Chereads / BLUE & GOLDEN HOUR / Chapter 11 - Chapter 11: Pesan Penting

Chapter 11 - Chapter 11: Pesan Penting

Pangeran Hogan kembali ke Negeri Sondan dari misinya di Bukit Naga. Ia telah sampai di depan Gerbang Sondan Timur dan menyeberangi jembatan Sungai Agora yang mengalir di depannya. Sungai Agora mengalir di sepanjang sisi Bukit Naga, membatasi Negeri Sondan dengan Hutan Warong di timur dan bermuara di perbatasan Tanah Kadiraja Coseas di utara.

Gerbang Sondan Timur adalah gerbang yang menghubungkan antara Negeri Sondan dengan hutan belantara di timur dan selatan. Gerbang Sondan Timur terhubung dengan Bandar Sungai Timur, Bandar untuk kapal pengangkut yang melintasi Sungai Agora dan Laut Coseas.

Gerbang Sondan Timur dibangun dari bahan kayu-kayu jati yang tebal dan kuat berlapis-lapis, membentuk struktur simetris seperti tanduk rusa dengan lima jari tanduk yang terhubung di puncak.

Gerbang Sondan Timur juga berpintu dari bahan kayu jati berlapis-lapis yang tebal dan kokoh, ditopang oleh tembok pagar batu jenis andesit dengan poros yang tinggi bertumpuk, kokoh dan kuat. Gerbang yang menunjukkan keistimewaan Negeri Sondan yang kuat dan berwibawa. Pagar batu yang kokoh dengan penjagaan ketat dari puncak tembok pagar.

"Pangeran Hogan telah tiba," seru salah satu penjaga Gerbang Sondan Timur.

Salah seorang dari mereka menaiki kuda hitam dan segera menuju istana untuk melaporkan kedatangan Pangeran Hogan kepada Raja Soga.

"Pangeran Hogan, salam sejahtera! Anda telah kembali," ujar seorang penjaga yang membukakan pintu.

"Terima kasih!" ujar Pangeran Hogan menanggapi.

Seseorang diantaranya mengambil kuda putih untuk dikendarai Pangeran Hogan menuju istana karena Pangeran Hogan kembali tanpa kuda yang ditumpangi.

"Terima kasih, aku akan segera menuju istana," ujar Pangeran Hogan dengan segera menaiki kuda putihnya menuju istana.

Perjalanan menuju istana dari Gerbang Sondan Timur harus melewati Kampung Youre, kampung paling timur di Negeri Sondan.

Kampung Youre terkenal sebagai penghasil sapi ternak terbaik dan terbesar di Negeri-negeri Adogema. Peternakan sapi yang luas di area tanah rumput di sisi kepala Bukit Naga yang hijau nan indah bersanding dengan rumah-rumah adat penduduk bernaman "Sondande".

Sondande berupa rumah panggung berbentuk persegi panjang dengan pondasi utama kayu jati yang kokoh menyangga kuat dan mencengkeram tanah di tiap sudutnya. Sondande berdinding kayu dan dibalut dengan anyaman rotan khas Sondan yang mirip dengan corak macan tutul.

Atap Sondande adalah genting dari tanah liat yang dibakar berbetuk sisik ular dan dihiasi dengan serabut kelapa di tiap ujung-ujungnya hingga menyerupai kepala ular naga bercorak macan tutul. Sondande terkesan sangat unik dan khas untuk penduduk Negeri Sondan.

Pangeran Hogan menyusuri jalan Kampung yang kokoh dan halus, di bangun dengan batuan-batuan yang lebar, pipih dan rapih. Pohon-pohon rindang berjajar rapih menghiasi kanan dan kiri jalan, berjarak hanya beberapa meter antar pohon. Pohon-pohon itu terdiri dari berbagai jenis pohon besar berbunga khas tropis seperti pohon bungur, pohon mata lembu, pohon randu alas dan pohon soga yang berbunga keunguan, jingga, merah-jingga dan kuning. Selain itu, terdapat juga pohon-pohon mangga dengan buah yang mulai bermunculan di tiap dahan karena mulai menyongsong musim mangga juga pohon-pohon kelapa dari jenis yang berbatang sangat tinggi maupun yang biasa.

