Chereads / NIKAH (Anin x Yusuf) / Chapter 17 - Part 17 - ENJOY WITH OUR MARRIAGE

Chapter 17 - Part 17 - ENJOY WITH OUR MARRIAGE

***

Sekarang, Anin dan Yusuf sedang bermalas-malasan sambil menikmati eskrim 3 rasa yang sudah ada di gelas mereka masing-masing. Rasa Greentea, Vanilla dan Coklat. Perpaduan rasa pas untuk mengisi waktu libur mereka sambil menikmati serial TV di laptop Anin, Supernatural Season 1.

Anin sebenarnya sudah berhasil merampungkan serial TV favoritnya semasa kuliah tersebut sampai season 10. Namun sayangnya, orang yang ada di sampingnya sekarang. Entah hidup di zaman apa, Yusuf belum mengetahui serial TV tersebut yang menurut Anin tidak akan pernah bosan bahkan sampai season 12 sekarang yang masih Anin ikuti.

"Dek, kamu beneran tiap malem pas kamu nungguin Mas selesain kerjaan, kamu bakal nonton kaya gini??"

Yusuf tidak percaya dengan tontonan istrinya yang menurutnya tidak akan pernah di lihat seorang perempuan. Tapi perempuan yang sudah menjadi istrinya ini memang harus di catat dalam otak Yusuf kalau Anin memang salah satu yang unik di antara yang lain. Menonton serial TV bergenre Horor dan 'absurd' menurut Yusuf.

"Iyalah Mas. Males juga kalau baca novel mulu..."

Jawab Anin dengan santai sambil masih menikmati eskrimnya. Sedangkan Yusuf, sudah tidak bisa menikmati eskrimnya lagi setelah melihat darah yang ada di sepanjang episode yang dia lihat. Padahal baru sampai 3 episode dan menurut Anin, itu belum ada apa-apanya.

"Trus endingnya gimana??"

"Isshhh, nonton sendiri lah Mas. Spoiler banget kalau aku ceritain langsung..."

Yusuf mengerucutkan bibirnya kesal dengan istrinya yang tidak mengerti peka.

"Ceritain aja deh... Mas ngga kuat lihat darah mulu..."

"Apaan sih... Kalau penasaran ya nonton sendiri kalau ngga ya udah.. nonton yang lain aja.."

Jawab Anin sambil menyuapkan eskrim ke Yusuf.

TIINGG... TONGG...

"Tolong bukain ya, Mas. Mau ambil jilbab dulu..."

Yusuf hanya mengangguk dan turun ke lantai bawah membukakan pintu. Ternyata tamunya adalah seseorang yang tidak asing untuk Yusuf dan Anin.

"Assalamualaikum, Pak Yusuf..."

Ucap Franda dengan senyumnya.

"Waalaikumsalam, Franda.."

"Kita ngga boleh masuk nih?? Atau jangan-jangan kalian ganggu aktivitas kalian??"

Goda Franda karena Yusuf terlihat acak-acakan tidak seperti yang biasanya dia lihat di kantor.

"Iya,, Lo emang lagi ganggu kita.."

Sahut Anin dengan sedikit teriakan dan turun menyusul Yusuf.

"Eh sama Riki juga. Tumben Lo ada di rumah??"

"Emang ngga boleh gue dirumah?? Gue juga kangen sama istri kali.."

"Masih inget sama aku, Mas??"

Kali ini giliran Franda menatap tajam Riki yang seolah-olah peduli dengan dirinya. Padahal kenyataannya, Riki mungkin bisa dikatakan lebih sayang dengan pekerjaannya yang menuntutnya wira-wiri ke luar kota dan lebih sering meninggalkan Franda sendirian di Solo.

Semuanya akhirnya tertawa. Sekarang, Anin dan Franda sedang menyiapkan camilan untuk mereka, sedangkan para bapak-bapak sudah sibuk dengan tontonan yang pada kenyataannya masih ingin di lanjutkan oleh Yusuf.

"Masih tetep lanjut Mas??"

Sindir Anin yang sekilas melihat ekspresi ngeri dari suaminya. Yusuf segera berpindah ke samping Anin. Nonton bersama Riki, jujur membuatnya bertambah ngeri karena Riki menceritakan sedikit sinopsis episode selanjutnya dari Supernatural.

"Lo apain suami gue sih?? jadi kaya gini juga..."

"Dek, mending kamu hapus aja deh serial TV nya itu. Itu tontonan buat kita jadi orang kafir tau ngga??"

