"Dasar pria brengsek! Beraninya cuma sama perempuan!" Mentari pun berteriak lalu menampar wajah pria itu dan segera berlari keluar dari rumah. Ia berlari sekuat tenaga yang ia bisa demi menghindari pria jahanam itu. Lalu gadis itu berhenti dipinggir jalan, kini nafasnya sudah mulai sesak karena Kelelahan.
"Aku tidak mungkin pulang ke rumah, lalu ,aku harus kemana sekarang? Aku tidak punya siapa-siapa selain papa. Mama dan kak Senja, aku juga tidak tahu mereka tinggal dimana sekarang. Ya Tuhan aku harus bagaimana sekarang?"
Namun, tiba-tiba disebuah cahaya lampu terang mengarah tepat di wajah Mentari sedang terduduk sendiri. Mentari menutup wajahnya karena silau dengan cahayanya.
Mobil itu berhenti dan pemiliknya pun turun, tampaknya Mentari mengenal laki-laki yang sedang berjalan kearahnya. Mentari mengusap air matanya, mendongakkan kepalanya. Dan pria memang tidak asing bagi Mentari dialah Elang pria yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Elang memandang Mentari yang saat itu juga sedang menatapnya. Pria itu kini tersenyum saat ia melihat gadis yang kini ada dihadapannya.
"Mentari. Kamu Mentari 'kan?" tanya Elang yang kini tersenyum padanya.
Mentari yang ketakutan, secara refleks gadis itu langsung memeluk pria yang saat ini berada dihadapannya.Tangisnya pecah dipelukan Elang. Sedangkan Elang, ia biarkan gadis itu menangis melampiaskan kesedihannya. Setelah gadis itu sedikit membaik dan tidak menangis lagi, Elang pun menanyakan alamat rumah gadis itu.
"Mentari, rumahmu dimana? Aku akan mengantar kamu pulang."
"Jangan! Aku tidak mau pulang untuk saat ini, aku mohon selamatkan aku. Aku mohon, Lang."
Melihat ketakutan yang dialami oleh Mentari. Elang pun mengerti, ia tidak lagi bertanya apa-apa, biarkan gadis itu sendiri yang nanti menjelaskannya. Ia pun mencoba menenangkan Mentari agar gadis itu tidak menangis lagi.
"Ya sudah, tapi jangan menangis lagi ya. Aku bukan pria yang jahat. Apa kamu bisa percaya kepadaku." Mentari pun mengangguk pelan dan mengikuti ajakan Elang, yang mengajaknya pulang ke tempat tinggalnya. Gadis itu tidak ada pilihan lain. Di dalam mobil Mentari hanya terdiam dengan tatapan kosongnya.
"Tidurlah, kamu pasti sangat lelah. Nanti aku bangunkan kalau sudah sampai."
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Mentari pun menutup matanya. Karena memang benar gadis itu sangat lelah, setelah ia menangis seharian ditambah harus melarikan diri dari Roni. Badannya lemas, matanya juga berat. Belum beban hidupnya semakin bertambah berat.
Elang pun terus menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang, sesekali ia menoleh ke arah gadis yang sedang terlelap disampingnya. Elang kini merasa aneh dengan perasaanya, tidak biasanya pria itu mudah merasa kasihan kepada seseorang. Apalagi kepada perempuan. Tetapi kali iniĀ berbeda, bahkan ia seperti ikut larut dalam penderitaan gadis yang baru ia kenal.
Mentari masih tertidur dengan lelapnya, ia tidak tega membangunkan gadis itu. Dengan pelan Elang lalu menggendong tubuh Mentari, memandang lekat wajah cantik gadis itu, yang tetap terlihat cantik walau pun sedikit berantakan. Ia tidurkan gadis itu diranjang dan Elang menemaninya di sofa. Pernah dulu ia memberi perhatian lebih kepada seorang perempuan, hati pria itu memang agak keras tapi kali ini rasanya berbeda.
Elang terbangun ketika mendengar Mentari mengigau dan terus meracau berulang kali gadis itu memanggil-manggil ayahnya dengan sedikit nafasnya yang seperti memburu, Elang mencoba mendekati Mentari. Lalu ia Memegang kening gadis itu dan keningnya kini terasa panas. Wajar kalau ia sangat terlihat gelisah malam ini.
"Semoga ini bisa membantumu, Aku tidak tahu masalah apa yang menimpamu. Tapi aku rasa beban itu memang sangat berat."
Elang masih setia mengganti kompresan dikening Mentari, tapi rasa kantuk yang menyerangnya membuat pria itu pun pada akhirnya tertidur.
Mentari menyipitkan matanya ketika cahaya matahari masuk dari celah-celah goreng. Gadis itu terkejut saat melihat Elang yang tertidur disamping ranjangnya. Tangan Mentari ditindih wajah pria itu, pantas saja tangannya terasa hangat. Ternyata itu adalah hembusan nafas Elang yang kini tertidur lelap.
