Kisah ini dimulai ketika ayah dan ibu Senja dan Mentari bertengkar hebat, ibu yang merasa curiga kalau sang ayah berselingkuh dan menkhianatinya.
"Tidak. Aku tidak pernah berselingkuh, kamu bahkan tidak punya bukti atas tuduhanmu itu!
"Diam! Aku tidak bodoh, Aku melihatmu dengan wanita itu. Dia, wanita yang sudah membuatmu tidak perduli dengan anak-anakmu sendiri, dan sekarang kamu tidak mau mengakui kesalahanmu itu!" bentak sang mama dengan nada tinggi.
Mentari kecil yang polos tidak tahu apa-apa, ia hanya menangis melihat kedua orang tuanya bertengkar. Senja kecil pun memeluk adiknya dengan erat, ia pun kini menangis juga. pertengkaran itu memuncak ketika sang ayah menampar sang ibu.
Plakk!
Mata wanita itu memerah karena emosinya yang tertahan, air matanya pun tidak terbendung lagi.
"Kamu!" bentak sang wanita dengan memegangi pipinya yang memerah.
"Ma-maaf aku tidak bermaksud melakukannya. Maafkan aku, Ren. aku tidak bermaksud untuk menyakitimu."
Wanita bernama Irena itu, menepis tangan Randy yang mencoba menolongnya.
"Tidak usah, terimakasih. Lebih baik kita hidup dijalan masing-masing, aku ingin berpisah denganmu, Mas." Irene menjawab dengan mata yang berkaca-kaca.
"A-apa maksudmu, Ren? Aku tidak mengerti?" Rendy bertanya dengan raut wajah penuh tanda tanya, masih belum bisa mencerna apa yang telah istrinya katakan.
mendengar pertanyaan sang suami, Irena hanya diam dan berlalu meninggalkan suaminya, yang saat ini masih tertunduk lemah dengan pikirananya yang kini sedang kacau.
Satu minggu setelah kejadian itu. pada akhirnya terjadilah peristiwa itu. Peristiwa yang tidak pernah di inginkan oleh Senja maupun Mentari. Ayah dan Ibunya memutuskan untuk berpisah, sang mama hanya mengajak Senja untuk pergi bersamanya. Sementara Mentari ditinggalkan bersama sang papa. Sebenarnya Irena sangat berat harus meninggalkan Menteri. Tetapi tidak ada cara lain.keputusannya bercerai dengan suaminya sudah mantap. Hati Irena sudah terlanjur kecewa pada sang suami.
"Jangan bawa Senja. Dia masih terlalu kecil.apa kamu tega memisahkan Senja dengan Lisa?" tanya Randy dengan nada memohon pada Irena.
"Aku bukan seorang ibu yang kejam. Kelak jika Mentari sudah dewasa, dia bisa mencari kami."
Randy hanya terdiam mendengar ucapan Irena. Ia tidak bisa menghalangi wanita yang kini menjadi mantan istrinya itu.
"Tunggu...!"
"Ada apa lagi, Mas?"
Randy pun mendekati putrinya Senja. Lalu ia berjongkok didepan putrinya dan memberikan sesuatu padanya. "Putri kecil Papa, inj untukmu, Nak."
"Senja tidak ingin berpisah dengan, Papa dan Mentari." Lalu Senja kecil pun menangis di pelukan sang papa dan adik kecilnya. Namun. Itu menjadi pelukan terakhir dari Randy untuk Senja, putri sulungnya yang manja dan juga ceria. Jujur Hati Randy sangat teriris melihat kedua putrinya akan terpisah.
"Tidak, Nak. Kita tidak akan berpisah.
Senja akan selalu ada di hati Papa, coba lihat apa yang Papa kasih buat kamu."
"Gelang. Bagus banget, Pa gelangnya."
"Pakailah sayang. Jika nanti Senja dan Mentari bertemu, ingatlah gelang ini." Randy pun tersenyum dan kembali memeluk sang putri.
Sebuah gelang yang indah, dengan gambar hati yang jika dipersatukan akan menjadi sebuah bentuk hati yang utuh. Senja dan Mentari pun memeluk papanya dengan erat.
"Ayo Senja, sudah waktunya kita pergi," ajak Irena yang memang sudah ditunggu taksi yang wanita itu pesan.
"Kakak ... Mama...! Jangan tinggalkan Mentari." Gadis itu berteriak histeris sambil menangis dan memanggil-manggil kakak dan mamanya. Namun, Randy memeluk sang putri dan mencoba menenangkannya.
Hati Irena sangatlah hancur ketika harus meninggalkan putri bungsunya, Mentari yang kini menangis dipelukan papanya dan masih menangis.
"Sudah sayang. Malaikat kecil papa.
jangan menangis lagi, nanti kita pasti akan bertemu kembali dengan mama dan juga kakakmu, Senja." Randy mencoba menghibur sang putri kecilnya.
"Janji ya, Pa."
"Iya Papa anji dan pasti akan Papa tepati.
Sekarang lebih baik kita masuk ke dalam ya, Nak." Randy langsung menggendong tubuh mungil Lisa, dan sesekali ia mencium rambut putri kecilnya itu. Ia hanya berharap jika suatu hari nanti mereka bisa kembali bersama, menjadi sebuah keluarga yang lengkap dan bahagia.
Beberapa Tahun Kemudian.
Senja dan Mentari kini sudah tumbuh dewasa, keduanya sama-sama cantik. Senja yang sudah bertambah dewasa kini semakin terlihat manis, ia memilih menjadi seorang Dokter.
