***
"Makan Pizza yuk, Mas??"
Ajak Anin sembari menaik-turunkan alis seperti biasanya saat dia menginginkan sesuatu dari Yusuf.
"Pizza??"
Yusuf nampak berpikir keras. Istrinya ini sering mengingatkannya akan hidup sehat. Namun sekarang, malah Anin sendiri yang menghendaki makanan junk food sebagai makan malam mereka.
"Ayolah Mas… Pliss.."
Ucap Anin sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya dengan wajah melasnya. Dan jangan lupakan tingkah Anin yang akan selalu mengedip-ngedipkan mata beningnya, karena dengan begitu, Yusuf tidak akan pernah bisa untuk menolak keinginannya.
"Beneran mau pizza??"
Anin dengan semangat menganggukkan kepalanya persis seperti anak kecil yang di turuti keinginannya oleh ayahnya. Yusuf hanya bisa menghela nafas sambil tersenyum.
Mau tidak mau, Yusuf harus berputar arah untuk mencapai tempat yang menyediakan menu keinginan Anin. Anin tidak bisa untuk tidak tersenyum melihat Yusuf dengan gampangnya menuruti kemauannya. Tapi mau bagaimana lagi, dia memang lagi menginginkan Pizza. Apalagi setelah melewati hari Senin yang menurut Anin selalu tidak pernah bersahabat dengannya dan selalu terasa lama olehnya, membuatnya ingin sedikit bersenang-senang sekarang.
***
Seperti biasa, setiap malam sebelum Anin dan Yusuf tidur, mereka akan membicarakan hal-hal yang bisa mereka bicarakan. Mulai dari yang penting sampai yang tidak jelas yang terkadang membuat mereka ribut sendiri.
"Dek, besok pas weekend kita keluar yuk??"
Tuh kan, ada-ada aja yang sudah di pikirkan oleh Yusuf. Padahal baru kemarin mereka melewati hari Minggu dan secara otomatis, hari yang baru mereka lewati adalah hari Senin, tapi pada Yusuf sudah membuat wacana untuk weekend mereka.
"Keluar kemana, Mas?? Keluar rumah??"
Anin masih sibuk dengan laptopnya sekarang. Tiba-tiba saja dia ingin menulis kembali.
"Kamu pasti kaya gitu kalau Mas ajak liburan.."
Yusuf sudah mengerucutkan bibirnya pura-pura sibuk dengan tabletnya yang memang ada beberapa dokumen yang mesti dia pelajari setelah mendapatkan proyek tadi siang. Alhamdulillah, tidak sia-sia dia meluangkan waktu weekend-nya kemarin untuk menyiapkan diri untuk perebutan proyek yang sebenarnya tidak terlalu besar, tapi Yusuf yakin bisa memberikan efek besar nantinya untuk perusahaan.
"Sebagai gantinya hari minggu kemarin Dek. Kamu tau sendiri kan kalau Mas pelajari dokumennya sampe malem??"
Yusuf sudah mendusal ke Anin tidur ke pangkuan Anin. Anin memilih meninggalkan kegiatannya saat itu, karena dia memang butuh konsentrasi saat menulis.
"Modus…"
Jawab Anin sembari mengusap rambut Yusuf yang mulai panjang. Padahal Yusuf begadang sampai malam bukan karena itu.
"Rambutnya Mas pengen di kucir ya?? Itu, rahangnya kapan mau di cukur juga??"
"Mas ngga bakal cukur.."
"…"
Anin hanya mengernyitkan keningnya bingung. Suaminya itu sangatlah suka dengan kerapian dan kebersihan, tapi kenapa sekarang serasa berbanding terbalik saat dia tidak mau bercukur.
"Kamu setiap nonton Supernatural pasti selalu bilang 'Ihh, Mas Dean sexy banget sih', 'Ihh, Mas Sexy ku..' sama yang lainnya dan Mas ngga mau inget kata-kata itu. Tapi lama-lama, kamunya nyebelin banget. Mas aja ngga pernah kamu bilang sexy".
Jelas Yusuf yang membuat Anin tertawa dan memukul pelan bahu suaminya.
"Tuh kan.. malah KDRT.."
Yusuf melayangkan protesnya kepada Anin yang masih terus tertawa.
"Trus apa hubungannya dengan rambut sama jenggotnya Mas Yusuf?? Hemm??"
"Ada lah Dek.."
"Mas cemburu sama Mas Dean yang hot itu??"
Tanya Anin sembari mengusap airmatanya yang keluar saking senangnya.