Ia tahu pria itu pasti sangat lelah karena sudah menjaganya semalaman.
"Ma-maaf Mentari, aku tidak sengaja.aku ketiduran semalam."
"Tidak apa-apa, Aku yang seharusnya meminta maaf, karena aku kamu harus terjaga semalaman. maafkan Aku, Elang.
"Tidak masalah, bagaimana keadaanmu sekarang, apa sudah lebih baik?"
Mentari hanya tersenyum, membuat Elang merasa gugup. Karena ia terpesona dengan senyuman manis Mentari.
"Kamu lapar? Biarlah akan kubawakan makanan untukmu," ucap Elang, Menteri hanya tertunduk malu. Sedangkan Elang pergi menyembunyikan senyumannya.
Beberapa menit kemudian. Elang pun datang dengan membawa makanan di nampan."
"Ini makanlah, pelan-pelan saja makan nya."
"Terimakasih, Lang. Aku akan segera pergi setelah ini. Maaf karena sudah banyak merepotkanmu."
Mendengar ucapan Mentari. Elang sedikit kecewa, karena ia berharap gadis itu akan tetap tinggal, tidak akan pergi.
"Kamu sudah punya tujuan? Maaf tapi aku tidak akan mengizinkanmu pergi malam-malam seperti ini. Kamu itu seorang perempuan, di luar sana sangat berbahaya untukmu. Kecuali kamu ada yang menjemput dan kamu sudah tahu tujuan kamu akan kemana."
Mendengar ucapan Elang, membuat Menteri terdiam. Karena jujur ia tidak tahu harus mengatakan apa, ia pun tidak tahu tujuannya akan kemana sekarang, dan ia merasa sangat takut.
"Tetaplah disini jangan pergi, mungkin saja diluar sana, laki-laki itu masih mencarimu." Lanjut Elang mencoba menahan agar Mentari tidak pergi dari apartemennya.
"Tapi kita hanya berdua disini, aku merasa tidak pantas untuk tinggal ditempat kamu," sahut Mentari.
"Biar saja, yang terpenting kita tidak melakukan apapun. Percayalah padaku, justru aku akan merasa khawatir kalau kamu berada diluaran sana saat malam-malam seperti ini."
Mentari pun akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal ditempat Elang. karena memang ia takut dengan Roni yang bisa saja menemukannya. Terlebih ini sudah malam dan ia tidak tahu tempat tujuan untuk ia tinggali nanti.
Sementara ditempat lain, hati Abimanyu kini tengah berbunga-bunga karena Senja menerima lamarannya. Dengan raut wajahnya yang begitu sumringah dan penuh kebahagiaan, Abimanyu pun pergi untuk menemui adiknya, tanpa basa basi kini Abimanyu pun masuk begitu saja ke apartemen adiknya itu. Namun, pria itu kini menatap cengo ke arah Mentari yang juga terkejut melihat kedatangan Abimanyu.
"Hey, Kak. Sudah lam-"
Ucapan Elang terpotong saat Abimanyu menarik tangannya, sedangkan Mentari masih terpaku memandangi dua kakak beradik itu dari kejauhan. Ya Elang adalah adik dari Abimanyu calon suami Senja.
"Kenapa kak?" tanya Elang yang kebingungan dengan sikap kakaknya.
"Kamu gak waras ya, Lang. dimana otakmu?!" bentak Abimanyu.
" Apa salahku, Kak. kenapa Kakak mengatai adikmu sendiri tidak waras?" tanya Elang yang masih kebingungan.
"Siapa dia hah?! Kamu berani tinggal satu atap dengan perempuan yang bukan istrimu?" Abimanyu balik bertanya, ia semakin geram saat melihat Emang malah tertawa.
Pletakkk!
"Awhh ... sakit, Kak." Elang pun memegangi kepalanya yang dipikul oleh sang kakak.
"Jawablah dengan benar, jangan bertingkah konyol seperti ini? Siapa perempuan itu, dia pacarmu? Dan kamu bawa dia kemari tinggal berdua denganmu. Otakmu memang mesum Elang."
"Diamlah sebentar Kak, jangan terus menerus mengoceh. Kamu tidak membiarkan aku bicara untuk menjelaskannya."
"Oke ... sekarang bicaralah."
Elang pun mulai menceritakan tentang Mentari, sedangkan Abimanyu hsnya manggut-manggut tanda ia sudah paham sekarang.
"Apa dia tidak punya keluarga? Bagaimana kalau keluarganya mencari gadis itu, lalu kamu dianggap penculiknya bagaimana, Lang?"
"Tapi kan aku tidak menculiknya, Kak. Aku hanya menolongnya saja," sahut Elang.
Kini malah gantian Abimanyu yang tertawa geli dengan mimik wajah yang Elang tunjukan padanya. Adiknya itu selalu menggemaskan, setidaknya bagi Abimanyu.
"Ada apa, Kak? Apa aku salah bicara lagi?"
