Chereads / BLUE & GOLDEN HOUR / Chapter 15 - Chapter 15: Romantis

Chapter 15 - Chapter 15: Romantis

Air Danau Dua Warna begitu tenang tak seperti jiwa Donela yang tengah bergejolak. Donela diliputi rasa sedih yang membuncah di dada. Perih rasa hatinya seakan ia adalah seorang manusia yang terbuang dan tak berguna. Semua orang berbicara seenaknya dan sekehendak hatinya tanpa mau mengerti tentang perasaan. Ucapan-ucapan orang-orang seperti beribu-ribu panah yang ditancap berkali-kali melukai hatinya tiap hari tiap detik bahkan tak mengenal waktu hingga sesukanya melukai perasaannya.

Pangeran Hogan melihat Donela masih melipur lara tanpa mengindahkan panggilannya tadi.

"Owai, Putri kecil yang cantik! Ayolah kita naik perahu. Kita nikmati keindahan Danau Dua Warna dari tengah danau," ajak Pangeran Hogan kepada Putri Yemitt.

Pangeran mengedipkan mata memberi kode agar Putri Yemitt segera naik perahu dan berharap Donela mengikutinya segera. Putri Yemitt paham dengan kode itu. Ia juga tak ingin menunda waktu sore menikmati keindahan Danau Dua Warna dari atas perahu.

"Tunggu, Ka Hogan! Aku akan segera naik," ujar Putri Yemitt setengah berteriak ke arah Pangeran Hogan.

Ia mencoba menarik tangan Donela untuk segera naik perahu. Donela malah melepaskan tangan Putri Yemitt. Putri Yemitt memandang wajahnya sejenak dan menjadi agak kikuk dibuatnya. Donela tak melirik. Ia hanya terus memandangi Danau.

Putri Yemitt mengangkat bahu dan menengadahkan tangan ke atas seolah ia bertanya bagaimana ini? Pangeran Hogan melambai-lambaikan tangan memberi kode agar Putri Yemitt segera ke perahu.

Putri Yemitt mengerti lalu dengan segera ia meninggalkkan Donela menuju perahu.

"Dengar, aku akan naik duluan ke perahu agar kamu dibantu Donela naik," ujar Pangeran Hogan setengah berbisik.

Ia mengatur strategi agar Donela terpaksa ikut naik ke perahu. Pangeran Hogan segera naik ke atas perahu dan Putri Yemitt menunggu.

"Donela, tolonglah kami! Angkatlah Putri Yemitt ke perahu biar saya pegangi tanganya dari sini!" pinta Pangeran Hogan cerdik dari atas perahu.

Putri Yemitt yang mendengarnya senyum-senyum. Ia mengerti dengan maksud Pangeran Hogan.

"Donela, ayolah! Bantu aku naik! Aku sudah tidak sabar naik perahu!" seru Putri Yemitt menguatkan.

Donela akhirnya melirik mereka berdua. Dilihatnya keduanya tanpa curiga lalu mendekat.

"Donela, angkatlah Putri Yemitt ke arahku! Aku akan memeganginya," pinta Pangeran Hogan dengan senyum tipis. Strateginya hampir saja berjalan lancar.

"Ayolah, Donela ... angkat aku!" pinta Putri Yemitt mengulang.

Donela yang polos tergerak juga untuk membantu Putri Yemitt naik perahu. Donela mengangkat Putri Yemitt ke ujung perahu. Kedua tangan Putri Yemitt terpegang oleh Pangeran Hogan. Dengan dua atau tiga langkah, Putri Yemitt akhirnya sampai juga di perahu.

"Naiklah Donela! Biar aku bantu kamu," tawar Pangeran Hogan menjulurkan kedua tangannya ke arah Donela agar ikut naik ke perahu berpegangan tangan kepadanya.

Donela tiba-tiba berubah kikuk. Ia senyum-senyum juga. Pangeran Hogan menangkap perubahan wajah Donela.

"Kemari lah, pegangi tanganku!" ujar Pangeran Hogan sumringah karena strateginya berhasil. Donela mau juga naik perahu dan meninggalkan laranya.

Jemari kiri Donela memagang jemari tangan Pangeran Hogan yang menjulur. Ia sedikit melompat hingga perahu menjadi agak oleng. Donela oleng. Ia menubruk dada Pangeran Hogan. Pangeran Hogan tak kuat menahan.

"OHHH!" seru Donela.

"AUHH!" seru Pangeran Hogan.

BRUKK!

Keduanya ambruk ke dalam perahu dengan posisi Donela menindih dan memeluk tubuh Pangeran Hogan.

"HIYAA!" seru Putri Yemitt ketakutan hingga menutup mata rapat-rapat takut tercebur ke danau.

Ia berpegangan teguh ke tiang pelampung perahu cadik karena perahu semakin oleng.

Perahu masih terkendali dan kini telah agak berhenti bergoyang. Putri Yemitt merasa aman dan membuka matanya. Ia melirik ke arah Pangeran Hogan dan Donela yang masih terdiam anteng berpelukan sambil terus bertatapan mata. Pangeran Hogan tertangkap mata tengah mengelus rambut panjang Donela yang terurai beterbangan ditempa angin.

"Romantisnya ....!" ujar Putri Yemitt sembari tersenyum meledek.

Pangeran Hogan dan Donela segera tersadar dan bangkit membenahi diri masing-masing. Keduanya menjadi malu dan kikuk. Raut wajah memerah malu Donela sangat kentara namun ia hanya diam tak berkata sedikit pun.