"Ahh bodo.. Kamu mah gitu, suka godain.."
Yusuf pura-pura sebal, tapi dia semakin mendusal ke Anin dan memeluk pinggang Anin.
"Emang Mas Yusuf pengen kemana pas liburan besok??"
Tanya Anin mencoba merayu Yusuf yang ngambek. Kasian juga jika melihat suaminya yang terlihat lucu seperti ini. Tidak seperti di kantor yang selalu di hormati dan bahkan sikap dinginnya masih mampu membuat beberapa wanita tidak tahu diri meleleh langsung melihat Yusuf.
"Entah, Mas juga bingung. Tapi pengennya jalan bareng sama kamu. Kita setahun nikah, tapi belum kemana-mana.."
"Salahnya Mas sendiri yang sibuk sama kerjaan…"
"Salahnya kamu juga, Dek. Karena dukung Mas buat kerja keras.."
Timpal Yusuf bersikap jutek.
"Gimana kalau kita ke Jogja.. ke Borobudur?? Aku pengen kesana lagi Mas. Terakhir aku kesana pas zaman kuliah.."
"Borobudur bukan Jogja kali, Dek. Tapi Magelang..."
"Ah bodo.. Tapi Anin nanti pengen kita mampir dulu ke rumah Abi sama Umi. Udah lama kan kita ngga kesana??"
Ajak Anin tidak menghiraukan protes dari Yusuf.
"Ok, Mas setuju aja. Pasti mereka seneng banget lihat menantu kesayangannya kesana.."
Yusuf dengan senyumnya menarik hidung Anin membuat sang empunya juga tidak mau kalah. Anin segera mencubit kedua pipi Yusuf sampai kemerahan.
"Tapi sebelum ke Jogja, Mas mendingan potong rambut dulu deh.. Jelek banget suamiku ini kalau rambutnya panjang begini"
Rayu Anin sambil mengusap rambut milik Yusuf yang memang sudah sampai melewati telinganya saat ini. Tapi Yusuf menggeleng pelan.
"No.. BIG NO.. kalau kamu masih bilang 'Mas Dean itu sexy' atau apalah itu. Kamu itu bener-bener ngga peka ya..."
"Sampai kapanpun, Mas ya tetep Mas Yusuf. Bukan Mas Dean atau siapapun. Emang Mas Dean rambutnya panjang?? Paling cuma bagian rahangnya itu yang ada bulu-bulu tipisnya yang bikin sexy sama badannya yang sixpack.."
Anin membayangkan salah satu pemain favoritnya yang sekarang ini sedang di permasalahkan oleh Yusuf. Sebelum Yusuf mengeluarkan protesnya lagi, Anin sudah terlebih dahulu menginterupsi.
"Tapi tetep yang nomer satu itu ya Mas Yusuf. Sekalipun perutnya udah ngga kotak-kotak lagi, pipinya mulai gembul sama manjanya ngga ketulungan..Mas itu ngga bisa di bandingin sama siapapun. Mas itu surgaku. Mas ladang pahalaku. Mas petunjuk hidupku sekarang, karena apapun yang Mas lakukan dan putuskan itulah ridlo Allah yang diberikan-Nya untuk Anin. Udah ya Mas, ngga udah pake acara cemburu-cemburuan..."
Yusuf tersenyum mendengar pengakuan Anin saat ini. Dia tidak bisa lagi untuk mendeskripsikan apa yang dia rasakan. Mungkin rasa syukur tidak bisa dia ungkapkan lagi dengan kata-kata. Allah pun tahu akan hal itu bahwa Yusuf memang bahagia memiliki Anin dan begitu juga sebaliknya.
"Kalau gitu, besok bikinin nasi goreng buat sarapannya. Kan hari ini kita makan sesuai pilihan kamu, besok gilirannya Mas. Okay??"
Anin tidak menjawab apapun. Dia hanya bisa melongo ketika mendengar kata 'Nasi Goreng'. Sedangkan Yusuf sudah menarik Anin dalam pelukannya untuk tidur.
***
Demi apapun, Anin tidak pernah berharap Yusuf ingin di buatkan nasi goreng. Masakan sederhana tapi pada kenyataannya Anin memang paling tidak bisa untuk memasaknya. Setiap kali membuat nasi goreng, entah apa yang terjadi, bumbu yang tadinya sudah di coba Anin dan rasanya enak akan menjadi hambar rasanya setelah di masak bersama dengan nasi. Rasanya menjadi tidak karuan dan itulah yang membuat Anin menjadi trauma untuk membuat nasi goreng. Padahal nasi goreng bisa di katakan sebagai salah satu makanan favorit dari Anin dan Yusuf. Selama ini jika mereka ingin memakannya, mereka lebih memilih untuk membeli di warung pinggir jalan dan Alhamdulillah-nya Yusuf tidak pernah protes.