Pangeran Hogan meninggalkan kampung dan memasuki Kota Sondan. Ada perbedaan antara Kampung Youre dan Kota Sondan dari segi kepadatan penduduk, kemegahan bangunan dan rumah, juga aktivitas warga dan ekonomi. Kota Sondan sangat padat penduduk. Kota Sondan dipenuhi oleh rumah-rumah adat Sondande dan bangunan-bangunan kerajaan dan pemerintahan dengan ukuran yang lebih besar dari rumah-rumah kampung dan tidak panggung melainkan berpondasi batu yang langsung menyentuh tanah. Bangunan-bangunan kerajaan dan pemerintahan lebih terlihat seperti bangunan-bangunan candi hindu yang menjulang tinggi ke atas dengan atap meruncing.

Jalan-jalan Kota Sondan dihiasi pohon-pohon rindang berbunga seperti yang ditemukan di jalanan Kampung Youre. Keunggulannya adalah pohon-pohon rindang di Kota Sondan juga dihiasi dengan tanaman-tanaman bunga khas tropis seperti bunga kertas, melati, mawar dan anggrek berwarna-warni atau pun tanaman-tanaman hias khas tropis seperti lidah mertua. Tanaman-tanaman hias ini memagar di sepanjang jalan Kota Sondan menghubungkan pohon ke pohon.

Jalan-jalan kota sangat ramai oleh lalu-lalang warga dan kendaraan roda empat yang ditarik oleh kuda atau pun gerobak barang. Banyak aktivitas warga yang dilakukan seperti wirausaha dan perdagangan. Aktivitas ekonomi Kota Sondan sangat tinggi dibandingkan dengan Kampung Youre.

Warga banyak yang memandangi Pangeran Hogan yang tengah melaju di atas kuda putihnya di jalanan Kota Sondan. Pangeran Hogan kini telah sampai di Sondan Tower, tower batu yang menjulang tinggi berbentuk trisula yang membatasi Kota Sondan dan Alun-Alun Kerajaan.

Pangeran Hogan memasuki jalan khusus di samping alun-alun kerajaan untuk bisa menuju Gerbang Istana Sondan yang begitu megah dengan pintu logam berlapis kuningan, berbentuk tanduk rusa, berornamen sisik naga ditopang dengan tembok istana yang sangat lebar dan kokoh dari batuan andesit yang tebal bertumpuk-tumpuk dengan penjagaan ketat di depan dan atapnya.

Penjaga membukakan pintu Gerbang Istana Sondan ketika Pangeran Hogan telah sampai di depannya. Pangeran Hogan segera menyerahkan kudanya kepada pengawal istana dan segera menuju Pendopo Pemerintahan.

Pintu Pendopo Pemerintahan di buka dan Pangeran Hogan masuk.

"Salam sejahtera teruntuk Ayahanda Raja dan Ibunda Ratu!" sapa Pangeran Hogan membungkukkan badan sambil tersenyum kepada kedua orang tuanya.

"Ananda Pangeran Hogan!" panggil Ratu Deyena menjawab pertama kali sebelum Raja Soga. Ratu menatap Pangeran Hogan dengan binar.

"Aku sangat senang Ananda telah kembali dari misi dengan selamat," ujar Raja Soga bahagia mendapati anaknya telah kembali.

"Kamu terlambat satu hari kali ini, Pangeran Hogan!" ucap Ratu Deyena mengingatkan keterlambatannya.

"Benar, Ibunda Ratu. Keterlambatanku memiliki alasan. Mohon maafkan Ananda!" Pangeran Hogan kembali membungkukkan badan.

"Baiklah, Ananda Pangeran Hogan. Kami percaya padamu," ujar Raja Soga memaklumi.

"Ayahanda Raja, izinkan aku menyampaikan hasil," ujar Pangeran Hogan. Ia ingin segera memberi kabar tentang Pertapa Sakti.

"Dipersilahkan, Ananda Pangeran Hogan!" sambut Raja Soga.

