Jauh sekali di masa depan, tanggal WXX bulan $&+;:? tahun XXHXXXKX pukul xxG.xLx.
Dalam sebuah ruangan yang sangat luas. Jika dibandingkan dengan rumah Keluarga Uwais. Ada seorang laki-laki yang duduk di kursi sambil memegang sebuah pensil. Dimeja nya terdapat banyak sekali lembaran-lembaran kertas.
"Haahh... Kuroshuna memang horor banget, deh. Caranya menolak laki-laki ngeri banget.", Laki-laki itu menghela nafas panjang dan bergumam sendiri. Karena merinding dengan cara Kuroshuna untuk menolak lamaran dari laki-laki yang menyukainya.
"Berhenti membuat deskripsi seperti itu kepada kuuu.... Allamman...!!!", Tiba-tiba muncul dibelakangnya, wanita dewasa dengan rambut putih panjangnya. Dia menikam Allamman dari belakang. Sungguh peribahasa yang menjadi nyata.
"Shuna, berhenti...!", Sebuh kata-kata perintah yang dikatakan dengan suara wanita yang lembut. Suara itu berasal dari belakang Kuroshuna yang menikam Allamman. Wanita itu mengelus rambut putih Kuroshuna seperti seseorang mengelus-elus kucing liar.
"Aku juga, Allamman. Jangan kau pertemukan aku dengan Selia...!", Karyuno berambut putih menghentakkan kedua tangannya ke meja didepan Allamman. Wajahnya menunjukkan harapan tinggi dalam mengatakannya. Apakah segitunya Karyuno membenci istri keduanya itu?
"Kenapa kak? Kak Selia adalah wanita terbaik yang kamu temui dalam hidup singkat mu. Kenapa kau sampai segitu benci, terhadapnya?", Tanya Mira yang tidak habis pikir dengan cara berpikir kakaknya itu.
"Kamu mana paham dengan beratnya hidup ku dengannya, Mira. Wanita itu, memaksa ku kerja siang dan malam hanya untuk hidup enak dan mewah. Hujan dan panas aku tetap bekerja keras. Namun, Selia masih juga menyuruhku untuk kerja dan kerja setiap harinya. Wanita macam apa dia itu?", Karyuno mendramatiskan kehidupan sehari-harinya selama bersama Selia.
Dalam hati orang-orang disekitarnya, "Justru kamu yang laki-laki macam apa? Kamu balik fakta kehidupan kalian berdua. Terlebih lagi, kamu tidak bersyukur punya istri seperti Selia.".
"Itu masih lebih baik daripada aku, kak. Aku dinikahkan dengan laki-laki asing yang lebih muda dariku. Jelas-jelas sekali aku hanya seperti wanita pengurusnya saja. Tapi, aku justru disuruh kembali ke keluarga ku olehnya. Hanya karena aku buta. Bahkan, dia lebih memilih untuk menikah dengan wanita monster (Irani) dari kerajaan tetangga.".
Curhatan Mira tentang hari pernikahannya dengan Luis. Membuat suasana di ruangan itu begitu berat. Luis yang mendengar istrinya curhat seperti itu. Dia sujud dan mencium kaki istrinya itu untuk minta maaf atas tindakannya dahulu.
"Ah, yang penting jangan pertemukan aku dengan Selia, OKE.", Suasana berat itu dipecahkan oleh ketetapan hati Karyuno untuk dipisahkan hidupnya dari Selia.
"Tapi, kalau kamu tidak bertemu dengan Selia. Kamu mungkin akan mati kelaparan di tengah-tengah jalan hidupmu.", Allamman memperingati Karyuno agar tidak meminta lagi dipisahkan dari Selia.
Tapi, Karyuno masih bersikeras untuk memintanya. Padahal, dia dapat bertahan hidup hingga berusia lima puluh tahunan itu. Sebagian besar karena keberadaan Selia disisinya. Tanpa bertemu dengan Selia, Karyuno pasti sudah lama mati kelaparan.
Karyuno masih terus berkicau seperti burung tentang ketidaksukaannya terhadap Selia. Hingga seseorang secara sembunyi-sembunyi memanggil Selia untuk datang menemui suaminya ini. Ketika sampai, dia mendengar seluruh kicauan burung yang tidak tahu rasa bersyukur.
Ketika kemarahan Selia sudah penuh dan meletus keluar. Selia berjalan mendekati Karyuno dan menekan kepalanya. Dia tekan sekuat tenaga seperti seseorang yang sedang mencoba untuk memecahkan buah untuk dimakan.
"Sayang, ayo kita bicara berdua dirumah.", Karyuno mendengar suaranya Selia. Dia berteriak dan mencoba untuk kabur. Tapi, Selia berhasil menangkapnya dan menyeret suaminya itu keluar ruangan. Karyuno berteriak meminta tolong. Karena tidak ingin pulang dengan Selia.