Ocehan dari Yusuf lantas membuat Anin, Riki dan Franda tertawa. Anin, Riki dan Franda memang sudah terbiasa dengan tontonan seperti itu, sekalipun khusus untuk Franda yang nontonnya tidak pernah sampai selesai, tapi untuk Yusuf, jujur itu tontonan sudah terlalu melenceng dari agama.

"Ya Allah, diambil positifnya aja kali, Mas..."

Anin tetep kekeh dengan keyakinannya. Tontonan hanya akan sekedar tontonan. Jika memang melenceng dari apa yang ada di dalam hidupnya, ya bagi Anin tinggal di buang bagian tersebut dan mengambil yang positif. Simple, tapi memang itulah Anin.

Sedangkan Yusuf memilih untuk mengalah. Toh memang itu hanya sekedar tontonan dan baginya Anin pasti sudah mengerti bagian mana yang harus dia pilah untuk hal yang positif.

"Assalamualaikum..."

Terdengar suara yang menggelegar sampai ruang keluarga tempat Anin, Yusuf, Franda dan Riki berkumpul.

"Waalaikumsalam..."

Jawab serentak dari keempat orang tadi yang membuat Arwi menautkan kedua alisnya. Ternyata ada tamu.

"Ngapain sih pake teriak-teriak gitu??"

Sapa Anin ketika melihat Arwi yang sudah mencomot sepotong apel ke mulutnya.

"Tak kirain lagi sibuk di kamar, makanya gue teriak. Eh malah ada tamu..."

Anin hanya bisa mencebikkan bibirnya pada Arwi. Bisa-bisanya Arwi berpikir seperti itu.

"... Eh, Mas Riki tumben Lo ada disini?? Gue kira Lo udah ke telen bumi..."

Lanjut Arwi yang sudah mendusal Anin untuk sedikit bergeser memberikan space untuknya duduk.

"Lo kira gue kecoa..."

Sungut Riki yang memang sudah akrab dengan Arwi. Bisa di bilang sebelum Riki bekerja, dia memang sering bermain dengan Arwi.

"Gitu juga boleh..."

Jawab Arwi asal yang membuat lainnya tertawa, kecuali Riki yang jengkel dengan Arwi. Semua orang juga tau kalau Arwi itu memang sebenarnya 11:12 sama Anin, hanya saja Arwi sedikit lebih peka daripada Anin yang kelewat cuek.

"Eh itu apaan yang Lo bawa??"

Tanya Anin sambil melirik barang bawaan Arwi yang tergeletak begitu saja di dekat tangga.

"Oh itu, kemarin kan gue mampir kesini. Trus ngga sengaja ketemu sama Pak Paket. Katanya ini paket atas nama Mas Yusuf..."

Arwi masih menikmati eskrim yang dia yakini milik kakaknya.

"Astagfirullah... Mas baru inget kalau Mas pernah pesen tab-nya pump it up..."

Anin langsung menatap suaminya.

"Mas buat apa pesen gituan??"

"Ya buat main lah. Mas males banget lihat kamu main gituan di depan umum.."

Jawab Yusuf sedikit berpikir mengolah kata-katanya agar terdengar masuk akal oleh Anin.

"Alesan..."

Anin segera mencubit pipi Yusuf dengan gemas. Suaminya itu memang terlalu gengsi untuk mengakui sesuatu yang dia sukai, tapi yang terlihat kekanak-kanakan. Seperti sekarang, Yusuf mulai suka dengan permainan Pump it Up, namun dirinya tidak mau mengakuinya.

"Trus ngapain kamu bawa pulang, Dek??"

"Gue pinjem dulu, kayanya asik gitu kalau mainin dulu.."

Arwi terkekeh melihat Yusuf yang menatapnya 'Dasar adik ipar kurang ajar', karena memakai tab untuk Pump it Up terlebih dahulu sebelum pemilik aslinya memakai.

"Eh, para bapak, main futsal yuk..."

Ajak Arwi yang merasa jomblo di tengah 2 pasangan sekarang ini.

"Lo kog ngga pengertian banget sih, gue baru aja kemarin sampe rumah baru liat istri juga. Lo malah ngajak main..."

Sanggah Riki yang mencoba menolak ajakan Arwi.

"Gue ngga butuh penjelasan Lo tadi. Lagian itu juga maunya Lo kerja sampe lupa istri. Mas Yusuf gimana?? udah lama kan Mas ngga main futsal..."

"Gue sih okay aja..."

Ucap Yusuf dengan santai setelah mendapat anggukan dari Anin.

"Main aja kali, Mas... udah lama kan kamu ngga olahraga??"

Riki hanya mencebikkan bibirnya, kenapa Franda tidak bisa di ajak kerja sama.

