"AKKKHHHHHHHH!" jerit seorang lelaki tua yang tengah berada di kapal layar Kerajaan Sondan dalam pelayarannya melewati Selat Sunda.
"Penasihat Yizab, sadarlah!" seru para prajurit membangunkan Penasihat Yizab yang tengah bermimpi buruk.
Penasihat Yizab adalah Kepala Penasihat Kerajaan Sondan. Ia dan rombongan tengah berlayar pulang ke Negeri Sondan setelah usai menjalankan tugas negaranya dari Negeri Amangkora di utara untuk negosiasi perbatasan wilayah laut negara.
"Aku bermimpi buruk," terang Penasihat Yizab.
"Aku diterkam Donela, matilah aku!" serunya gelisah.
"Apa? Benarkah tuanku?" tanya para prajurit yang mengawal Penasihat Yizab.
Keringat dingin bercucuran di wajah dan seluruh tubuhnya. Ia menjadi ketakutan karena mimpi terkait Donela pasti menjadi kenyataan.
"Tidak! Aku tidak mau mati!" teriak Penasihat Yizab meracau.
Gelisah membuatnya tak terkendali.
"Aku harus bagaimana, Prajurit?"
"Aku tidak mau mati!" racauan demi racauan yang keluar dari mulut Penasihat Yizab hanya membuatnya menjadi tertekan. Ia bahkan tak sadar telah bolak-balik atau pun berlari-lari kecil kesana dan kemari tak tentu arah.
"Tenanglah, Tuanku! Kami akan melindungi anda," ujar Lorega, pemimpin prajurit dalam tugas ini.
Penasihat Yizab yang mendengar bukannya menjadi tenang malah semakin tak terkendali.
"Kamu! Apa katamu? Kamu memintaku tenang sedangkan aku akan mati, persetan kamu!" Penasihat Yizab membentak.
Ia mencengkeram leher Lorega dan menghempaskannya membuat Lorega terseret ke belakang.
"Apa? Apa yang akan kalian lakukan untuk melindungiku dari iblis pembunuh yang terkutuk itu? Hah!" racaunya lagi sembari terus membentak-bentak.
Racauan menjadi bukti bahwa Penasihat Yizab memang pandai berbicara tetapi sayang, ia mudah tertekan membuat kepandaian berbicaranya menjadi tak terkendali.
"Kalian hanya akan jadi bodoh dan dungu oleh kekuatan iblis!" racaunya lagi.
"Aku akan mati dan kalian akan jadi bodoh tak mampu menolong!" serunya lagi sembari memukul dada-dada para prajurit yang menenangkannya.
"Aku akan mati ...." keluh Penasihat Yizab yang kini menangis. Ia bahkan tersimpuh di geladak kapal.
"TIDAAAAAAK!" teriaknya lantang melepas kegelisahan dalam dirinya yang berlarut-larut di sepanjang malam.
****
Fajar telah menyongsong. Pagi yang cerah menyentuh hangat Kerajaan Sondan. Kerajaan terbesar dari 4 kerajaan yang berdiri di Tanah Negeri Adogema. Kerajaan Sondan adalah kerajaan tertua di Tanah Negeri Adogema yang didirikan oleh Tetua Sondana sejak 750 abad yang lalu. Kerajaan ini diberi nama Sondan untuk menghormati Tetua Sondana yang menjadi raja pertama. Kerajaan Sondan bermakna Kerajaan di tangan Sondana.
Wilayah Kerajaan Sondan termasuk yang paling luas jika dibandingkan dengan kerajaan lain. Wilayahnya meliputi Pantai Coseas di utara hingga Bukit Naga di selatan. Batas Kerajaan Sondan adalah Laut Coseas di utara, Hutan Warong di timur, Bukit Naga di selatan dan Lembah Ottana di tengah. Lembah Ottana adalah lembah tak berpenghuni yang membatasi antara kerajaan Sondan dengan 3 kerajaan lainnya, yaitu Kerajaan Soron di barat laut, Kerajaan Dozole di barat, dan Kerajaan Agora di barat daya. Lembah Ottana tak dikuasai oleh keempat kerajaan tersebut.
Seluruh penghuni Istana Sondan pagi-pagi sekali sudah ramai dengan berbagai aktivitas. Mereka terbiasa untuk menjalankan tugas kerajaan tepat waktu tanpa terlambat. Sang raja sangat disiplin. Jika pegawai istana terlambat sebentar saja maka akan mendapat hukuman. Hukuman yang kecil untuk disiplin waktu, entah itu diminta untuk memotong rumput atau pun mengangkut sampah daun-daun pepohonan ke sentral pembuangan sampah di selatan istana dekat dengan tembok selatan istana yang berbatasan langsung dengan Danau Dua Warna atau pun dengan hukuman lain yang sifatnya masih menghormati penghuni istana.
