Chereads / Karma Dari Sang Pelakor / Chapter 5 - 1.5

Chapter 5 - 1.5

Karma Dari Sang Pelakor 

BAB 5 : Hujan

******

Dion dan Mira telah duduk di sebuah Kursi di salah satu rumah makan, bersama Kirana. Gadis mungil yang sedang duduk di pangkuan Dion.

Mira yang menatap Dion dan Kirana yang berada di hadapannya , merasa ada yang menganjil. Sebab, saat Kirana mengucapkan kata 'Papa' dari mulut mungil Gadis itu, Terlihat sangat ringan . Beberapa kali Mira sempat berpikir bahwa Kirana adalah anaknya Dion, karena dari raut wajah Kirana sepintas sangat mirip dengan Dion.

"Di, maaf jika aku menyinggungmu lagi. Apakah benar Kirana itu Anak dari kakakmu?"

Mira yang sedari tadi menahan mulut agar tidak bertanya, Akhirnya ucapan itu lepas juga dari mulut Mira.

Dion yang sedang menyuapi Kirana pun menatap ke arah Mira. 

"Ya ampun Mir! Harus berapa kali aku katakan? Kirana ini anak dari kakak perempuanku, jika kamu masih tidak percaya. Aku akan membawamu kepada kakakku, dan kau bisa bertanya mengenai Kirana sepuas yang kamu inginkan," 

Dion mencoba menjelaskan, Dengan nada suara yang terdengar ada penekanan di setiap kalimat yang keluar dari mulut Pria yang Ada di hadapan Mira.

"Iya... Maaf, Kalau begitu aku kembali duluan ya. Sepertinya sudah mendung dan terlihat akan turun hujan. Soalnya Aku kan bawa motor," 

Ucap Mira yang hendak berdiri dari duduk, Karna Mira sengaja ingin menghidar dari perasaan curiga terhadap Dion, jika ia di paksa untuk terus melihat kebersaaman anak manis itu bersama Dion, prasangka akan terus menghantui otak Mira.

"Duduklah dulu, kenapa sangat buru-buru?" Pinta Dion. denga tangan yang sesekali menyuapi Kirana.

"Aku harus segera pulang, sudah mendung. Kamu enak, bawa mobil. Kalau aku?"

"Yah sudah, makanan'mu nanti aku yang bayar. Maaf tentang kejadian hari ini, yang membuatmu tidak nyaman," tutur Dion merasa bersalah. 

Mira langsung melangkah beranjak dari Rumah makan tersebut. Kemudian menuju ke arah sepeda motornya. 

Kini Mira mengendarai sepeda motor dengan pikiran yang terus berpikir tentang Kirana. Sesekali, Mira menarik nafas dalam untuk menenang 'kan pikirannya. 

'aku sudah sangat lama tidak pulang ke kampung, situasi di kampung ku sendiri saja aku tidak tahu. Apakah Dion sudah menikah? Soalnya, desas desus mengenai Dion pun tidak pernah aku dengar Selama aku berada di kampung,  sebenarnya. Kirana itu siapa? ' batin Mira yang terus menarik gas motor yang kian melaju di jalan Aspal.

"Sial! Kenapa harus gerimis!" Pekik Mira , saat butiran Rinai itu jatuh mengenai tubuhnya.

Mira menepikan Sepeda motornya di salah satu kios warga yang sedang tutup. Kini Mira berteduh di teras kios yang mengahadap jalan raya.

Mira menatap hujan dengan pandangan kosong. Sesekali ia memeluk tubuhnya sendiri hanya sedekar untuk menghangatkan diri'nya dari hawa yang saat ini menyerang. 

Sebuah mobil berhenti di seberang jalan. Seorang pemuda keluar dan berlari ke arah Mira dengan tangan yang menghadang hujan pada kepalanya. 

"Kau kehujanan?" Tanya Dion ketika menghampiri Mira. 

Mira terkejut mendengar suara Dion. Karna mobil yang berhenti, Ada di seberang jalan. Karna Mira keasyikan menatap air hujan, memembuat ia tak fokus akan kehadiran Dion.

"E.. Dion, Kau bisa melihatku dari hujan sederas ini?" Tanya Mira. 

"Karna aku sangat mengenali sepeda motormu, " Jawab Dion. 

" Oh!!" 

Hanya kata Oh yang dapat Mira ucapakan untuk menanggapi ucapan Dion. 

"Kamu bisa menyetir?" Tanya Dion. 

"Aku? Aku tidak bisa." Sahut Mira. 

"Ya sudah, aku akan menemanimu sampai hujan berhenti," 

"Ah....Tidak, Tidak perlu. Kamu pulang saja, aku tidak apa-apa. Kasihan Kirana." Sahut Mira menolak. 

"Kirana sudah tidur, Jadi tidak masalah." 

"Apakah dia di dalam mobil dengan keadaan tertutup. tidak menimbulkan masalah?" 

"Aku membuka Sedikit jendela untuk membuat cela . Walau pun jok kursi akan basah sih, " 

"Aku jadi tidak enak," 

"Muntahin kalau tidak enak, ngapain di telan," 

Mendengar candaan yang di lontarkan oleh Dion, membuat Mira terkekeh.  Dion dan Mira kini menunggu hujan mereda dalam , dengan iris mata menatap Air hujan yang sekiranya tidak mengijinkan Mira beranjak. 