"Tapi Mas kan ngga bawa baju futsalnya??"

Riki masih sempat mencari-cari alasan.

"Nanti kan bisa mampir dulu ke rumah Lo. Tempatnya kan nglewatin rumah Lo, kalau ngga pinjem punya gue juga ngga papa"

Jawab Arwi segera dan membuat Riki tidak bisa menyanggah lagi.

"Dasar jomblo udah lewat batas. Makanya jadi rese..."

Kata Riki yang keki dengan Arwi yang sukses menggagalkan rencana weekend-nya bersama Franda.

Anin segera menyiapkan segala keperluan dari Yusuf. Sedangkan Franda yang menyiapkan minuman untuk mereka bertiga bawa saat futsal.

"Kalau gitu kita berangkat dulu ya..."

Ucap Yusuf kemudian di susul kecupan di punggung tangannya oleh Anin dan di akhiri dengan kecupan singkat di kening Anin dari dirinya. Begitu juga yang di lakukan Riki dan Franda. Sedangkan Arwi hanya bisa menatap malas 2 pasangan yang cukup mampu membuatnya baper.

"Ngga usah baper kaya gitu deh..."

Anin menghampiri Arwi dan Arwi segera menyalim kakaknya tersebut.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam... Ati-ati Mas.."

Jawab Anin dan Franda hampir bersamaan.

Anin dan Franda segera melanjutkan aktivitas mereka. Mereka berdua akhirnya memilih untuk mencoba resep baru yang mereka lihat di youtube. Untung Anin habis belanja bulanan, jadi bahan yang mereka perlukan sudah tersedia di kulkas. Mereka berharap acara memasak mereka selesai sebelum para suami ditambah satu jomblo kembali dari acara futsal.

***

"Mbak, aku pulang duluan ya..."

Arwi pamit setelah acara makan malam di rumah Anin.

"Kamu ngga tidur sini?"

Tawar Yusuf heran dengan adik iparnya yang memang terlalu betah berlama-lama di rumah kakaknya.

"Ngga ah, gue lupa bawa earphone gue..."

Sindir Arwi yang sukses membuat Yusuf tertawa, sedangkan Anin yang masih berberes meja makan hanya mengernyitkan keningnya bingung dengan pembicaraan antara suami dan adiknya.

"Tumben Lo pengertian??"

"Loh, gue selalu pengertian sama kalian.."

Sanggah Arwi sambil melihat kakaknya yang sudah menenteng beberapa toples tupperware yang berisi kue buatan Anin yang biasanya akan dia berikan sendiri saat berangkat kerja atau saat dirinya sempat main ke rumah orangtuanya bersama Yusuf.

"Nih.. Kasih ke Bunda.."

Arwi hanya mengacungkan ibu jarinya dan berlalu ke depan pintu keluar.

"Ati-ati, Dek..."

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..."

Ucap Yusuf dan Anin seperti paduan suara.

Anin dengan kebiasaannya menjelang tidur, memakai krim malam di wajahnya dan body butter. Sedangkan Yusuf, mengecek beberapa dokumen yang harus dia cek untuk keperluan meeting besok.

"Mas, ini hari Minggu loh.."

Anin menyindir Yusuf yang masih menyempatkan dirinya mengecek dokumen di hari Minggu yang tinggal menghitung jam sebelum berganti hari menjadi hari Senin.

Yusuf melirik sebentar ke Anin dan meletakkan tabletnya ke nakas. Tangannya terulur dan Anin segera meraih uluran tangan yang ingin memeluknya.

"Besok Mas ada meeting penting. InshaAllah kalau berhasil, kita dapet proyek baru.."

"Aku tau, tapi bisa ngga sih nikmatin weekend-nya..."

Anin menggembungkan pipinya dan melonggarkan pelukannya untuk Yusuf. Jika sudah seperti ini, Yusuf hanya bisa tersenyum.

"Kamu kan juga tau kalau ini buat perusahaan. Bukan buat Mas doang..."

"Au ah.."

Timpal Anin yang sudah menenggelamkan dirinya ke bantal pura-pura tidur. Yusuf segera berbaring dan memeluk Anin.

"Kamu pernah ngga sih kepikiran buat foto prewed??"

Celetuk Yusuf tiba-tiba yang masih mengusap punggung istrinya. Sedangkan Anin yang sebenarnya sudah setengah sadar, membuka matanya kembali. Mencerna apa yang baru saja Yusuf katakan.

"Udah telat kali, Mas.. kita aja nikahnya udah mau setahun. Tapi Mas baru kepikiran prewed..."