"Kamu laki-laki berhati batu, ternyata bisa juga kasihan pada perempuan," ucap Abimanyu.
"Aku dan Mentari-"
"Oh namanya Mentari ternyata, namanya cantik seperti orangnya. Aku rasa dia cocok untukmu," ucap Abimanyu lalu ia menyentil hidung mancung adiknya itu.
"Cocokk?" Tanya Elang kebingungan.
"Iya cocok, nikahi saja gadis itu. Ayolah Elang kapan lagi kamu dapat gadis secantik itu."
"Kakak dulu yang nikah, baru aku." Elang menyahut dengan tersenyum tipis. Setelah berkata seperti itu, Elang pun berlalu pergi dan Abimanyu mengikuti adiknya itu dari belakang sambil tertawa kecil. Menteri pun muncul dengan 2 Cangkir kopi di tangannya. Abimanyu tersenyum melihat adiknya yang terus menatap Mentari.
"Tunggu Mentari," Abimanyu mencegah gadis itu.
"Iya ada apa, Kak?" tanya Mentari.
"Mau nikah sama Elang, gak? Dia pria yang baik. Dia butuh istri sepertimu, kasihan sudah lama jomblo."
Mentari yang salah tingkah, menutup wajahnya dengan nampan lalu melenggang pergi ke dapur.
"Keterlaluan sekali kakak ini, sekarang dia pasti berfikir yang tidak-tidak tentangku." Elang terlihat merajuk pada sang kakak.
"Sudahlah, Lang. Aku hanya bercanda saja, syukur-syukur kalau dia benar-benar mau."
Elang tampak gelisah, ia hanya mondar mandir saja didepan pintu kamarnya. Merasa heran dengan sikap Elang bermaksud, Mentari mendekati pria itu. Namun, tiba-tiba ia berteriak, dan dengan sigap menangkap tubuh Mentari. Pandangan mereka saling bertemu.
"Ma-maaf aku hanya ingin menolongmu saja."
"Terimakasih, Lang. lagi-lagi kamu menolongku."
Elang bernafas lega saat melihat Mentari tersenyum begitu manis saat ini. Membuat Elang harus menetralisir jantungnya, karena jantungnya berdetak begitu cepat.
"Em ... ada apa, Lang?" tanya Mentari.
"Eh. Tidak apa-apa."
"Tapi wajah kamu?"
"Oh ya, aku harus pergi sekarang, ingat pesanku. Tetaplah disini jangan kemana-mana. Kamu paham kan maksudku."
Mentari pun mengangguk lalu ia kembali tersenyum. Lagi-lagi senyuman itu membuat Elang salah tingkah. Ia harus kabur secepat mungkin, agar jantungnya bisa diselamatkan.
"Ada apa dengannya, dia aneh sekali," gumam Mentari saat melihat Elang tidak seperti biasanya.
Kini nafas Elang sudah tidak karuan. Untunglah dia sudah berhasil menghindari Mentari sekarang. Kalau tidak entahlah apa yang akan terjadi pada jantungnya.
"Ohh Tuhan aku bisa gila kalau seperti ini terus. Mentari kenapa kamu membuatku seperti ini? Elang berkata sambil menyalakan mesin mobilnya lalu pergi menuju rumah orang tuanya.
Setibanya dirumah kedua orang tuanya, Elang pun langsung memarkirkan mobilnya. Ia pun langsung memasuki rumah itu dengan jantung yang masih berdebar-debar.
"Elang," panggil seorang wanita paruh baya yang kini menatapnya dengan lekat.
"Eh. Mama," sahut Elang yang terkejut dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Kamu kenapa, Nak? Apa kamu sakit, sedari tadi Mama perhatikan kamu memegangi dada kamu?" tanya sang mama.
Abimanyu yang memang ada dirumah orang tuanya, langsung menyahut dengan suaranya yang lantang. "Dia sedang jatuh cinta, Ma. Aku tahu itu."
"Tidak, Ma. Itu anu. Kak Abi hanya asal bicara saja," elak Elang sambil sedikit melotot ke arah kakaknya.
Sang mama yang melihat itu, hanya tersenyum melihat tingkah laku kedua putranya.
"Mama, jangan terlalu memanjakan dia lagi. Sudah waktunya Elang untuk menikah," ucap Abimanyu lalu tersenyum ke arah sang adik.
"Diam lah, Kak. Jangan mengejekku terus," rajuk Elang pada sang kakak.
Abimanyu pun hanya tertawa saat mendengar rajukan adiknya, lalu ia melempar bantal kecil ke arah, sang Adik yaitu Elang.
Sementara itu di apartemen, Mentari masih tampak sibuk membereskan apartemen yang benar-benar seperti kapal pecah, maklum namanya juga tempat tinggal pria. Namun, sekitar jam 9 malam Mentari telah selesai dengan pekerjaanya. Tapi, tiba-tiba terjadi sesuatu.