"Dek, nasi gorengnya udah siap??"
Tanya Yusuf sambil menenteng dasinya kepada Anin. Anin dengan mudahnya akan menghentikan seluruh aktivitasnya dan mulai menyimpulkan dasi tersebut di kerah baju suaminya, seperti rutinitas yang biasa mereka lakukan setiap pagi.
"Udah rapi.. Anin ambilin dulu. Mas minum kopinya dulu.."
Hari ini, Yusuf meminta untuk di buatkan kopi hitam. Anin sangat berterimakasih akan hal ini, karena masakannya bisa terselamatkan rasanya oleh secangkir kopi, karena Anin memang paling ahli dalam membuat kopi dan Yusuf sudah mengakui hal itu.
"Assalamualaikum.."
Terdengar suara pintu terbuka dan siapa lagi yang tidak usil bertamu di pagi hari, kecuali Arwi.
"Waalaikumsalam.."
Ucap Yusuf dan Anin bersamaan. Arwi segera menghampiri mereka yang masih sibuk di pantry. Dan dirinya begitu terkejut dengan apa yang di lihatnya sekarang.
"Hell, kalian bakal makan nasi goreng buat sarapan?? nasi goreng buatannya Mbak Anin??"
Yusuf hanya mengernyit saja mendengar komentar dari Arwi. Sedangkan Anin hanya bisa menghela nafas, Arwi paling tahu jika dirinya memang tidak berbakat dalam membuat nasi goreng.
"Mas mendingan sekarang Lo suruh Mbak Anin buat telur mata sapi atau buat mie aja daripada makan nasi goreng.."
"Emang kenapa?? Kayanya enak aja kog..."
Yusuf segera menyuapkan nasi goreng yang ada di hadapannya, ingin membuktikan bahwa nasi goreng adalah menu yang pas untuk sarapan mereka hari ini. Tapi mellihat Yusuf hanya menautkan alisnya saat mencobanya, membuat Anin putus asa.
"Tuh kan, rasanya pasti aneh.. Udah deh Mas, percaya sama aku. Mbak Anin mungkin bisa masak macem-macem, tapi ngga untuk nasi goreng..."
"Nasi gorengnya bukannya ngga enak. Cuma gimana ya?? Mas ngga bisa jelasinnya.."
Yusuf mencoba menghargai Anin. Bagaimanapun, dialah yang meminta Anin untuk memasaknya, sekalipun Anin sendiri tidak bisa. Yusuf pun segera menyuapkan sendok demi sendok nasi goreng ke dalam mulutnya sampai isi dari piringnya habis sudah.
"Terimakasih istriku sayang udah mau buatin Mas nasi goreng. Kapan-kapan belajar lagi ya.."
Ucap Yusuf yang hanya membuat Arwi bergidik. Arwi tidak bisa membayangkan dirinya akan seperti kakak iparnya sekarang yang menurutnya terlalu lebay.
"What the hell are you?? You need brain surgery.."
Kata Arwi mengendikkan bahunya.
"Lo mau makan ngga??"
Tawar Anin yang sudah mengambil sepiring nasi goreng.
"Ya udah deh, daripada ngga makan.."
Arwi dengan terpaksa memakan nasi goreng tersebut. Arwi memang mengakui bahwa nasi goreng buatan kakaknya itu bukannya ngga enak, tapi rasanya ada yang aneh dan sampai sekarang Arwi pun juga masih bingung dengan apa yang kurang dari nasi goreng buatan Anin. Akhirnya Anin dan Arwi makan dalam diam, sedangkan Yusuf membaca beberapa berita yang dia lihat lewat tabletnya.
"Dek, Lo ngga kuliah??"
"Ngga, gue tinggal skripsi aja.."
Jawab Arwi sekenanya, karena sekarang dia mendapat tugas untuk cuci piring.
"Kalau gitu, kamu jaga rumah ya. Nanti kalau ada paket yang dateng atas nama Mas Yusuf, kamu terima aja.."
Pesan Anin yang sudah siap berangkat ke kantor.
"Assalamualaikum..."
Ucap Anin dan Yusuf secara bersamaan. Sedangkan Arwi segera menyusul mereka yang sudah di ambang pintu.