Raja Soga dan Ratu Deyena telah sampai ke Pendopo Pemerintahan dan berjalan menuju kursi tahta kehormatan. Ia adalah keturunan ke-7 dari Raja Sondana. Ia berkulit sawo matang agak gelap, berahang tegas, beralis tebal dengan mata hitamnya yang sangat tajam. Suara dan pembawaannya yang tegas dan berwibawa menjadikannya sebagai salah satu raja dari Kerajaan Sondan yang sangat karismatik.
"Salam sejahtera untuk Raja Soga dan Ratu Deyena!" seru Sekretaris Kerajaan Sondan ketika Raja Soga dan Ratu Deyena telah duduk di kursi tahta kehormatan.
"Selamat pagi dan salam sejahtera untuk seluruh Pejabat Kerajaan Sondan!" sapa Raja Soga sembari tersenyum ramah begitu pun Ratu Deyena mengikuti.
"Hari ini, Hari Respati, Bulan Hawal Tahun 1.553, Tahun Sondan. Aku persilahkan kepada Para Pejabat untuk melaporkan kepadaku tentang tugas kenegaraan yang telah dilaksanakan atau pun rencana kenegaraan," ujar Raja Soga memberi Pengarahan.
Pejabat adalah sebutan untuk para pemegang jabatan baik Menteri, Panglima, Kepala, dan jabatan lain untuk kerajaan-kerajaan di Tanah Negeri Adogema.
"Tuanku Paduka Raja, hari ini rakyat di desa-desa utara telah mulai menanam padi di musim kemarau ini," ujar Menteri Pertanian dan Perkebunan.
"Baguslah! Musim panen kemarin padi kita melimpah dan kita mendapatkan pesanan yang banyak dari Kerajaan Soron yang lumpuh karena banjir. Mereka masih membenahi sistem pertanian di daerahnya. Mereka sepertinya masih akan kembali memesan padi dari kita."
Kerajaan Soron adalah salah satu Kerajaan di Tanah Negeri Adogema di timur laut Kerajaan Sondan.
"Apakah warga kesulitan dengan air di musim ini?" tanya Raja Soga menyelidik.
"Tidak, Paduka Raja! Air di negeri kita akan tetap melimpah hingga di sungai-sungai terusan," jawab Menteri mengungkapkan fakta yang ada.
"Bersyukurlah kepada Langit!" seru Raja Soga mengarahkan semua di istana untuk bersyukur.
Semua mengikuti arahan Raja Soga dengan menadahkan kedua tangan ke langit sebagai isyarat rasa syukur.
"Tuanku Paduka Raja Soga, kita perlu melebarkan kembali sungai-sungai terusan di desa-desa agar banjir tak terulang lagi di musim hujan mendatang," ujar Menteri memberikan pandangan.
"Apakah Paduka Raja setuju kalau pelebaran sungai-sungai dilakukan dalam waktu dekat?" tanyanya melanjutkan.
"Aku setuju," ujar Raja Soga.
"Kepada Menteri Pengairan, bersiaplah untuk segera melaksanakannya. Aku tak ingin banjir terulang lagi di negeri kita. Kita masih beruntung karena banjir kemarin hanya merendam sebagian kecil pertanian di pantai utara dekat Kadiraja Coseas," ujar Raja Soga sembari memberi perintah
"Baiklah, Paduka Raja. Kami segera laksanakan!" jawab Menteri Perairan menanggapi perintah Raja Soga.
"Bagaimana dengan Kadiraja Coseas, apakah di sana juga sudah mulai menanam padi seperti kita?" Raja bertanya tentang Kadiraja Coseas, wilayah bawahan yang tunduk pada Kerajaan Sondan.
Kadiraja Coseas adalah nama pemerintahan kecil di bawah Kerajaan Sondan yang menguasai wilayah di dekat Pantai Utara Coseas dan tunduk pada kekuasaan Raja Soga. Kadiraja Coseas dipimpin oleh salah satu keluarga Kerajaan Sondan yang diberi kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri di wilayah Coseas. Adiraja Arokh, pemimpin Kadiraja Coseas adalah adik dari Raja Soga sendiri.
