Chereads / BLUE & GOLDEN HOUR / Chapter 12 - Chapter 12: Mencari Zelea

Chapter 12 - Chapter 12: Mencari Zelea

"Ibu!" panggil Donela ketika ia telah berada di depan paviliun kamar ibunya, seratus meter dari kamarnya. Ibu dan ayahnya, Zelea dan Panglima Gadeon menempati Kompleks Kediaman Panglima Kerajaan yang terletak di barat Istana Kerajaan bertetangga dengan Kompleks Kediaman Penasihat Kerajaan yang dikepalai oleh Penasihat Yizab.

"Beliau pergi pagi-pagi sekali!" jawab penjaga.

"Kemana ibu pergi?" tanya Donela menyelidik.

"Nyonya tidak memberitahu kami. Beliau mungkin saja sedang menjalankan tugas mata-mata," ujar penjaga menanggapi.

Benar! Zelea adalah mata-mata terkenal dari Kerajaan Sondan yang bertangan dingin. Setiap tugas mata-mata yang diembankan kepadanya selalu berhasil hingga ia diangkat menjadi Kepala Badan Mata-Mata Kerajaan Sondan. Ia juga seorang kesatria wanita yang sakti karena Zelea adalah salah satu murid dari Pertapa Sakti. Keberhasilannya menjadi mata-mata didukung oleh kesaktiannya sebagai kesatria. Zelea bahkan dikenal sebagai pejuang tangguh di seantero negeri-negeri di Tanah Adogema.

Donela berpikir sejenak. Ia tak jadi masuk kamar ibunya dan bertemu dengannya karena ibunya tak ada di tempat. Ia memandangi sekitar kompleks yang dipenuhi taman-taman dengan pohon-pohon bungur yang bermekaran bunganya, mawar-mawar dan bunga-bunga kertas berwarna-warni yang cantik di siang hari.

Taman-taman juga dilengkapi dengan kolam air yang jernih dan terawat dengan ikan-ikan mas di dalamnya. Kompleks rumah yang sangat hijau, rindang, dan indah. Ia merasa gelisah hingga memutuskan untuk tetap mencari ibunya.

Donela mencari ibunya dari kompleks kediaman pejabat yang satu ke kompleks lainnya. Namun, semua orang yang ditemuinya tak juga tahu dimana ibunya berada hingga ia kini tengah melewati Kompleks Kediaman Raja Soga dan Ratu Deyena.

Kompleks Kediaman Raja dan Ratu lebih luas dari Kompleks kediaman pejabat lainnya. Bangunan rumah adat Sondande milik Raja dan Ratu juga lebih besar dibandingkan dengan milik pejabat lainnya. Jika rumah Raja dan Ratu dan hiasan-hiasannya berornamen dari emas dan perak maka rumah pejabat lain dan hiasan-hiasannya berornamen dari perak dan perunggu.

Motif ornamen yang menghias bangunan dan ruangan adalah motif macan tutul di tembok dalam dan sisik naga di tembok luar.

Motif ini sangat kentara di tembok dan pintu tiap bangunan di Istana Kerajaan Sondan, misalnya saja di Pendopo Pemerintahan juga di Pendopo alun-alun kerajaan yang menghadap gerbang masuk istana hingga terkesan megah dan berwibawa.

Begitu pun Singgasana Raja dan Ratu baik di Pendopo Pemerintahan maupun di berbagai tempat penting, berornamen sama yaitu motif macan tutul, perpaduan emas dan perak serta naga bersisik dan bertanduk lima jari tanduk rusa yang menyatu di atapnya, terkesan sangat berwibawa dan kharismatik untuk tempat bernaung Raja dan Ratu yang berkuasa.

Dari arah selasar paviliun Kompleks Kediaman Raja dan Ratu yang dipenuhi taman-taman bunga-bunga anggrek, ia bertemu seseorang.

"Owai, Tohtoh! Tunggu! Ha ha ha!" tawa sumringah dari seorang gadis kecil ketika ia tengah bermain bersama anjing kecilnya bernama Tohtoh. Anjing itu berlarian sambil menggoda sang gadis kecil, membuatnya senang.