Anin mencubit pipi Yusuf dengan gemas. Aneh-aneh aja dengan keinginan suaminya itu.

"Ya ngga papa kali, Dek. Seru aja foto prewed tapi kitanya udah nikah..."

"Itu bukannya foto prewed, tapi foto after wedding. Emang kenapa kog tiba-tiba kepingin foto kaya gituan??"

Tanya Anin yang mendusal ke dada bidang milik suaminya.

"Pengen aja.. Aneh rumah kita isinya foto pas acara nikahannya kita doang..."

Jawab Yusuf sambil mengingat bahwa rumah mereka memang hanya dihiasi foto saat acara pernikahan mereka. Itupun hanya ada beberapa.

"Emang pengen foto dimana??"

Anin mulai melayani keinginan Yusuf, karena dia diam-diam juga ingin foto bareng dengan suaminya, namun dia sendiri juga selalu lupa setiap ingin mengatakannya.

"Bali, Lombok??"

Tawar Yusuf dengan beberapa tempat yang memang biasa di jadikan pilihan untuk tempat foto prewed dan semacamnya.

"Pasaran..."

Tolak Anin secara langsung tanpa basa-basi.

Yusuf tampak berpikir sebentar. Dia sendiri juga tidak terlalu tahu tampat-tempat seperti itu.

"Gimana kalau dirumah aja??"

Celetuk Yusuf yang membuat Anin langsung menengadah menatapnya.

"Rumah??"

"Iya, di rumah.. Asik kan, lebih natural dapet suasana rumahnya, lebih intens..."

Jawab Yusuf dengan mantap.

"Lagian ini rumah desainnya juga bagus. Ngomong-ngomong soal desain rumah, ini yang desain Ayah??"

Yusuf memang dari awal menyukai desain rumah milik Anin bahkan setelah memasukinya dan sudah tinggal di rumah itu hampir satu tahun, tapi Yusuf masih tetap menyukai arsitektur dari rumah milik Anin.

"Desainnya Ayah?? Ini yang desain aku sendiri kali Mas. Ya sekalipun dapet perbaikan dari Ayah. Tapi bisa di bilang 90% yang desain itu aku, Mas..."

Jawab Anin yang membuat Yusuf menatapnya tidak percaya.

"Beneran kali Mas.. Ngapain juga aku boong..."

Anin mencoba meyakinkan Yusuf yang memang terlihat tidak percaya kepadanya.

"Ada ngga sih, pekerjaan yang kamu ngga bisa gitu??"

Sekarang Yusuf penasaran dengan istri serbabisanya itu. Apapun seolah bisa di kerjakan oleh Anin, membuat Yusuf tidak habis pikir, kalau kaya gini caranya mengapa Anin mau menikah dengan dirinya, sedangkan Anin sendiri bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik darinya.

"Hahahaha... Ada-ada aja deh, Mas. Aku cuma ngerjain yang sekiranya bisa aku kerjain.."

Jawab Anin sambil tertawa. Dia bisa merasakan nada minder dari Yusuf, tapi sebetulnya dia tidak bermaksud apapun soal pekerjaan apa saja yang bisa dia kerjakan.

"Tapi bisa kamu kerjain semua loh.."

"Ngga semua. Toh kalau aku bisa ngerjain semua. Pasti aku udah ada diposisi kamu sekarang, jadi direktur.."

Anin menjawab semua dengan begitu mudahnya, karena dirinya memang tidak pernah menganggap dirinya sehebat seperti yang ada di pikiran Yusuf sekarang.

"Udahlah Mas, ngapain juga ngomongin hal ngga penting. Ini jadi ngga mau foto after wedding-nya??"

Tanya Anin mengalihkan pembicaraan dan dengan nada bercanda dia menekankan kata after wedding untuk menyadarkan Yusuf dengan arah pembicaraan mereka sebenarnya.

"Kamu maunya kapan??"

"Terserah Mas Yusuf aja. Aku manut.."

Jawaban yang benar-benar tidak ingin di dengar oleh Yusuf. Jika endingnya seperti ini, Yusuf sedari tadi tidak perlu menanyakan hal ini kepada Anin. Lebih baik dia langsung memutuskannya sendiri.

"Jangan marah dong. Ngambekkan banget sih suamiku ini..."

Anin menarik pipi Yusuf agar Yusuf mau membuat senyum di wajahnya. Anin mengetahui kalau suaminya itu memang paling sebal mendengar tanggapan dari Anin dengan kata-kata 'Terserah' atau 'Manut'. Katanya Yusuf, dia serasa ngga di perhatiin sama Anin.