"Menurut laporan, Raja Arokh pun sudah memerintahkan petani Coseas untuk mulai menanam padi, Tuanku Paduka Raja," ujar salah satu mata-mata kerajaan.
"Aku akan bekerja sama dengan adikku, Adiraja Arokh untuk proyek pelebaran sungai-sungai kecil di utara Sondan dan Coseas. Kirimkan surat kepada Adiraja Arokh tentang proyek ini, Sekretaris Kerajaan!" perintah Raja Soga untuk Sekretaris Kerajaan.
"Baiklah, Tuanku Paduka Raja Soga, kami segera laksanakan," ujar Sekretaris Kerajaan.
"Kemana Kepala Mata-mata Zelea? Hari ini ia tak terlihat di sini?" Ratu Deyena mempertanyakan.
"Saya diberi tahu bahwa beliau harus ke utara untuk menyelidiki sebuah kasus, Tuanku Paduka Ratu!" ujar salah satu mata-mata kerajaan.
"Kasus apa?" tanya Raja Soga.
"Kami belum diberitahu, Tuanku Paduka Raja," terang para mata-mata kerajaan.
"Baiklah, kita tunggu kabar darinya langsung ketika ia kembali," ujar Raja Soga. Ratu Deyena mengangguk.
"Bagaimana kabar Penasihat Yizab?" tanya Ratu Deyena kemudian.
"Penasihat Yizab dalam perjalanan kembali ke istana, Tuanku Paduka Ratu," jawab Sekretaris Kerajaan.
"Kita tunggu juga kabar yang dibawa Penasihat Yizab kalau ia telah kembali," ujar Raja Soga.
"Apakah kita juga perlu membuat sandaran batu setelah melebarkan sungai-sungai terusan, Paduka Raja Soga?" tanya Menteri Pembangunan.
"Bagaimana menurut Pejabat yang lain?" Raja Soga meminta pendapat para pejabat.
"Perlu paduka. Dengan sandaran batu, sungai-sungai kecil akan lebih kuat menahan abrasi sungai mengingat tanah kita mengandung lumpur," pendapat Menteri Pembangunan.
"Kita tanyakan kepada Bendahara Kerajaan, apakah bisa disediakan dana untuk pembangunan tersebut?" Raja Soga mengarahkannya kepada Bendahara Kerajaan.
"Kas kerajaan masih berlimpah, untuk proyek ini sangat bisa dibiayai, Paduka Raja," jelas Bendahara Kerajaan.
"Baiklah, Aku tetapkan proyek sandaran batu sungai-sungai terusan dilakukan hingga ke tanah Kadiraja Coseas di ujung utara," ujar Raja Soga membuat keputusan.
"Aku perintahkan kepada Menteri Pembangunan untuk melaksanakannya," perintah Raja Soga.
"Baiklah, Segera kami laksanakan, Paduka Raja!" jawab Menteri menanggapi perintah
"Kepada Sekretaris Kerajaan, buatkan surat pemberitahuan kepada Adiraja Arokh tentang proyek ini juga!" perintah Raja Soga.
"Kepada Panglima, tempatkan prajurit untuk keamanaan pekerjaan!" perintah demi perintah terucap dari mulut bijak Raja Soga.
"Baiklah, paduka Raja. Kami siap melaksanakan perintah!" jawab pejabat yang menerima perintah secara bersamaan.
"Tuanku Paduka Raja, apakah kami perlu membeli bahan batu untuk sandaran sungai dari Kerajaan Dozole?" tanya Menteri Pembangunan.
"Benar, belilah dari sana! Mereka juga hari ini memesan 10 unit kapal layar untuk nelayan di laut, benarkah begitu?"
"Benar, Tuanku Paduka Raja, hari ini 10 unit kapal layar siap diberangkatkan ke Kerajaan Dozole.
Kerajaan Dozole juga termasuk salah satu Kerajaan di Tanah Negeri Adogema di barat Kerajaan Sondan.
"Terima kasih, mari beristirahat sejenak, kita cicipi hidangan, silahkan...!" Raja Soga memberi waktu pejabat untuk beristirahat sejenak menikmati hidangan di pagi ini.
"Terima kasih, Paduka!" jawab semua serentak.
Mereka menyantap hidangan buah-buahan sembari bercengkerama bersama Raja dan Ratu.
Seorang prajurit istana berbisik kepada Panglima Besar Gadeon. Panglima Gadeon mengangguk.
"Paduka Raja, Pangeran Hogan sudah kembali!" seru Panglima Gadeon.
****
Bersambung ....