Donela tersenyum kepadanya dari jauh dan dibalasnya dengan senyuman.

"Owai, Putri Yemitt!" sapa Donela.

"Owai, Donela!" jawabnya senang.

Gadis kecil itu memeluk Donela. Gadis kecil itu adalah Putri Yemitt, anak kedua dari Raja Soga dan Ratu Deyena. Ia masih berusia enam tahun dan masih sangat lucu.

"Hmm, Putri kecil kita sudah selesai belajar sastra bukan?" tanya Donela manis sambil mengelus rambut Putri Yemitt. Donela paham betul aktivitas Putri Yemitt hari ini. Putri Yemitt melepaskan pelukannya.

"Benar, Owai Donela aku sudah bisa mengeja beberapa huruf Sondan." ujar Putri Yemitt penuh binar.

"Uhhh, kelihatannya Putri kita senang. Benar kan ... Tohtoh?" tanya Donela menggoda anjing kecil berwarna coklat itu lalu mengelusnya.

"Hi hi hi hi," tawa senang Putri Yemitt mendengar kata-kata menggoda dari Donela.

Entah kenapa Putri Yemitt tak pernah merasa takut kepada Donela. Putri Yemitt dan Donela cenderung sangat dekat. Putri Yemitt tak mau mengabaikan Donela bahkan tak mau menjauhinya walaupun telah beribu kali semua warga istana mencoba menjauhkan mereka berdua. Namun, tak ada satu pun orang yang mampu memisahkan kedekatan mereka berdua termasuk Raja Soga dan Ratu Deyena.

Semua warga istana takut terjadi hal buruk menimpa Putri Yemitt karena semua orang tahu kalau Donela adalah iblis pembunuh yang terkutuk. Bisa saja Donela suatu saat membunuh Putri Yemitt di mimpinya itu. Namun, Raja Soga dan Ratu Deyena memiliki pandangan lain tentang Donela karena selalu mendengar kisah Donela yang positif dari Putri Yemitt dan Pangeran Hogan. Itulah sebabnya, Raja Soga dan Ratu Deyena masih tak percaya dengan Donela yang dianggap berbahaya karena menyandang sebutan iblis pembunuh yang terkutuk.

"Tahukah kamu, Donela? Hari ini guru sastra mengajakku ke Danau Dua Warna. Kami belajar sastra di atas perahu. Aku dan Tohtoh jadi senang sekali,' ujar Putri Yemitt dengan penuh semangat.

"Oh, ya? Aku jadi ingin berjalan-jalan denganmu ke sana," ujar Donela mencolek hidung Putri Yemitt yang lancip.

Mata hitam bulatnya menjadi melebar dan wajahnya berubah ekpresif saat mendengar Donela juga menginginkan untuk pergi ke sana.

"Kamu mau ke sana juga, Donela! Aku juga ingin ke sana lagi," seru Putri Yemitt berbinar-binar. Ia menangkupkan kedua tangannya di dada penuh harap.

"Ayolah...!" pinta Putri Yemitt merengek.

"Aku akan ajak Kak Hogan juga," serunya kemudian.

"Oh, ya!" Donela terbelalak senang.

Ada perasaan yang aneh ketika nama Hogan disebutkan. Perasaan aneh yang lebih kepada senang bercampur gugup.

"Donela, aku dengar dari penjaga, Kak Hogan sudah kembali dari tugas kerajaan jadi dia sudah ada di sini!" Matanya menggoda Donela yang wajahnya berubah menjadi sedikit kemerahan mendengar kabar Pangeran Hogan telah ada di istana. Itu tandanya bahwa Pangeran Hogan selamat di perjalanan. Donela senyum-senyum sendiri.

Keduanya lalu mendengar langkah kaki mendekati mereka dari arah Pendopo Pemerintahan.

Donela melirik ke arah kaki yang melangkah hingga matanya tepat menatap wajah seseorang di depannya. Wajahnya tiba-tiba semakin memerah. Putri Yemitt segera menyadari kegugupan Donela hingga membuatnya tertarik untuk segera menoleh juga. Putri Yemitt senyum-senyum melihatnya.