"Waalaikumsalam.. Ati-ati.."
Arwi segera mengeluarkan game konsol yang ada di kamarnya untuk dia mainkan di ruang keluarga sembari menunggu paket yang di amanahkan padanya. Kakaknya itu memang selalu menyuruhnya ini-itu setiap kali Arwi datang ke rumahnya yang terkadang membuatnya jengkel sendiri.
***
"Assalamualaikum.."
Sapa Anin saat memasuki rumah milik mertuanya.
Ya, sesuai rencana mereka sebelumnya. Mereka akan menghabiskan weekend kali ini di Yogya. Sedangkan Yusuf sudah menyusul di belakang Anin sambil membawa ransel.
"Waalaikumsalam..."
Ucap Umi dengan senyum sumringah seperti yang biasa Anin lihat ketika dirinya berkunjung ke rumah ini. Anin segara mencium punggung tangan milik ibu mertuanya dan tidak lupa dengan acara cipika-cipiki. Disusul dengan Yusuf yang sudah melempar senyum ke Uminya.
"Kalian kenapa ngga bilang-bilang kalau mau kesini??"
"Biar surprise, Umi.."
Jawab Yusuf asal sambil masuk ke dalam rumah yang tidak berbeda dari sebelumnya. Sedangkan Anin berjalan beriringan dengan Umi.
"Wah, Mbak Anin kapan dateng??"
Sapa Ifa berjalan pelan karena saat ini dia sedang mengandung 7 bulan.
"Baru aja, Dek.."
Jawab Yusuf yang membuat Ifa mendengus kesal dengan kakak laki-lakinya itu yang menjawab pertanyaannya untuk kakak iparnya.
"Ada Mas Ipar toh. Pantesan jadi rame..."
Susul Luqman yang baru turun dari tangga. Mereka pun segera bersalaman satu sama lain.
"Abi kemana Umi?? Kog ngga keliatan??"
Yusuf tampak celingukan mencari Abi-nya yang belum terlihat.
"Abi di taman belakang sama Uti.."
"Uti?? Uti Mira kan?? Tumben kesini.."
Yusuf segera menuju halaman belakang. Sedangkan Anin masih nampak canggung pamit kepada Umi untuk mengikuti Yusuf menyapa Abi.
"Assalamualaikum, Abi, Uti..."
"Waalaikumsalam..
Yusuf segera menghampiri Abi dan Uti-nya serta mencium punggung tangan mereka. Anin segera mengikuti apa yang Yusuf lakukan dan segera duduk di sebelah Yusuf sekarang.
"Kapan kalian dateng kesini?? udah dari tadi??"
Kata Abi sambil tersenyum seperti biasa.
"Baru aja, ini tadi baru dateng langsung kesini.."
Jawab Yusuf seadanya sambil menikmati kue yang ada di hadapannya. Mereka pun berbincang-bincang mengenai banyak hal. Mulai dari perkembangan perusahaan di Solo sampai pertanyaan kapan punya anak.
"Setunggal-setunggal mawon ingkang nindakaken kahuripan. Kula kalihan Anin tasih seneng pacaran rumiyen (Satu-satu dulu dalam menjalani kehidupan. Saya dan Anin masih senang pacaran terlebih dahulu..)"
Yusuf dengan santai menjawab pertanyaan dari Uti-nya yang mulai aneh-aneh. Sedangkan Anin yang ada di sampingnya memilih untuk banyak diam dan kadang menjawab pertanyaan sekenanya.
Setelah itu, mereka pun memilih topik pembicaraan yang ringan. Yusuf dan Abi-nya yang memilih untuk berdiskusi masalah perusahaan yang di Jakarta. Anin memilih pembicaraan seputar desain baju, karena Uti-nya Yusuf dulunya seorang penjahit dan memiliki butik yang sekarang di urus oleh Umi dan Farida. Mereka mengakhiri pembicaraan setelah Umi memanggil mereka untuk makan siang.
***
"Mas Yusuf kog Lo gue salip lagi sih?? Udah setahun juga.."
Celetuk Luqman sambil memangku Davi.
Setelah sholat Isya', mereka berkumpul di ruang keluarga sambil menikmati kue yang di bawakan Anin. Yang tentunya adalah buatannya sendiri.
"Emang kenapa?? Gue masih santai aja sama Anin.."
Mungkin Yusuf sudah mulai bosan dengan pertanyaan tersebut. Mungkin juga pilihan Anin untuk mampir terlebih dahulu ke rumah orang tuanya, menurut Yusuf juga salah kalau akhirnya hanya seperti ini.