"Aaaa..... Tolong, siapapun tolong.... Akan aku bayar mahal siapapun yang dapat menolongku... Berapa banyak? Sepuluh GUr atau seratus GUr akan aku bayar (Satu GUr sama dengan Rp.1.000.000,00). Kalau nggak sepuluh Dur gimana? (Satu Dur sama dengan Rp. 100.000.000,00)."
Tapi, tetap tidak ada juga satupun orang yang tergerak untuk menolongnya. Justru dalam hati masing-masing individu yang berada di dalam ruangan itu berpikir. "Kalau punya uang sebanyak itu. Gunakan saja untuk menafkahi istrimu."
Tanggal 23 Bulan Juni Tahun 3.597 pukul 10.12 ---(04.12)---
Dalam Hutan Antarjal yang rindang, berjalan seorang wanita berambut putih panjang hingga menutupi pantatnya. Dia jalan sendirian didalam hutan seperti sesosok hantu. Dia berjalan cepat-cepat seperti sedang dikejar saja. Dia sering melihat kiri atau ke kanannya seperti sedang ketakutan akan sesuatu.
Api yang membakar ranting-ranting kering yang tergeletak di tanah. Api itu berhenti membakar ranting dan muncul darinya sebuah kobaran api. Kobaran api yang bergerak melayang-layang di udara. Api itu mendekati wanita itu dan semakin dekat dengannya.
Api itu berubah bentuk menjadi sesosok laki-laki. Laki-laki berjubah merah dengan rambut kuning yang membara-bara api di rambutnya. Dia tundukkan kepalanya di depan wanita itu dan mengantarnya ke sebuah tempat. Di tempat yang ditujunya, terdapat tiga laki-laki beserta yang tadi dan lima perempuan. Masing-masing individu memiliki ciri khasnya masing-masing yang akan kita bahas di lain waktu.
"Sebelumnya sudah aku bilang, jangan panggil aku. Kecuali ada hal penting yang mendadak. Cepat katakan apa yang begitu pentingnya hingga kalian semua memanggil ku kesini.", Wanita yang baru saja sampai itu, marah-marah tepat disaat dia baru sampai.
"Maaf, Master. Karena kekalahannya Karyuno dalam duel yang terlalu berat sebelah. Apakah kita perlu menunggu lebih lama lagi untuk rencana itu? Mungkin lebih baik kita buat rancangan baru.", Jelas wanita berambut biru pendek.
"Jangan bodoh...! Sudah aku bilang kalau kita hanya akan melakukannya hingga berhasil. Aku tidak menginginkan hasilnya. Tapi momentum yang tepat untuk hal ini. Kalau kalian, memanggil ku kesini hanya untuk ini? Aku bunuh salah satu dari kalian. Aku hitung sampai lima, cepat katakan keperluan lainnya...!", Dia arahkan tangan kanannya ke wanita rambut biru yang menjelaskan tadi. Dia belum juga menghitung dan langsung mengatakan lima, terbunuh lah wanita itu. Semua Toxxer yang berada di tempat itu ketakutan.
"Kalau begitu, aku kembali dulu.", dia keluar dari tempat perkumpulan itu. Berjalan keluar Hutan Antarjal. Dalam perjalanannya, dia bergumam sendiri. "Memang sebelumnya sasaran ku adalah Keturunan Lamperion. Tapi, kali ini aku hanya fokus terhadap mu. Uwais, sebagai gantimu. Putramu ada ditangan ku.".
Ngomong-ngomongin Uwais, sebagai penutup prolog. Aku beri informasi tentang ayah dari Keluarga Uwais. Nama lengkapnya adalah Uwais Iko Usaron Alvortein. Seperti halnya Ibu Nagi, putra-putrinya juga tidak mengetahui nama lengkap ayahnya.
Karena mereka akan tahu kalau ayah ini ternyata adalah seorang pangeran. Bahkan Pangeran Mahkota dari Kekaisaran Alvortein yang dulu pernah menginvasi Desa Lamperion. Sebelum menikah dengan Ibu Nagi, dia masihlah hidup di dalam istana sebagai pangeran mahkota.
Lalu, karena berbagai alasan dan keadaan. Membawanya bertemu dan menikah dengan putri Kepala Desa Lamperion, Ibu Nagi. Karena berbagai masalah juga, mereka berdua harus merahasiakannya dari putra-putrinya. Lalu, bonusnya. Selain menikah dengan ibu Nagi, dia juga menikah dengan empat wanita lainnya. Masing-masing istrinya tinggal terpisah dan Uwais hanya tinggal dengan istri pertamanya, Ibu Nagi.
_______Bersambung_______
note : ceritanya akan lanjut di event selanjutnya.