"Biarin. Kamu juga kan yang buat Mas jadi ngambekkan kaya gini..."

"Mas pernah mikir ngga sih, kalau kita itu kaya anak ABG labil yang lagi pacaran??"

Yusuf langsung menautkan alisnya mendengar penjelasan selanjutnya dari Anin.

"Ya kaya gini. Dikit-dikit ngambek, dikit-dikit akur lagi.. Anin aja sampe bingung loh, kenapa kita bisa kaya gini.."

Hampir setahun mereka menikah. Dan pada kenyataannya setiap ada masalah atau salah paham yang terjadi, pasti di warnai acara ngambek-ngambekkan dari Yusuf dan Anin lah yang mengalah. Atau lebih tepatnya Anin mendiamkan Yusuf. Karena Yusuf tidak akan tahan dengan aksi diam-diaman yang di lakukan Anin. Selalu seperti itu, tapi pada kenyataannya mereka bisa melewatinya dengan baik, sekiranya sampai sekarang.

"Bagus dong, Dek kalau kaya gitu. Jadi kita nikah rasa pacaran. Itu kan yang di bolehin sama agama daripada pacaran rasa nikah?? Seneng di dunia, tapi sengsara di akhirat.."

Anin mengangguk-anggukkan kepalanya setuju dengan pemahaman dari Yusuf. Salah satu alasannya sampai saat dia belum menikah saat itu, karena hal itu juga. Anin menyadari, jika dirinya tidak terlalu baik dengan agamannya. Namun dirinya juga tidak mau menambah tumpukkan dosanya dengan yang namanya 'Pacaran'. Cukup dosa lain yang dia lakukan di luar sana, tapi tidak dengan 'Pacaran'.

"Lagian kan, kalau kaya gini lebih berasa manisnya.. misal aja buat foto prewed, belum halal aja udah pegang sana-sini. Bagusan kaya kita, udah nikah, udah halal, udah bisa semuanya lah..."

Lanjut Yusuf dengan menatap mata bening milik Anin yang sedari tadi memang menatapnya. Sukses meneduhkan pandangan Yusuf setiap kali memandangnya. Yusuf tergoda untuk mencium bibir dari Anin. Perlahan namun pasti, bibirnya sudah menyatu dengan bibir Anin. Anin hanya memejamkan matanya saja, tidak mampu menatap Yusuf karena bisa-bisa jantungnya akan melompat dari tempatnya, sekalipun hal ini sudah biasa Yusuf lakukan. Namun tetap saja, efeknya tidak bisa Anin redam sampai sekarang. Yusuf segera melepas ciumannya ketika ciumannya kepada Anin semakin membuatnya menuntut untuk melakukan yang lebih.

"Astagfirullah, Mas besok harus bangun pagi.."

Yusuf segera menyadarkan dirinya dan memeluk Anin dengan erat. Anin tersenyum saja melihat Yusuf yang salah tingkah seperti sekarang.

"Biasanya bangun pagi juga. Emang Mas Yusuf ngga subuh-an??"

Goda Anin yang mengusap punggung Yusuf. Karena dengan begini, Yusuf akan tertidur dengan cepat dan Yusuf memang menyukainya.

"Kamu jangan godain Mas deh??"

"Siapa juga yang godain??"

Yusuf yang merasa Anin tengah tersenyum dengan gerakan cepat dia sudah berada di atasnya Anin.

"Kalau gitu kita sholat dulu..."

Ucap Yusuf segera menuju kamar mandi mengambil air wudhu di ikuti Anin di belakangnya yang masih terkekeh melihat tingkah suaminya yang menurutnya sangat lucu.

"Ngga usah senyum-senyum gitu deh. Tunggu pembalasannya Mas..."

Kata Yusuf yang sudah berlalu melewati Anin yang bersiap mengambil air wudhu. Sekali lagi, Anin hanya bisa tertawa melihat Yusuf yang seperti itu. Suaminya itu begitu lucu ketika dirinya sedang salah tingkah, terlebih di depan Anin.

***

Yusuf dengan PD-nya mendatangkan fotografer sekaligus temannya saat SMA ke rumah mereka. Apalagi kalau bukan untuk merealisasikan acara foto After-Wedding mereka. Anin yang tidak tahu dengan rencana dari suaminya hanya bisa menghela nafas sambil memoleskan make-up yang biasa dia lakukan. Yusuf menungguinya sembari melihat foto-foto mereka berdua yang ada di ponselnya.