"Lonya sih, ngga gol-gol juga. Sibuk kerja boleh tapi jangan lupa sama istri dong.."
Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut ember Luqman membuat semuanya tertawa tidak terkecuali Anin.
"Dek, kamu kog juga ikut ketawa sih??"
Yusuf menatap kesal Anin yang tertawa di sampingnya seakan mengiyakan perkataan dari Luqman.
"Lah kamu pengen aku jawab kaya gimana, Mas??"
Jawaban dari Anin malah justru membuat Yusuf semakin kesal. Seakan disini yang salah adalah dirinya.
"Ya satu-satu dulu. Dulu pas gue belum nikah, semuanya pada tanya kapan gue nikah. Trus pas udah nikah, di tanyain kapan punya anaknya. Pas udah punya anak, pasti pada nanyain kapan nambahnya. Gitu aja trus sampe lebaran monyet.."
Semuanya ikut tertawa senang. Sudah lama mereka tidak merasakan kehangatan yang ada di keluarga Anata Dhyaksa. Lebih tepatnya, mereka merasa bahwa Yusuf-nya mereka sudah kembali lagi menjadi Yusuf yang mereka kenal.
"Jujur Umi bersyukur Yusuf memilihmu menjadi pendamping hidupnya.."
Ucap Umi sambil menatap keibuan kepada Anin yang ikut membantunya memberesi piring yang ada di meja ruang keluarga.
"Bersyukur karena Yusuf akhirnya menemukan bahagianya lagi. Umi udah lama ngga lihat dia setulus itu saat tersenyum ataupun tertawa.."
Tambah Umi yang membuat Anin tersenyum bersyukur dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Anin cuma melakukan tugas Anin sebagai istri. Ngga lebih dari itu.."
Anin mencoba merendahkan dirinya, karena dirinya hanya mencoba menjadi istri yang baik untuk Yusuf, karena memang itulah kewajibannya.
"Yusuf pernah cerita tentang masalalunya??"
Umi benar-benar penasaran, apakah anak laki-lakinya itu benar-benar sudah melepas masalalu yang begitu menyakitkan bukan untuk Yusuf seorang namun untuk keluarga besar Anata Dhyaksa.
"Belum, belum pernah..."
"Belum pernah??"
Tanya Umi sambil mengernyitkan keningnya menatap Anin yang tanpa beban mengatakan hal tersebut.
"Bukannya belum pernah. Mas Yusuf pernah mencoba untuk menceritakannya ke Anin sebelum kita nikah. Tapi Anin melarangnya, karena Anin tahu kalau Mas Yusuf belum ingin menceritakan hal itu. Makanya Anin ngga mau memaksakan Mas Yusuf untuk menceritakan.."
"Jadi selama ini.."
Belum sempat Umi melanjutkan kata-katanya yang tercekat di tenggorakan, Anin sudah menginterupisnya.
"Anin menerima Mas Yusuf. Apapun itu. Jujur, Anin juga penasaran dengan kehidupan Mas Yusuf sebelum ada Anin di dalamnya. Namun di sisi lain, Anin tidak peduli dengan kehidupan Mas Yusuf yang tidak ada Anin di dalam kehidupan itu. Anin hanya peduli kehidupan Mas Yusuf yang di dalamnya ceritanya ada Anin sebagai istrinya.."
Jelas Anin yang membuat Umi tersenyum.
"Maafkan Anin jika ucapan Anin terkesan egois. Anin hanya ingin, jika Mas Yusuf berusaha menyelamatkan dirinya sendiri sebelum Mas Yusuf benar-benar tenggelam dalam masalalunya. Itu pastinya akan terlalu sakit untuk Mas Yusuf jika dia masih di dalam masalalunya itu.."
Umi langsung memeluk Anin. Sedikit isakan dan airmata yang meleleh dari wajah yang mulai keriput dari Umi. Anin hanya bisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut untuk menenangkannya.
"Terimakasih, nak. Kamu sudah menerima Yusuf sampai saat ini. Umi hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kalian. Hanya itu yang bisa Umi lakukan.."
"Amin, Ya Rabb.. Semoga Allah selalu mendengar dan meridloi setiap doa dari Umi. Doa dari Umi adalah ridlo bagi Mas Yusuf dan ridlonya Mas Yusuf adalah ridlo untuk Anin. Terimakasih untuk doanya Umi.."
