Tanggal 22 Bulan Juni Tahun 3.597.
Musim gugur yang melanda seluruh Benua Asternesia menjadi sebuah pertanda. Serta pengingat untuk para penduduk. Agar segera bersiap-siap untuk melewati musim panas yang panjang.
Angin yang berhembus kencang secara bergantian bertukar arah. Hari-hari sebelumnya, angin yang datang membawa udara dingin dalam kurun waktu tertentu. Angin bertiup kencang hingga membuat pepohonan bergoyang. Membuat hari demi hari terasa semakin dingin saja.
Tapi kali ini, dalam hitungan beberapa hari lagi. Angin itu akan membawa udara yang hangat. Hingga tidak akan ada lagi yang merasa kedinginan untuk dua bulan ke depan. Mungkin, justru banyak orang yang akan merindukan kesejukannya musim gugur ini.
Tanah yang retak-retak membuat rumput-rumput liar mulai kesulitan untuk mencari air. Pepohonan besar juga mulai menggugurkan banyak dedaunan. Daun-daun yang kering banyak yang berjatuhan tertiup angin.
Hari-hari yang akan dihadapi dengan susahnya mencari bahan makanan. Banyak orang dan hewan bersiap siaga untuk menghadapinya. Masing-masing keluarga mulai berhemat untuk bersiap menghadapi musim pancaroba.
Hewan liar menjadi semakin ganas untuk mencari mangsa. Hewan-hewan lemah mulai hidup bersembunyi. Semut-semut juga mulai mengerahkan seluruh pasukannya. Untuk mendapatkan pasokan makanan untuk dua bulan ke depan.
Tapi, dibalik itu semua. Anak-anak di Desa Lamperion sedang panas dengan sebuah berita angin. Tentang duel antara Bocah Emas dengan Pangeran Uwais. Berita itu menjadi topik hangat yang banyak dibahas di kelas-kelas sekolah dasar yang ada.
Selain itu, ini juga adalah hari yang istimewa untuk dua bersaudara dari Keluarga Uwais. Walaupun mereka memiliki tujuan dan keinginan yang berbeda. Tapi tetap saja istimewa, karena hari ini akan menjadi hari penentuan untuk memilih jalan hidup mereka selanjutnya.
Suasana diantara Bocah Emas dengan Pangeran Uwais yang memanas. Membuat suasana di sekolah dasar ikut memanas. Bahkan sebelum datangnya musim panas.
Duel itu akan dilakukan di pinggir Danau Diana. Danau yang membuat Desa Lamperion berbentuk seperti donat. Karena Desa Lamperion yang berbentuk seperti sebuah donat raksasa itu. Banyak orang yang menyebutnya sebagai Desa Para Donat.
Tanggal 22 Bulan Juni Tahun 3.597 pukul 22.24 ---(16.24)---
Matahari sudah mulai turun untuk terbenam di timur. Duel itu berakhir dengan begitu cepat dengan kekalahan dari Pangeran Uwais. Putra pertama dari Keluarga Uwais, bernama Karyuno Iko Uwais. Kekalahan yang begitu cepat itu, membuat mentalnya terpukul sangat keras.
Karena kekalahannya ini menjadikannya kehilangan sosok yang dicintainya. Karyuno yang banyak dikagumi murid lain di sekolahannya. Saat ini dia terlihat begitu payah di duel tersebut.
Karyuno yang sedang terluka cukup parah, baik secara mental ataupun fisik. Dia didatangi adik perempuannya yang ingin menolongnya. Dia ingin membawanya pulang seperti biasanya. Namun sangat disayangkan. Karena kali ini, tidak lagi berjalan seperti yang biasanya terjadi.
Karena mereka berdua, tiba-tiba saja bertengkar. Hingga Karyuno melempar sebuah batu krikil kearah adiknya. Krikil itu mengenai bagian kiri kepala atas dagunya. Darah mengalir di wajahnya bersama dengan air matanya. Tangan kirinya memegang bagian kepalanya yang berdarah. Anak-anak yang sebelumnya hanya menonton. Ada beberapa yang berlari mendekati adiknya Karyuno, bernama Kuroshuna Iko Uwais.
"Terima kasih, Ryuno. Untuk hadiah ulang tahunnya.", Dalam kerumunan banyak orang, adiknya berteriak untuk mengatakannya. Sosoknya pergi meninggalkan kakaknya dan tidak lagi terlihat dibalik kerumunan orang-orang. Orang-orang yang mengerumuninya mengikutinya.
Orang-orang yang sebelumnya hanya menjadi penonton duel tersebut. Setelah Kuroshuna pergi meninggalkan kakaknya itu. Mereka melempari Karyuno dengan batu-batu kerikil. Dimata mereka, Karyuno yang sebelumnya memiliki reputasi yang sangat bagus, kini benar-benar hancur karena perbuatannya terhadap adiknya.
Karyuno yang lemas, tidak lagi berdaya untuk menghindar ataupun lari dari kerumunan orang itu. Dia hanya duduk diam ditempatnya dengan tangan yang mencoba untuk melindungi kepalanya.
Tapi, dari keadaan itu. Ada satu hal yang baginya cukup aneh. Karena, walaupun ada banyak orang yang melempari nya dengan krikil. Tapi, yang mengenainya hanya beberapa saja.
Apakah masih ada diantara mereka yang tetap menganggapnya sebagai manusia? Bahkan setelah apa yang dilakukannya terhadap adiknya. Karyuno yang menyadarinya, memandang ke arah danau yang ketika itu terlihat terbentang begitu luas. Mereka tetap melempar krikil dan hinaan hingga matahari benar-benar tenggelam.
Sedikit demi sedikit, orang-orang yang melemparinya mulai pulang. Setelah dia ditinggal sendirian di tepi Danau Diana, dia terlentang kan tubuhnya di atas batu-batu krikil. Menatap langit berwarna merah kegelapan dengan mata yang penuh dengan air mata.
Tanggal 22 Bulan Juni Tahun 3.597 pukul 00.02 ---(18.02)---
Angin dingin berhembus dari danau dan terdengar begitu kasar baginya. Dia tutup kedua matanya dengan lengan kirinya. Berbagai masalah yang terjadi hari ini membuatnya sudah malas untuk melakukan apapun. Terlebih lagi, setelah pertengkaran tadi, dia jadi merasa tidak ingin pulang.
Sadar dengan keadaannya sekarang. Karyuno berteriak keras hingga nafasnya habis. Lalu, dia menangis seperti halnya bayi yang meminta sebotol susu. Tapi masih belum diberikan susunya.
Kesadarannya perlahan hilang bersamaan dengan rasa lelahnya. Suara angin yang kasar tidak lagi terdengar meniup sisa-sisa harapannya. Dia katakan kepada hatinya kalau sudah muak dengan ini semua. Karena tidak lagi ada alasan untuknya tetap berusaha mempertahankan ini.
Dia ingin mengakhirinya besok yang tepat dengan hari ulang tahun adiknya. Setelah, membuang beban yang selama ini dia pikul sendirian. Tanpa disadari, dia tertidur dan bermimpi. Sebuah mimpi yang ingin dia alami setiap malamnya.
Dia bermimpi digendong seorang putri cantik mengelilingi Desa Lamperion.
_______BERSAMBUNG_______