak rambut Anin sambil tersenyum. Entah mengapa, mengetahui Anin mengenakan kaosnya terasa menyenangkan untuknya. Seperti berbagi raga dengan Anin.
"Mas ngga papa kan kaosnya aku pake?? kalau ngga mau, besok aku ganti deh..."
"Ya Allah, kamu ini kaya sama siapa sih?? Itu kaosnya Mas, miliknya Mas. Dan otomatis itu juga milikmu, Dek..."
Jawab Yusuf sambil menowel pipi milik Anin.
***
Drrrttt...
Terdengar suara HP bergetar dan ternyata adalah milik Anin. Yusuf hanya membiarkannya saja, karena baginya itu adalah salah satu privasi istrinya, sedangkan sang pemilik sedang mempersiapkan makan malam. Apalagi itu hanya sebuah SMS, jadi bisa di buka nanti.
Drrrrtttt... Drrrtttt...
Kali ini gantian panggilan masuk yang tertampil pada layar HP Anin membuat Yusuf mau tidak mau harus menanggapi hal itu.
"Dek, ada telepon masuk nih..."
Kata Yusuf yang masih setia di depan TV.
"Angkat aja, Mas..."
Akhirnya Yusuf melakukan sesuai dengan perintah dari Anin. Bukan kata salam atau hallo yang ia terima, malah dia mendengar kalimat yang langsung membuat hatinya panas.
"My Love, Anin..."
Yusuf menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya dan menatap layar siapa yang menelpon. Ternyata tidak ada namanya.
"Kog diem aja sih?? Terpesona ya saking kangennya sama aku??"
Yusuf masih dengan ketenangan yang coba dia kumpulkan. Dia tidak ingin terpancing emosi dan dengan mengucapkan 'Bismillah' dalam hati dia akhirnya angkat bicara.
"Maaf, ini dengan siapa ya??"
"Kamu siapa, berani angkat teleponnya Anin??"
"Saya, suami dari nomor yang anda hubungi. Maaf mungkin anda salah sambung. Assalamualaikum..."
Tanpa menunggu jawaban salam dari suara yang di seberang, Yusuf sudah menutup panggilan tersebut dengan gemas.
"Siapa Mas?? Penting banget ya??"
Tanya Anin yang sudah di sebelah Yusuf dan melihat ekspresi yang di tampilkan oleh suaminya, Anin berpikir bahwa telepon yang baru saja di angkat Yusuf adalah penting.
"Kamu kenal sama nomor ini??"
Anin pun segera mengambil alih HP-nya dari tangan Yusuf. Dia cermati panggilan masuk yang baru dan menangkap nomor telepon yang sudah tidak asing untuknya.
"Ohh... ini yang baru saja telepon?? Ngga usah di gubris kali, Mas.. Dia itu kaya orang psiko... Udah kaya gitu terus sejak aku masih kuliah semester 5.."
Yusuf hanya mengernyitkan keningnya meminta penjelasan lebih dari Anin.
"Dia itu semacem stalker, Mas. Aku aja sampai sekarang juga ngga tau siapa dia. Tapi dia emang suka kaya gitu sama aku. Mungkin fans beratnya Anin kali, Mas..."
Jelas Anin dengan entengnya. Karena dia sendiri sudah terlalu biasa dengan telepon maupun SMS aneh dari nomor yang terpampang saat ini.
Yusuf yang masih kurang yakin segera mencari kebenaran dari mata Anin dan memang tidak ada kebohongan yang ada.
"Mas tenang aja... sekalipun stalkernya cinta mati sama Anin, tapi cinta matinya Anin cuma buat Mas Yusuf. YUSUF AIRLANGGA PUTRA DHYAKSA..."
Lanjut Anin sambil mengusap punggung tangan suaminya untuk menenangkannya.
"Gimana Mas tenang, kalau ada yang ungkapin rasa cinta ke istrinya Mas??"
Kata Yusuf jujur sambil mengusap pipi Anin dengan lembut.
"Karena Anin jadi milikmu, Mas dalam ikatan yang di ridloi Allah. Mas kurang tenang macam apa?? sedangkan orang yang di seberang sana yang Anin sendiri juga ngga tau dia itu hidup atau mati, dia ngga punya hak apapun atas Anin.."
"Udah ah jangan spaneng gitu... Pokoknya Mas tenang aja, Anin ngga bakal lari dari Mas Yusuf. Kalau Mas ngga percaya, yaudah.. iket Anin aja deh di rumah biar ngga kemana-mana..."
Lanjut Anin dengan candaan yang membuat Yusuf sedikit melunak.
"Emang kamu ngga takut sama stalker macem gitu??"
"Nyatanya sampe sekarang aku masih hidup kan, Mas?? Apalagi sekarang aku udah punya suami.. ada yang jadi superman dadakan kalau Anin kenapa-napa..."
Jawab Anin sambil terkekeh dan memeluk Yusu. Yusuf pun membalas pelukan itu dengan erat.
"Mas.. sesak... Anin ngga bakal kemana-mana..."
Anin mencoba melonggarkan pelukannya dari Yusuf, namun suaminya malah semakin mempererat pelukannya.
"Janji ya kalau dia sampe hubungi kamu atau gangguin kamu, kamu bakal langsung bilang sama Mas..."
Jelas Yusuf yang menatap mata bulat milik Anin yang tidak pernah membuatnya bosan. Anin pun mengangguk mantap dan mencubit pipi Yusuf
"Iya iya, suamiku yang cerewet..."
Anin sudah tau konsekuensinya mengatakan suaminya seperti itu. Detik itu juga, Yusuf mencium kening Anin sangat lama dan sangat dalam. Yusuf sendiri merasakan nyeri dihatinya setelah menerima telepon yang mengungkapkan rasa cinta kepada istrinya, sedangkan dirinya sendiri, jangan di tanyakan lagi. Karena sampai sekarang pun dia masih bingung dengan apa yang ada di hatinya sekarang. Yang bisa dia pastikan, bahwa dirinya merasa nyaman dan bahagia ketika dia mengetahui dirinya melewati setiap harinya sekarang bersama Anin. Wanita yang dengan polosnya mau menjadi istrinya, sekalipun belum ada cinta dari dirinya.
"Ya udah... sekarang makan dulu ya, Mas... keburu dingin makanannya..."
Yusuf hanya mengangguk sambil menggandeng Anin menuju pantry.
Bisakah kita seperti ini saja??
Tanpa mengungkapkan rasa satu sama lain, kamu akan mengerti akan apa yang Mas rasain...
Mas memang salah dan terlalu egois, tapi bisakah kamu bersabar untuk menunggu Mas?? karena Mas sendiri masih meragukan diri ini...
***