Dia tersenyum sendiri ketika melihat beberapa foto candid dari Anin yang tidak sadar ketika dia foto. Apalagi salah satu foto dimana Anin untuk pertama kalinya, Yusuf melihat istrinya mengepang rambutnya dengan rapi. Biasanya Yusuf hanya melihat Anin dengan dandanan rambut yang di cepol asal atau tergerai begitu saja dengan tatanan asal. Sedangkan penampilan Anin dengan jilbabnya, tetap menjadi penampilan favorit nomor satu menurut Yusuf. Anin benar-benar akan terlihat cantik dengan jilbabnya sekalipun dengan model yang sederhana, seperti yang sekarang Yusuf lihat. Dengan dress berwarna putih di tambah dengan cardigan dan jilbab yang senada dengan warna dress yang di kenakan Anin. Dan jangan lupakan topi bowler berwarna cream di tambah pita warna coklat sebagai pemanisnya, sukses membuat Yusuf tidak berkedip beberapa detik sebelum Anin melambaikan tangannya membangunkan Yusuf dari bayangan akan dirinya.

Sedangkan Yusuf sendiri, dia memilih mengenakan kaos oblong warna putih di tambah dengan jas kasualnya dan bawahan yang berwarna hitam sukses menambah kadar ketampanannya saat ini. Untung saja wanita yang ada di rumah sekarang hanya Anin seorang, bila ada wanita lain, sudah pasti Anin harus rela sedekah akan ketampanan suaminya yang tercecer untuk wanita lain.

"Kamu manis banget sih kalau kaya gini... Kenapa ngga kaya gini terus pas di kantor??"

Anin hanya mencebikkan bibirnya tidak akan terlena dengan gombalan Yusuf.

"Habis ngamen dimana Mas?? recehnya kog ngga abis-abis.."

"Kamu itu loh ngga bisa manis dikit gitu.."

Rengek Yusuf yang sedikit kesal dengan sikap Anin yang sudah kebal dengan godaannya, walau pada kenyataannya godaannya masih sukses membuat pipi Anin merona, tapi Anin bisa mengendalikan sikapnya.

"Nin, Lo kog bisa sih ngubah sifatnya si es batu ini jadi jayus kaya sekarang??"

Tanya Vian – fotografer kepada Anin yang selesai dengan persiapan kameranya.

"Entah..."

Hanya itu jawaban dari Anin yang membuat Yusuf tertawa melihat temannya hanya mendapat jawaban singkat seperti itu.

"Gitu amat sih jawabnya..."

"Ya trus Lo mau jawaban kek gimana??"

Timpal Yusuf yang masih terkekeh sedangkan Anin hanya bisa melihat Vian dan Yusuf bergantian bingung, apa ada yang salah dengan jawabannya tadi. Tapi, dirinya sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa, karena dirinya memang tidak tahu.

"Ya udahlah, kalian berdua emang nyebelin. Cocok banget lah..."

"Alhamdulillah kalau kita beneran cocok..."

Ucap Yusuf tanpa rasa berdosa sedikitpun kepada Vian.

Vian sendiri adalah salah satu teman dekatnya Yusuf, meskipun tidak sedekat antara dirinya dan Hendi. Mereka harus pisah karena Vian memilih untuk kuliah di jurusan fotografer. Sedangkan dirinya dan Hendi memilih untuk kuliah di Informatika. So, mereka menjadi jarang bertemu karena kesibukkan masing-masing.

"Tapi kayanya Mas Vian ngga dateng ya pas acara nikahan kami??"

Anin mencoba mengingat-ingat siapa aja teman dari suaminya yang datang, karena memang jujur dia baru pertama kali bertemu dengan Vian.

"Panggil Vian aja, nanti ada yang marah.."

Vian sedikit menginterupsi Yusuf yang sudah bersiap melayangkan protes.

"Dia lagi di Jepang pas nikahannya kita. Trus dengan teganya dia kirim kadonya lewat paket.."

Jawab Yusuf yang dongkol ketika mengingat Vian begitu teganya tidak menghadiri acara pernikahannya ditambah kado pernikahannya pun di berikan lewat pengiriman paket.

"Ah.. Maksudnya guci yang itu, Mas?"

Tanya Anin menunjuk guci yang ada di dekat mereka dan Yusuf hanya mengangguk kesal.

"Sorry, soalnya mau gimana. Job tahun kemarin sama tahun ini udah ada kontraknya. Jadi gue ngga bisa seenak jidat minta izin buat ke acara pernikahan kalian. Yang pentingkan doanya sampe.. Akhirnya kalian juga tetep nikah kan tanpa hadirnya gue??"

Anin mengangguk setuju dengan perkataan Vian, sedangkan Yusuf tidak mau menanggapinya.