Mentari pun tidak kalah cantiknya, ia memiliki lesung pipit yang akan terlihat senyumnya yang manis, membuat ia disukai banyak pria.
Sedangkan Senja sudah terlebih dahulu menemukan tambatan hatinya, pria beruntung itu bernama Abimanyu. Kakak kandung dari Elang, pria tampan yang baik hati.
Mentari berjalan gontai melewati jalan yang sepi, langkahnya sedikit ia percepat. Gadis itu mulai was-was karena tiba-tiba ada preman, tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
"Ya Tuhan, lindungilah aku dari orang-orang yang berniat jahat padaku," ucap batin Mentari. Dan benar saja beberapa pria yang seperti preman datang menghampiri Mentari. Gadis itu pun ketakutan dan melihat sekelilingnya. Namun, ia mengenali salah satu dari mereka, dia adalah Roni. Pria yang sering menggodanya.
"Hay Mentari. Wajahmu memang secantik menteri di pagi hari, bahkan lebih cantik kamu. Aku sudah tidak mampu menahanny lagi, jadi kemarilah sayangku.
"A-apa yang mau kamu lakukan. Menjauhlah dariku, Aku mohon pergilah, jangan macam-macam, Ron." Gadis berparas cantik itu terlihat sangat ketakutan.
"Oh sayang kamu makin cantik disaat seperti itu. Jangan takut sayang aku tidak akan menyakitimu." Roni semakin mendekati Mentari mencoba meraih tubuh gadis itu, Mentari pun terus mencoba untuk menghindar. Namun, kali ini pria bajingan itu berhasil merobek sedikit baju yang dipakai oleh Menteri, dan memperlihatkan sedikit bagian tubuh gadis itu yang putih dan mulus.
Roni menyeringai membuat Senja semakin ketakutan. Gadis itu pun mencoba melarikan diri, tapi Roni sudah terlebih dahulu memeluknya dari belakang.
"Tidakkk...! Aku mohon lepaskan."
"Diamlah Mentari, kamu pasti akan suka. Awalnya memang sakit, tapi lama-lama kamu juga akan menikmatinya."
"Apa maksudmu, Roni?!"
"Sudah lama aku ingin bercinta denganmu, Mentariku sayang."
Mentari pun mulai memberontak mencoba melepaskan pelukan dari Roni. Yang cukup kuat. Namun, saat Roni mencoba memaksa Mentari. Tiba-tiba terdengar suara deru mobil terdengar dari kejauhan,sorot lampunya membuat silau siapa pun yang melihatnya. Mentari memejamkan matanya, bagaikan pahlawan. Sosok laki-laki itu pun muncul di waktu yang tepat.
"Lepaskan dia!!!" teriak seorang pria yang kini menatap tajam ke arah Roni.
"Jangan ikut campur urusan kami! Pergilah dari sini atau kamu akan menanggung akibatnya," ancam Roni.
"Dasar payah, beraninya cuma sama perempuan. maju sini kalian kalau memang berani." Pria itu menantang Roni.
"Ayo kita keroyok saja dia, sekarang!" teriak Roni.
Pria itu pun melawan Roni dan teman-temannya, yang memang jumlahnya banyak. untung saja saat pria yang menolong menteri akan di pukul oleh Roni. gadis itu pun memukul punggung Roni dengan keras dan membuatnya tumbang
Setelah itu, Menteri pun menghampiri pria itu. Ia masih menahan lukanya karena dihajar oleh teman-teman Roni. Karena terlalu lelah, tiba-tiba Mentari pun jatuh pingsan.
Kini akhirnya Mentari tersadar setelah pingsan begitu lama, ia terkejut karena mendapati dirinya berada di tempat yang sangat asing baginya.
"Syukurlah kamu sudah sadar. Ini minumlah."
Gadis itu mengkerutkan keningnya, dan ia diam tanpa berkata sedikit sepatah kata pun.
Pria itu memahami keadaan Mentari. Lalu ia menjelaskan semuanya pada gadis itu.
"Maaf ... tadi aku sempat curiga denganmu."
"Tidak apa-apa, aku mengerti kamu pasti ketakutan. Sekarang ceritakan padaku.
apa yang sebenarnya terjadi denganmu?"
"Mereka orang jahat. Mereka bermaksud ingin ....." Menteri pun terdiam, ia tidak ingin melanjutkan kalimatnya, ia kini menangis.
pria itu pun dengan spontan langsung memeluk Mentari.
"Tenanglah. Kamu sudah aman disini. Mereka tidak akan bisa mengganggumu lagi."
"Ughukkk... ughukkk..." Mentari terbatuk-batuk karena merasa sesak, akibat pelukan pria itu yang cukup kuat.
""Maaf ... aku tidak bisa bernafas."
"Oh eh maaf ... anu. Maafkan aku ya. Aku tidak tahu." Pria itu pun tersenyum malu sambil menggaruk tengkuknya. Sedangkan Mentari menunduk menyembunyikan senyumannya.
"Istirahat lah, besok aku antar kamu pulang.sekarang sudah larut. Oh ya namaku Elang, nama kamu?"
"Mentari."
"Nama yang cantik, secantik orangnya." Batin Elang.
"Em ... aku sangat berterima kasih karena kamu sudah menolongku. Kalau kamu tidak ada, entah apa yang akan terjadi padaku."
"Iya sama-sama. Aku paling tidak suka laki-laki yang menindas dan merendahkan harga diri seorang Perempuan."
"Elang, pria yang sangat tampan dan baik hati." Kini batin Mentari lah yang berkata sambil menatap wajah tampan Elang yang tersenyum tipis.