Anin sangat bersyukur karena keluarga dari suaminya yang begitu menerimanya dengan senang hati.
Semoga Mas Yusuf benar-benar menerimaku Umi..
InshaAllah... Aminn
***
"Jaga kandungannya ya, Dek.."
Pesan Anin kepada Ifa yang mengantarnya sampai di depan pintu, karena dirinya dan Yusuf segera ke Borobudur sesuai rencana mereka.
"Kula kalihan Mas Yusuf pamit rumiyen, nggih?? Uti, ingkang sae-sae mawon. Okay?? (Saya dan Mas Yusuf pulang dahulu, ya?? Uti, semoga sehat-sehat saja. Okay??)"
Anin segera mencium punggung tangan Uti.
"Uti titip Yusuf. Kandani terus si Yusuf. Dewe'e ki putuku sing paling angel di kandani... (Uti titip Yusuf. Di nasehati terus di Yusuf. Dirinya itu cucuku yang paling susah untuk di nasehati..)"
"Naming putu seng paling ganteng kan, Uti?? (Tapi, cucu yang paling ganteng kan, Uti??)"
Celetuk Yusuf yang tidak menerima kata-kata Uti kepada Anin. Anin hanya bisa tersenyum saja, tidak tahu ingin berkomentar apa.
"Ngga usah ngebut-ngebut ya??"
Pesan Umi setelah Anin dan Yusuf selesai menyalami setiap orang yang ada di rumah. Mereka pun segera masuk kedalam mobil dan mengenakan seat-belt.
"Kapan-kapan bantuin Umi desain baju lagi ya??"
"Assalamualaikum.."
Kata Anin dan Yusuf bersamaan.
"Waalaikumsalam.. Ati-ati ya kalian berdua.."
"Kalian ngga boleh dateng kesini lagi, kalau kalian ngga bawa keponakan gue.."
Tambah Luqman yang masih terdengar oleh Anin dan Yusuf yang membuat siapapun yang mendengar hanya bisa tersenyum. Sekarang tujuan sebenarnya dari weekend mereka akhirnya di mulai.
Di sepanjang perjalanan, Anin hanya bisa tertidur. Yusuf tahu jika istrinya itu ikut begadang bersama Umi menyelesaikan desain baju pernikahan untuk butiknya Umi dan Farida.
"Dek.. kita udah sampe loh.."
Yusuf sudah membuka seat-belt nya dan menepukpelan pipi Anin membuat sang empunya langsung mengerjabkan matanya. Menetralisir cahaya yang baru saja masuk kedalam matanya dengan mengucek-uceknya yang membuat ekspresi Anin seperti anak kecil.
"Aku ketiduran ya, Mas?? Maafin aku ya??"
Ucap Anin yang masih menguap dan membuat Yusuf tersenyum. Setidaknya untuk perjalanan pulang nanti, dirinya tidak akan di biarkan oleh Anin mati kutu sendirian menikmati pemandangan yang ada di jalan.
"Mas tau kog kalau istrinya Mas ini tukang tidur, jadi Mas maklumi itu. Udah ah. Sekarang mendingan kita turun. Kita sholat dhuhur dulu, habis itu baru kita masuk.."
Anin hanya mengangguk saja. Mengiyakan setiap kata yang di ucapkan suaminya, karena dirinya masih dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar.
Setelah selesai sholat dhuhur, Yusuf pun segera membeli tiket masuk kedalam lokasi Candi Borobudur. Sekarang Anin sudah terlihat fresh. Terbukti dirinya sudah mendekap tangan suaminya saat mereka berjalan memasuki area dari Candi.
Anin nampak cantik dengan kemeja putih dan rok bermotif bunga mengembang yang panjangnya sampai di atas mata kakinya. Anin pun juga memakai sepatu couple-nya dengan Yusuf yang sengaja dia beli sebagai tanda satu tahun pernikahan mereka. Sepatu casual warna putih dengan 3 garis warna hitam disebelahnya sebagai tanda merknya. Tidak lupa dengan tas ransel yang dibawanya untuk tempat barang bawaan lainnya membuat Yusuf hanya tersenyum. Tersenyum, karena dia masih memiliki style seperti itu sejak mereka pertama kali bertemu. Berpakaian casual dengan tas ransel di punggungnya. Yusuf jarang melihat istrinya tersebut membawa tas layanknya wanita pada umumnya.
"Cantik banget sih??"
Puji Yusuf sambil menggandeng Anin.
"Udah biasa kali.."