"Udahlah, kita mulai aja sekarang gimana?? Keburu panas nih..."

Ajak Anin mencoba menengahi pertengaran gaje antara Yusuf dan Vian.

Vian mencoba mengintruksikan Anin dan Yusuf layaknya fotografer profesional. Konsep dari foto mereka lebih ke natural, seperti apa yang mereka lakukan sehari-hari. Mulai dari kegiatan mereka di taman depan rumah, di ruang keluarga, dapur, atap rumah mereka yang sengaja di buat seperti taman, sampai belakang rumah. Semuanya mereka lewatkan dengan canda tawa seperti biasanya, meskipun mereka harus rela bergonta-ganti pakaian.

"Lo bahagia banget ya sama Anin??"

Tanya Vian kepada Yusuf saat mereka duduk bersama selesai pemotretan.

"Bukan bahagia lagi. Gue bersyukur banget bisa nemuin dia. Hidup gue itu serasa lengkap gitu aja.."

Ucap Yusuf yang masih konsentrasi dengan kamera yang ada di tangannya. Melihat hasil fotonya bersama Anin.

"Gue harap itu emang kebenaran yang ada.. Gue cuma bisa doain yang terbaik buat kalian"

Vian ikut tersenyum mendengar apa yang di katakan Yusuf. Dia tahu tentang Yusuf, termasuk persoalan Yusuf dengan masalalunya. Tapi dia juga bisa melihat Yusuf nampak benar-benar bahagia sekarang, tanpa embel-embelan masalalu yang menurut cerita yang Vian dengar, mampu memporak-porandakan kehidupan Yusuf sampai Yusuf pergi ke Jerman.

"Kalian lagi ngomongin apa sih?? lagi ngomongin aku ya??"

Anin menenteng dengan nampan yang penuh dengan camilan dan orange juice menghampiri Yusuf dan Vian yang duduk di halaman belakang.

"PD banget sih istriku ini.."

Yusuf menarik pelan hidung istrinya yang duduk di sampingnya membuat Vian mendengus kesal.

"Ngga usah iri Lo sama gue. Kalau pengen cepet nikah sana.."

Yusuf meninju pelan bahu Vian yang sedang menikmati orange juice-nya.

"Siapa juga yang iri.."

Vian masih nampak santai dengan statusnya sekarang sambil menikmati orange juice yang cocok banget di sore hari seperti ini.

"Kapan nih mau kasih gue keponakan??"

Celetuk Vian sambil menatap Yusuf dan Anin secara bergantian.

"Sedikasinya aja. Gue sama Anin santai aja kog. Masih mau nikmati masa pacaran kita sebelum ada yang ngedusel gangguin kita.."

Jawab Yusuf dengan enteng sambil menatap Anin dengan senyumnya.

"Terserah Lo ajalah.."

Kalau sudah mendengar jawaban seperti itu dari Yusuf, Vian bisa langsung menyimpulkan kalau Yusuf memang belum memikirkan hal-hal seperti. Ralat, belum memikirkan, namun Yusuf masih santai dengan hal-hal seperti itu. Vian tahu benar, Yusuf memang tipe orang yang serius namun disisi lain, dia juga tipe orang yang menikmati hidupnya dengan apa adanya yang ada dalam hidupnya sekarang.

"Ya udah, gue pamit dulu. Nanti dalam sebulan gue kirim hasilnya. Yusuf tadi udah milih-milih mana aja fotonya yang di cetak.."

Pamit Vian sambil membereskan peralatannya.

"Tapi kan aku belum sempet milih??"

Protes Anin yang memang belum sempat melihat hasil pemotretan tadi secara keseluruhan.

"Protes aja sama Yusuf.."

Jawab Vian dengan santai, karena memang Yusuf lah yang sudah memutuskan semuanya membuat Anin menatap Yusuf dengan tatapan protes. Sedangkan yang mendapatkan tatapan itu hanya bisa terkekeh melihatnya.

***

"Wah udah ngga sabar nunggu hasil fotonya kaya gimana.."

Ucap Anin sambil menyuapkan potongan buah ke Yusuf. Sedangkan Yusuf masih bersantai melihat acara berita di TV.

"Masih sebulan lagi kali, Dek..."

"Ya ngga papalah Mas. Gimana kalau kita cetak foto kita sendiri gitu??"

"Emang mau cetak yang mana??"

Anin juga nampak bingung dengan foto mana yang ingin dia cetak. Setelah dia melihat beberapa foto yang ada di galeri Hp-nya membuat Anin hanya menghela nafas kasar. Ternyata selama ini, dia jarang mengabadikan momen bersama suaminya.