"Baiklah, saatnya kita berlayar ke tengah danau," ujar Pangeran Hogan mengalihkan perhatian. Ia lalu mengambil dayung dan duduk di belakang perahu.

"Hore!" seru Putri Yemitt senang.

Ia memilih untuk duduk di depan perahu dan Donela duduk di tengah perahu.

"Berangkat!" teriak Putri Yemitt senang tak terkira.

Panglima Hogan mendayung. Perahu bergerak melaju. Ia mengarahkan perahu mengitari sisian Danau Dua Warna ke arah timur, ke arah sumber-sumber mata air yang bermancuran dari kepala Bukit Naga yang menganga. Ia kemudian mengarahkan perahu menuju tengah Danau Dua Warna. Begitu luasnya Danau Dua Warna hingga perahu kecil di tengah danau tampak semakin mengecil. Dari perahu mereka tampaklah pemandangan yang sangat menakjubkan yang mengelilingi mereka bertiga.

Bukit Naga di timur sangat artistik dipenuhi dengan tanaman paku-pakuan yang menutupi bebatuan karst yang terpahat-pahat rapi mirip sekali dengan kepala dan wajah Naga. Dari sela-sela tanaman paku-pakuan banyak sekali mata air bermancuran begitu jernih dengan warna sedikit biru di sisi utara dan sedikit keemasan di sisi selatan. Ada satu mata air di tengah mulut bukit yang menganga, menghadap mereka di perahu, memancurkan air dua warna dengan sangat deras. Bukit Naga yang membentang juga tertutup tanaman paku-pakuan dari Kepala Bukit Naga di timur hingga ekor Bukit Naga di barat, begitu hijau hingga terlihat seperti Naga berselimut hijau yang sedang tidur melingkarkan badannya dengan tangan dan kaki menjulur ke Danau Dua Warna. Pantas saja diberi nama Bukit Naga karena bukit ini sangat persis mirip dengan seekor naga yang tengah memakai baju hijau.

"Uwow, indah sekali melihat bukit Naga dari Danau Dua Warna!" komentar Pangeran Hogan sembari menghirup napas panjang yang menyegarkan.

Donela hanya melirik dan tersenyum. Ia masih terdiam tak berkata sedikit pun.

"Aku suka melihat ikan-ikan dalam air ini, Ka Hogan!" seru Putri Yemitt.

Ia melihat banyak ikan besar dan kecil yang lalu lalang.

"Apa yang kamu suka, Donela?" tanya Pangeran Hogan mencoba membuka keheningan yang merundung Donela.

Pangeran Hogan menatap gadis pujaannya dengan lembut. Ia merasa sangat bahagia memiliki waktu bersama-sama dengannya. Rasanya waktu menjadi begitu lama bagi orang yang tengah kasmaran. Keindahan alam yang telah ia lihat tetap kalah dengan keindahan gadis pujaannya itu yang membuat Pangeran Hogan merasa senang dan tenang berada di sampingnya.

Donela merasa kalau ia tak henti-hentinya di tatap oleh Pangeran Hogan. Ia dengan spontan tersenyum manis tanda ia juga merasa bahagia bersama pemuda yang dicintainya. Donela menatap lembut Pangeran Hogan.

"Aku suka pemandangan Istana Sondan dari Danau," ujar Donela menunjuk Istana Sondan di utara.

Istana Sondan memang sangatlah indah karena menghadap langsung ke Danau Dua Warna. Dari danau tampak kemegahan Istana Sondan dengan bangunan-bangunan khas sondande-sondande menjulang raksasa dalam area istana yang membentuk setengah lingkaran mengikuti bentuk Danau Dua Warna yang oval dari Kepala Bukit Naga hingga ujung ekor Bukit Naga.

Sondande-Sondande raksasa yang dibangun di Istana Kerajaan Sondan begitu luas dan bertingkat-tingkat dengan pusat Sondande terbesar berada di tengah sejajar dengan gerbang masuk yang terhubung langsung antara alun-alun istana di dalam dan alun-alun kota Sondan di luar di timur.

Istana Sondan sebagian wilayahnya benar-benar berada di sisi Danau Dua Warna hingga ke ujung ekor Bukit Naga yang menyempit dan menghubungkan Danau Dua Warna dengan Sungai Adogema.

Area perbatasan Danau Dua Warna adalah gerbang masuk keluar kapal-kapal kerajaan dan warga. Sungai Adogema juga membatasi Kerajaan Sondan dengan Lembah Ottana di barat.

Istana dilindungi dengan tembok batu yang yang memutari seluruh istana dan membatasi Danau Dua Warna di selatan dan perumahan penduduk di utara. Danau Dua Warna tidak terlalu tinggi hingga tak menenggelamkan pemandangan istana yang tersaji dari tengah danau.

Taman-taman bunga menghiasai sepanjang sisian istana dekat dengan tembok istana dan menghadap langsung Danau Dua Warna. Taman-taman tropis dengan pohon-pohon bunga tropis, bunga-bunga tropis, tanaman-tanaman hias tropis yang berwarna-warni jenisnya dan beraneka ragam juga kelapa dan pohon buah tropis lainnya menghiasai taman hingga tampak rapi, teduh, dan indah tak menutupi keindahan bangunan kerajaan. Istana Sondan adalah istana yang termegah dan terindah dibandingkan dengan istana-istana kerajaan lain di Tanah Negeri Adogema.