Mira merasa ada sesuatu yang membalut dari arah belakang tubuhnya, " kamu terlihat pucat, Sini!" Ucap Dion yang kemudian mendekap tubuh Mira dari belakang, bersaaman dengan jaket  yang Dion gunakan. 

Kini tubuh Mira berada di dalam balutan jaket yang menyatu dengan tubuh Dion. Mira menoleh ke arah Dion di tatap lekat wajah Pria di belakang tubuhnya. ' apa iya, aku rela melepaskannya? Jika lelaki ini begitu manis?' batin Mira kembali dilema.

"Kenapa menatapku?" Tanya Dion tiba-tiba. 

Mira tersentak, "ah... Tidak apa-apa." sahut mira yang kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke arah rintik hujan di hadapannya.

Hingga akhirnya, Hujan pun mereda. Hanya tinggal ampas hujan yang masih bisa di rasakan jika tangan mengadah. 

"Nanti, aku yang mengantarmu ke bandara." Ucap Dion. 

" Tapi.. bandara sangat jauh," sahut Mira. 

" Tidak apa-apa. Cuma 6 jam ini, aku sanggup. Jadi kamu tidak perlu memesan Travel."  

"Yah, baik. Aku harus pulang, karna persiapanku masih belum selesai." 

"Ya sudah. Kamu hati-hati, bawa sepeda motornya jangan ngebut."  

Ucap Dion seraya mengecup kepala Mira dengan Sayang. 

"Iya.. kamu juga hati-hati ya!" Pungkas Mira yang kini telah berada di atas sepeda motornya. 

Dion mengangguk menanggapi ucapan Mira. 

Mira kemudian melajukan Sepeda motornya menuju ke arah rumah. 

Sesampainya Mira di rumah, Mira langsung bergegas membilas kepalanya yang terkena air hujan. Setelah selesai membilas, Mira kembali menyiapkan segala sesuatu yang akan ia bawa ke kota Y. 

*******

Mira kini duduk di depan teras bersama ayah dan ibunya. 

"Mira, sebentar lagi kamu akan skripsi. Yang giat! Jangan mengecewakan orang tua"

Ucap sang Ayah, yang sesekali menarik asap rokok dalam-dalam, lalu mengeluarkan asap itu dari mulut.

"Iya Pa, Minta doanya. Supaya semuanya lancar." sahut Mira. 

"Mama dengar-dengar, kamu sekarang lagi dekat sama Anaknya Pak Sanjaya ya?" Tanya Ibu Mira tiba-tiba.

Mira menatap ke arah ibunya, " ya, baru jalan 1 minggu." jawab Mira. 

"Oh! Soalnya, Anak Pak Sanjaya itu. Jarang di kampung, dia pulang ke sini karna dengar- dengar juga sih, dia lagi buka usaha tambak ikan," ucap Ibu Mira. 

"Iya, dia juga ngomong ke Mira. Emang Anaknya Pak Sanjaya, selama ini tinggal di mana Ma?" Tanya Mira mencoba mengorek.

Sambil berpikir, " mmm.. kalo ga salah sih, dia tinggal di kota, Kota yang dulu kamu Sekolah," jawab ibu Mira. 

"Bukannya dia kuliah di Makassar ya?" Timpa Mira. 

"Mana Ibu tahu. Kamu kaya wartawan saja, Nanya terus," sahut ibu Mira. 

"Pacaran boleh Mir, tapi ingat! Jangan sampe ke ganggu sama kuliahmu nanti." Tandas Ayah Mira. 

"Iya Pa," sahut Mira. 

"Ya sudah sana, kamu istirahat. Agar nanti pagi, kamu tidak kecapean. Perjalanan kamu besok sangat panjang loh," ucap Ibu Mira. 

"Nah! Itu dia yang buat Mira malas pulang kampung. Capek'nya di jalan, masa 1 hari cuma di jalan." Ungkap Mira. 

"Ya sudah sana tidur," titah Ibu Mira. 

"Ok!" 

Sebelum Mira beranjak, Mira mencium pipi ibunya dan ayahnya. Lalu berpamitan untuk tidur. 

Mira melangkahkan kakinya menuju ke arah kamar. Sesampainya di dalam kamar, Mira meraih ponselnya. Di layar ponsel ada satu pesan yang belum terbaca, dengan cepat. Mira langsung membuka pesan tersebut. 

✉️ [ Jangan begadang, besok pagi jam 3. Aku akan menjemputmu. Agar kau tidak telat dalam penerbangan ] 

Begitu isi pesan yang di terima oleh Mira dari sang kekasih hatinya. 

Dengan cepat, jari-jari Mira mulai menari di atas tombol. 

✉️[ Maaf! Baru membalas, aku baru selesai menemani orang tua'ku. Aku akan segera tidur ] balas Mira. 

Tring!! 

✉️ [ Ok, selamat tidur dan mimpi yang indah! ]

Mira tersenyum ketika membaca pesan dari Dion. Ia tak menjawab, Mira lebih memilih untuk tidur. Karna jam telah menunjukan jam 11 malam, Takutnya ia akan kurang tidur.

******

Mira tinggal di pelosok Indonesia paling timur. Karna di desanya, pendidikan yang kurang menjamin. Akhirnya, Mira harus melanjutkan Pendidikannya dari kota satu ke kota yang lain.