Timpal Anin dengan senyumnya. Sekalipun dia sudah terbiasa mendengar pujian dari Yusuf, namun hal itu tidak bisa untuk tidak membuatnya senang.
Sedangkan Yusuf, dia nampak santai dengan celana jeans berwarna cream di tambah dengan kaos oblong berwarna putih. Dan dia juga mengenakan sepatu yang persis seperti yang di kenakan Anin. Kali ini rambutnya sudah kembali ke stylenya semula namun masih tetap mempertahankan bulu-bulu halus yang mulai menutupi rahangnya. Membuat Anin hanya bisa menghela nafas ketika wanita lain memandangi suaminya tanpa sungkan.
"Udah deh, Dek..ngga usah jealous gitu.. You're still the One.."
Yusuf hanya bisa tertawa setiap kali Anin menatap sinis wanita yang berani menatap suaminya seakan urat rasa malunya sudah hilang.
Berkali-kali Anin dan Yusuf berhenti hanya untuk berfoto berdua. Ini bukanlah pertama kali mereka datang ke salah satu situs bersejarah tersebut. Namun ini pertama kalinya mereka datang bersama dengan status suami-istri.
"Dek, kamu kuat ngga sampe kesana??"
Yusuf dengan nada mengejek sukses membuat Anin menatapnya tajam. Anin jelas tidak terima, karena bagaimanapun dia pernah berjalan sampai puncaknya.
"Bilang aja kalau Mas yang ngga kuat.."
Ucap Anin tidak mau kalah dan memilih berjalan mendahului Yusuf membuat Yusuf mau tidak mau setengah berlari menyusul Yusuf. Mereka juga harus mengalah berjalan sendiri-sendiri karena suasana rame tidak memungkinkan mereka berjalan berbarengan.
Dengan nafas yang memburu, akhirnya mereka berdua berhasil sampai di puncaknya. Terasa puas akhirnya mereka rasakan setelah menapaki puluhan anak tangga. Anin segera menyodorkan air minum ke Yusuf dan menikmati pemandangan di sekitar candi, sekalipun matahari terasa panas menyengat. Untung saja, Yusuf membawakan topi bowlernya, setidaknya Anin sedikit tidak silau.
Mereka berdua segera melanjutkan kegiatan berfoto ria. Mulai dari foto selfie yang sudah memenuhi galeri HP mereka sampai menggunakan kamera polaroid yang di bawa Anin. Mereka pun tidak segan mengganggu orang lain untuk sekedar memfoto setiap pose yang mereka lakukan. Ada yang lucu dari yang memeletkan lidah, mengerucutkan bibir dan ekspresi wajah konyol yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Tidak lupa scene romantis juga mereka, mulai dari sekedar menggandeng tangan, mendekatkan hidung mereka satu sama lain, Anin yang bersandar di bahu milik Yusuf dengan senyumnya sambil mendekap tangan milik suaminya dan Yusuf pun memeluknya sambil tertawa. Karena sekalipun ini hanya liburan sederhana, ini benar-benar membuat mereka bahagia. Apalagi sudah setahun lebih mereka menikah. Suka-duka dalam rumahtangga mereka, sudah sedikit banyak hal yang mereka lalui. Dan sampai disinilah mereka sekarang. Berlibur bersama dengan rasa bahagia seperti hari-hari sebelumnya saat mereka bersama. Melewati hari dengan rasa saling melengkapi satu sama lain. Rasa saling membutuhkan untuk membuat cerita mereka berdua.
Anin dan Yusuf sekarang duduk di tepi candi mencari tempat yang teduh, karena mereka masih berada di puncak candi, masih enggan untuk turun. Anin melihat foto-foto yang ada di HP-nya dan Yusuf minum air mineralnya sambil ikut melihat foto-foto dari mereka berdua.
Anin tampak mengupload salah satu foto mereka berdua sekaligus menjadi favoritnya Anin, yaitu foto dimana dirinya bersandar di bahu Yusuf dengan mata tertutup dan senyumnya yang menghiasi wajahnya sambil mendekap lengan dari Yusuf, sedangkan Yusuf hanya tersenyum saja karena tangannya yang lain berfungsi untuk menjepret pose mereka dengan kamera.
Alhamdulillah...
Satu tahun lebih kita telah berjuang bersama..
Dalam waktu itu juga, kamu dengan setia bersedia menjadi tempatku bersandar yang kokoh seperti tempat yang kita kunjungi sekarang..
Terimakasih, karena kamu telah bersedia menjadi Imamku, bersedia menjadi surgaku, bersedia berjalan bersama denganku menuju jalan yang penuh dengan ridlo-Nya..