"Seorang Putri telah menemukan Pangerannya!" seru Putri Yemitt menirukan gaya seorang penyair.

Sontak saja, Donela menjadi kikuk. Seseorang di hadapannya itu adalah Pangeran Hogan. Satu-satunya pemuda tampan yang ia sukai dalam hidupnya. Pangeran Hogan tersenyum manis sekali dan menatap Donela lama. Donela mau tak mau membalas tatapan mata sang pujaan hati.

"Owai, Putri kecil yang lucu ... " sapa Pangeran Hogan menggoda adiknya. Putri Yemitt hanya tersenyum. Dikecupnya kening adiknya itu.

"Owai, Pangeran Hogan .... !" sapa Donela lembut.

"Owai, Donela .... !" balas Pangeran Hogan lembut.

"Kapan Pangeran kembali?" tanya Donela mencairkan suasana.

"Pagi tadi. Aku baru saja dari Pendopo Pemerintahan melapor kepada ayahanda raja dan ibunda ratu." jelas Pangeran Hogan.

Putri Yemitt menyela pembicaraan mereka.

"Kak Hogan, bisakah kakak menemaniku ke Danau Dua Warna sore ini?" tanya Putri Yemitt.

Ia berharap Pangeran Hogan juga ikut ke Danau Dua Warna bertiga dengan Donela.

"Aku ingin kita bertiga bersama-sama di Danau Dua Warna. Kita bertiga jarang bersama-sama lagi semenjak .... !" ujar Putri Yemitt terputus.

"Semenjak Donela dinyatakan sebagai iblis pembunuh yang terkutuk!" sambung seorang gadis cantik yang telah berada di samping mereka.

Tak ada yang sadar dengan kehadiran gadis itu di tengah-tengah mereka. Ketiganya menoleh ke arahnya.

"Nona Pondes!" Putri Yemitt menyebut nama gadis yang berwajah penuh kebencian.

"Putri Yemitt, aku yang akan menemanimu ke Danau Dua Warna bersama Pangeran Hogan karena Gadis iblis disampingmu ini bisa membunuhmu di sana. Benar kan ... Pangeran Hogan," ujar Pondes kepada Putri Yemitt.

Mata Pondes melirik benci kepada Donela, terlihat dari ekor matanya yang menajam. Pondes memang tidak suka kepada Donela dan Donela paham itu, entah karena alasan cintakah? Jelasnya, Pondes terlihat menyukai Pangeran Hogan.

"Aku hanya mau ditemani Kak Hogan dan Donela. Aku tak mau ditemani olehmu, Nona Pondes!" teriak Putri Yemitt kesal.

Pondes bermuka masam mendengarnya.

"Putri Yemitt sayang, Donela sangat berbahaya!" seru Pondes sembari menarik tangan Putri Yemitt untuk berjalan menjauhi Donela menuju gerbang masuk Kompleks Kediaman Raja dan Ratu.

"Sore nanti aku akan menjemputmu bersama Pangeran Hogan lalu kita pergi ke Danau Dua Warna," ujar Pondes sembari berjalan meninggalkan Pangeran Hogan dan Donela.

Donela hanya terdiam tak menggubris. Tiba-tiba saja ia dirundung sedih. Ia hanya bisa menatap Putri Yemitt yang berjalan dalam tuntunan Pondes menuju gerbang masuk Kompleks Kediaman Raja dan Ratu. Tohtoh mengikutinya dari belakang. Pangeran Hogan menatap kepergian Putri Yemitt dan Pondes kemudian melirik ke arah Donela. Ia menangkap wajah sedih Donela. Hatinya terenyuh juga melihatnya.

Putri Yemitt menoleh ke arah Donela. Ia juga menangkap wajah sedih Donela. Tiba-tiba wajah Putri Yemitt semakin kesal.

"Lepaskan! Aku tidak ingin bersamamu Nona Pondes. Aku hanya ingin pergi dengan Donela!" teriak Putri Yemitt kesal dengan nada tinggi. Ia menghempas tangan Pondes yang menuntunnya lalu berlari memeluk Donela. Donela membalas peluknya penuh rasa sayang.