Yusuf yang melihat Anin sudah pasrah, segera meraih HP-nya. Dia nampak melihat-lihat foto yang ada di galeri yang membuat Anin juga penasaran ikut melihatnya.

"Mas kapan punya foto-foto kaya gitu??"

Anin penasaran kapan Yusuf mempunyai foto candid-nya dan kebanyakan itu saat aktivitasnya di dapur.

"Ya pas kamu masak lah.."

Jawab Yusuf yang sukses membuat Anin jengkel setengah mati.

"Tau lah, Mas. Kalau di dapur pastinya ya masak. Masa iya, aku di dapur buat nyuci baju.."

Yusuf hanya terkekeh melihat Anin kesal seperti itu. Bukannya terkesan menakutkan, tapi malah terlihat lucu di mata Yusuf.

Yusuf masih dengan senyumnya melihat foto di HP-nya dan mengabaikan acara TV.

"Mas kapan foto kaya gitu??"

Ucap Anin yang penasaran setelah melihat sekilas fotonya saat tertidur. Fine, mungkin suaminya itu memang jahil, tapi memfotonya saat dia tidur. Tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Anin.

"Pas kamu lagi bobok yang ngga ngenal waktu di tambah senyum-senyum sendiri di mimpimu, Dek.."

Jawab Yusuf dengan nada yang meledek menunjukkan kembali foto yang di maksud Anin. Yusuf memang paling hafal dengan kebiasaan tidur Anin yang serasa tidak mengenal waktu yang terkadang membuat Yusuf harus pasrah menghabiskan weekend-nya hanya sebatas menunggui Anin tidur cantik. Saat itulah dia dengan iseng memfoto istrinya yang sedang tertidur dengan senyumnya.

Yusuf masih sibuk dengan ponsel dengan senyum yang masih terukir dan Anin berdehem mencoba menginterupsi kegiatan dari suaminya.

"Mas.."

"Hm..."

"Mas..."

"Apa sih, Dek??"

Yusuf mengetahui jika Anin memang tidak suka panggilannya hanya di balas dengan deheman.

"Mas pernah kepikiran pengen punya anak ngga sih??"

Yusuf mencoba memperhatikan dengan seksama wajah dari Anin yang berubah menjadi serius seperti sekarang.

"Yah, kepikiran itu pasti. Kepikiran gimana nanti anak kita bakalan lebih mirip siapa, lebih deket sama siapa, trus gimana kita cara mendidiknya. Pokoknya macem-macem lah. Emang kenapa??"

Yusuf mencoba santai, karena hal seperti ini akan berubah menjadi sensitif di pikiran seorang perempuan.

"Mas Yusuf udah pengen banget ya punya anak??"

Yusuf tertawa sebentar mendengar pertanyaan polos dari istrinya.

"Ishh, Mas ini mah. Aku lagi serius tau.."

"Mas emang pengen. Mas ngga mau munafik soal itu. Tapi anak itu kan titipan dari Allah dan jika memang Allah belum memberikannya, kita juga harus tetep mensyukurinya. Karena Allah akan memberikan hal yang lebih baik dari suatu hal seperti anak..."

Yusuf menangkup wajah istrinya, mencoba menenangkan istrinya yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi sedihnya saat ini.

"Tapi kita udah setahun loh nikahnya.."

"Emang kenapa kalau udah setahun, Dek?? Orang di luar sana juga udah nikah duluan dan mereka masih tetep bahagia sekalipun mereka belum dapet anugerah itu. Karena apa?? karena Allah memberikan hal yang lebih baik dari itu.."

Kata Yusuf sambil memeluk Anin. Anin hanya bisa membalas pelukan dari suaminya di temani dengan suara TV yang samar-samar dia dengar.

"Mungkin kita harus lebih giat deh usahanya.."

Anin segera mencubit perut suaminya yang mulai jahil membuat Yusuf meringis kesakitan.

"Pedes banget sih cubitannya.."

"Bodo.. siapa suruh pikirannya mesum gitu.."

"Bukannya mesum, tapi Mas cuma coba buat positif thinking aja. Kan ngga ada salahnya dari ucapan Mas tadi??"

Yusuf mencoba protes terhadap istrinya.

"Au ah. Mas Yusuf itu kalau ngomong emang ngga pernah di filter, ketularan Arwi.."

Jawab Anin langsung ngloyor meninggalkan Yusuf menuju dapur. Sedangkan Yusuf ikut mengekori Anin. Kalau udah ngambek seperti ini, bisa-bisa Yusuf tidak bisa meminta jatahnya.

***