Terimakasih untuk semuanya..
Jangan pernah lelah maupun bosan ketika melalui semuanya bersamaku..
Maafkan aku karena kesalahan yang tidak aku ketahui berapa banyaknya itu..
Untukmu, my beloved hubby..
YUSUF AIRLANGGA PUTRA DHYAKSA..
Begitulah caption yang di tinggalkan oleh Anin di postingan foto akun istragramnya sekarang. Yusuf pun segera mengecup kening istri, tidak peduli dengan pandangan orang di sekitarnya. Yang dia rasakan sekarang adalah rasa bahagianya bisa bersama dengan Anin. Seorang istri yang mampu menerimanya dalam keadaan apapun, terlepas dari kesalahan yang pernah menghiasi kehidupan rumah tangan mereka. Yusuf pun tidak mau kalah, dia pun segera memposting salah satu foto candid dari Anin yang tengah menikmati pemandangan di sekitar candi.
Terimakasih untuk ANINDIYA ANASTASYA KAMIL..
Istri yang telah memberikan rasa lain dalam hidupku..
Istri yang memberikan rasa istimewa yang lain dari rasa yang pernah aku rasakan..
Istri yang sudah sabar mengahadapi semua sikapku selama ini..
Karena semua yang baik telah kamu ucapkan, aku hanya bisa berharap bahwa kamu bisa berhenti menyebut laki-laki lain lebih sexy dari aku. Cukup Mas yang terlihat sexy dan apalah itu di hadapan kamu..
OKAY??
Anin yang membaca caption dari Yusuf, langsung menggeplak bahu Yusuf pelan.
"Awww.."
"Caption macem apa yang Mas tulis??"
Yusuf hanya mengendikkan bahunya sambil tertawa. Dia sudah yakin bila Anin akan memprotes caption yang ada di foto yang diunggahnya.
"Awalnya sih romantis, tapi ujung-ujungnya... Hufftt"
Yusuf pun mendekap bahu Anin sambil mendengar adzan Ashar yang berkumandang. Memandang pemandangan yang tersuguhkan di hadapan mereka.
"Kita turun sekarang ya??"
Anin menggelengkan kepala membuat Yusuf mengernyit heran. Tumben istrinya ini betah banget mainnya.
"Kita pegang dulu ya, arca apaan itu biar keinginan kita terkabul.."
"Kunto Bimo??"
"Entahlah Mas. Anin juga ngga tau namanya. Siapa tau kalau Anin bisa pegang tumitnya, nanti keinginan Anin bisa terkabul.."
Ucap Anin dengan antusias. Namun Yusuf segera mencubit pipi Anin dengan gemas.
"Itu cuma mitos yang di buat sama petugasnya dulu biar banyak pengunjung yang dateng. Lagian itu ada di sisi Timur tingkat 1, sedangkan kita ada di sisi Barat. Kamu syirik deh kalau percaya kaya gituan.."
"Bukannya percaya, Mas. Tapi cuma mau nyoba aja, Mas siapa tau berhasil.."
"Ishh, di bilangin juga..."
"Mas..."
Anin tampak mengerucutkan bibirnya, membuat Yusuf mau tidak mau mengiyakan keinginan Anin daripada Anin pulang dengan rasa penasaran.
Sekalipun, harus berjalan berbalik arah. Akhirnya mereka sampai juga di Arca yang di maksud, tapi pada akhirnya Anin harus berlapang dada karena tangannya tidak bisa menggapai tumit dari Arca yang berada di stupa tersebut, karena tinggi badan yang tidak mendukungnya. Yusuf hanya bisa tersenyum melihat istrinya menghela nafas pasrah. Anin merasa sia-sia saja harus berdebat dengan Yusuf sebelum suaminya itu mengiyakan keinginannya.
"Sekarang kita sholat dulu ya, habis itu kita baru pulang.."
Anin hanya mengangguk pelan.
"Udah dong ngambeknya. Emang kamu pengen apa sih??"
Anin menggelengkan kepala sebagai jawabannya.
"Nggak ah, cukup Anin dan Allah yang tau.."
Yusuf segera mengusap kepala Anin pelan dengan senyumnya dan mereka akhirnya menuruni tangga menuju mushola. Yusuf membiarkan Anin dengan acara ngambeknya itu, karena kalau sudah di selingi dengan kegiatan lain, Anin akan lupa dengan sendiri dan kembali ceria seperti biasa.
***