"Maafkan Ananda karena tak berhasil membawa Pertapa Sakti ke Kerajaan Sondan," ujar Pangeran Hogan.

Semua orang saling melirik satu sama lain mendengarnya. Semua bertanya-tanya. Raja memperlihatkan mimik wajah ingin tahu dan menyelidik.

"Pertapa Sakti telah mati di Bukit Naga!" ungkap Pangeran Hogan sebelum Raja Soga menanyakan kelanjutannya.

Semua berteriak kaget mendengarnya. Mereka bertanya-tanya kenapa bisa terjadi.

Pangeran Hogan lalu menceritakan kronologi kematian Pertapa Sakti di Bukit Naga dengan jelas dan detail hingga membuat semua wajah di Pendopo Pemerintahan bergidik dan dipenuhi kecemasan dan ketakutan.

Semua tak menyangka bahwa Pertapa Sakti yang menjadi satu-satunya orang tersakti di seluruh negeri bisa mati di tangan iblis pembunuh yang terkutuk.

Kabar ini menggelitik dalam pikiran Raja Soga hingga Raja berencana akan menyempatkan waktu khusus untuk mendiskusikannya dengan Pangeran Hogan.

"Pertapa Sakti berpesan kepadaku agar waspada akan datangnya Iblis dan kutukannya di negeri kita," jelas Pangeran Hogan menyampaikan pesan penting dari Pertapa Sakti. Semua menjadi ribut menanggapinya.

"Ini semakin berbahaya, Tuanku Paduka Raja!" seru Pondes, anak dari Penasihat Yizab, yang menjadi bagian dalam Badan Penasihat Kerajaan. Ia mewakili ayahnya dalam pertemuan harian kerajaan hari ini.

"Ini pasti ada kaitannya dengan Donela," ujar Pondes menuduh dengan sengit. Gadis itu memang sangat membenci Donela.

Ia melirik ke arah Panglima Gadeon. Panglima Gadeon hanya terdiam tak menggubris. Ia tak bisa berkata apa-apa.

"Iya, benar! Donela adalah iblis pembunuh!"

"Kita harus melakukan sesuatu kepada Donela!"

"Gadis terkutuk itu akan membawa bencana di tanah ini!"

Seruan demi seruan terlontar dari mulut-mulut mereka di Pendopo, mengomentari Donela yang dianggap terkait dengan iblis dan kutukan hingga seisi pendopo menjadi gaduh.

"Harap tenang pejabat semuanya!" seru Raja Soga menenangkan kegaduhan.

"Jangan gegabah, kita akan berpikir untuk mencari solusinya!" perintah Raja Soga.

"Aku akan berbicara lebih rinci dengan Pangeran Hogan setelah pertemuan ini. Aku akan segera membuatkan rencana untuk menanggapi kabar ini," ujar Raja Soga.

Semua terdiam dan menyetujui keputusan Raja Soga.

"Ananda Pangeran Hogan, silahkan bisa beristirahat!" ujar Raja Soga kepada Pangeran Hogan untuk segera beristirahat.

"Terima kasih Ayahanda Raja Soga. Salam sejahtera untuk Ayahanda Raja Soga dan Ibunda Ratu Deyena, aku pamit," ujar Pangeran Hogan dengan membungkukkan badan.

Ia bermaksud untuk segera meninggalkan Pendopo Pemerintahan.

Sementara itu, di kamar Donela.

Sayup-sayup Donela mulai membuka mata. Ia tak mendapati Ibunya di samping. Ia tersadar bahwa hari telah masuk siang. Ia terbelalak.

"Oh, tidak! Aku bangun kesiangan!" teriaknya dan langsung bangkit dari kasurnya.

"Ibu, Ibu ...!" Donela memanggil-manggil Zelea.

Ia mencari ke seluruh ruangan kamarnya. Namun, ia tak menemukan keberadaan ibunya.

"Dimana ibu?" tanyanya.

"Aku harus mencari ibu," ujarnya kemudian. Dengan segera ia membersihkan diri dan berdandan rapih lalu mulai mencari ibunya di luar

****.

Bersambung ....