"Ohh, hmm ... Adikku akan pergi bersamaku dan Donela ... Yaaah, kami akan ... baik-baik saja," ujar Pangeran Hogan menanggapi keadaan dengan terbata-bata.

Ia berusaha membuat keputusan bijak. Ia tak peduli jika harus menolak Pondes. Baginya kali ini, tak ada masalah jika harus pergi bersama Donela karena adiknya bersikeras meminta.

"Pangeran Hogan! Bukankah Pangeran sendiri yang berkata kepada kami semua di Pendopo Pemerintahan bahwa gadis iblis ini berbahaya. Pangeran harus ingat pesan Pertapa Sakti!" serang Pondes dengan kata-kata pedas, mencoba meluruskan Pangeran Hogan agar ikut menjauhi Donela yang berstatus berbahaya.

Pangeran Hogan menjadi sedikit canggung dengan ucapan Pondes yang menohok. Ucapan yang dikatakan Pondes memang benar tetapi dimatanya Donela bukan seperti yang dibayangkan oleh semua orang. Hatinya menolak untuk menganggap Donela berbahaya.

"Aku tahu! Aku bisa menjaga diriku dan adikku!" seru Pangeran Hogan setengah berteriak.

Wajahnya agak marah dan kesal membuat Pondes menjadi agak syok mendengarnya. Pondes seketika menjadi semakin memuncak. Pondes menatap sadis Donela lalu mendekati Donela dengan cepat.

"Awas kamu! Jika terjadi sesuatu kepada Pangeran Hogan dan Putri Yemitt, aku orang pertama yang akan memperhitungkannya!" ancam Pondes berapi-api.

Ia lalu melengos pergi dan menubruk badan Donela hingga Donela sedikit mundur karenanya. Ia pergi ke arah kompleks kediamannya di barat. Donela hanya menunduk dengan mata yang kaku. Ia lalu bersimpuh di depan Putri Yemitt dan memandangi wajah Putri yemitt dengan penuh rasa sayang.

"Putri Yemitt, maafkan aku tak bisa menemanimu sore nanti. Aku lupa kalau aku harus mencari ibuku," ujar Donela berusaha membatalkan dengan halus.

Ia mencolek hidung Putri Yemitt dengan telunjuknya lagi sambil tersenyum. Pangeran Hogan menatapnya dengan iba. Ia tak berharap seperti ini.

Donela kemudian memegang kedua tangan Putri Yemit lalu ia kembali berdiri. Dituntunnya Putri Yemitt berjalan menuju Pangeran Hogan. Ia menyerahkan kedua tangan gadis kecil yang ia sayangi itu kepada kakak kandungnya. Pangeran Hogan dan Putri Yemitt hanya mengikuti saja.

"Aku harus mencari ibuku, Pangeran Hogan! Aku pamit ...." ujar Donela lembut kepada keduanya.

"Kemana Mata-mata Zelea pergi?" tanya Pangeran Hogan.

"Aku tidak tahu .... Entah kenapa hati kecilku meminta untuk mencarinya," ujar Donela agak gelisah sembari melengos pergi ke arah gerbang istana.

Tiba-tiba, Putri Yemitt memeluk Pangeran Hogan dan menangis hingga membuat Donela berhenti sejenak. Pangeran Hogan menangkap adanya kesempatan untuk mengajaknya lagi.

"Bisakah kamu ikut dengan kami sore nanti, Donela!" pinta Pangeran Hogan lembut.

Donela menoleh ke arah mereka berdua. Putri Yemitt melirik Donela dalam tangisnya. Donela menjadi iba. Ia menghela napas panjang lalu mengangguk. Pangeran Hogan tersenyum karenanya begitu pun Putri Yemitt yang segera berhenti menangis dan menyungging senyuman dibibirnya yang mungil.

"Kemarilah Putri Yemitt, aku akan mengantarmu kembali ke Kompleks. Biarkan Kakakmu beristirahat," pinta Donela ditanggapi dengan anggukan oleh Putri Yemitt. Kedua mata Pangeran Hogan dan Donela saling menatap lama lalu mereka berpisah ke tujuannya masing-masing.

****

Bersambung ....