Akhirnya hari minggu ini aku bisa berduaan lagi dengan Zean, kami berdua akan mengunjungi toko buku di kota. Zean mengajakku untuk menemaninya mencari cari buku. Aku tak tau di balik sikap Zean yang seperti itu ternyata ia juga rajin membaca.
"Oke, kita sudah sampai."
"Wahh, ujarku takjub. Tempatnya besar ya Zea," lanjutku.
"Ya begitulah, ya sudah ayo masuk."
"Ehh ia kamu kalau ngelihat ada buku yang kamu suka ambil aja, entar sekalian aku bayar deh," ujarnya yang sudah menentukan jalan untuk memilih milih buku.
Aku dan Zean berjalan di lorong terpisah, namun aku masih bisa melihat Zean yang sedang memilihi buku di rak.
Sedangkan aku masih belum tau harus mencari buku apa, seleraku adalah buku BxB, atau komik, tetapi aku tak belum juga menemukannya. Aku mencari carinya di bebarapa rak dari rak yang satu ke rak yang satu lagi.
Sampai aku tak melihat ternyata ada Angga yang berdiri di sampingku.
"Lagi nyari apa?" tanyaku yang melihat ekspresi wajah Bara seperti kehilangan sesuatu.
"Ehh engga kok, cuma lagi nyari buku buku aja."
"Bara kamu nyari buku apa emang nya? Disini lengkap kok."
"Anu... itu buku aa.. emm," aku gerogi menjawabnya.
"Yaudah yok aku bantu cari," Angga menarik tangan Bara ke rak depan.
"Eehh... e tunggu!"
"Kenapa?"
"Kyaknya tadi aku melihat bukunya deh," ujarku berbohong.
"Oh ya, ya susah yok kita ambil."
"Eehh. Ga usah biar aku aja sendiri."
"Ya udah deh kalau gitu," kamu masih mau nyari buku lain atau udahan?"
"Masih ada buku yang mau aku cari ga."
"Masih ada kok."
Entah mengapa Angga mencondongkan badannya sepertinya ia melihati sekitaran kami.
"Kenapa?" tanyaku penasaran.
"Engga kok, eh ia kamu sama siapa kemari?"
"Sama temanku kok."
"Loh kamu punya teman?"
"Ihh Angga," aku memukul bahu Angga pelan.
Angga hanya tersenyum, serta tertawa mengejek.
"Ga teman goib kan?"
"Gak ah," mempalingkan wajah.
"Heyy," aku menyentuh dagu Bara menghadapkan wajahnya ke arahku.
Kami berdua terdiam dan saling tatap tatapan.
Bara membuka mulutnya kecil, tak beberapa lama, ia menutupnya lagi.
Mereka terus terusan bertatapan, ini waktu yang cukup lama bagi mereka apa lagi tangan Angga yang masih menempel memegang dagu Bara.
"Ehhmm," ujar Zean yang melihat pemandangan itu.
Keduanya baru tersadar kembali, mereka berdua saling salting.
"Maaf ya kalau aku mengganggu momen kalian berdua, aku hanya memastikan Bara masih di toko ini, soalnya aku sudah mencariinnya dari tadi," ujar Zean meninggalkan mereka.
"Zean tunggu," ucap Bara yang ingin menghampiri.
"Ouh udah selesai?" tanya Zean mengambil buku yang ia sudah pilihi.
"Ze," mengikuti Zean dari belakang.
"Zean, kamu salah paham."
Tetapi Zean tidak menyauti ucapan Bara, ia berjalan di depan memper cepat langkahnya.
"Zean!' Bara sebenarnya kesal dengan Zean karena setiap ingin menjelaskan lelaki itu sama sekali tidak memberikan kesempatan pada dirinya. Di motor pun mereka terus terusan diam diaman, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari Zean.
Sampai Bara memberanikan untuk mengeluarkan suara.
"Zean hentikan," ujar Bara dari belakang.
Zean benar benar memberhentikan sepeda motornya.
"Kamu mau turun disini?"
"Gak! Kenapa kamu tidak memberikan aku waktu untuk menjelaskan?"
"Hmm... mau menjelaskan apa lagi?" tanya Zean bt.
"Yang tadi itu kamu salah paham Ze, itu Angga teman sekelasku," ujar bara dengan serius.
"Oh ia?" Zean kembali menyalakan motornya.
"Zean, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan."
"Oh ya? Emang apa yang aku pikirkan?"
"Pasti kamu mengira itu pacarkukan?"
"Tidak!"
"Lalu kenapa kau meninggalkanku dan tak mendengarkanku berbicara tadi?"
"Ya mungkin karena aku cemburu," jawab Zean sungguh sungguh.
Bara hanya senyum senyum dari belakang memdengar jawaban itu.
Zean, dan Bara pun sampai di ruma Bara.
"Zean terimakasih ya," ujar Bara berdiri manis dekat Zean.
"Harusnya aku yang bilang terimakasih, oh ia kalau gitu aku langsung saja pergi ya. Lagiankan sudah malam nih."
"Oke hati hati."
Zean mengeleksonkan motornya, sebagai tanpa pamit.
Bara pun memasuki rumahnya, namun saat di depan pintu kepalanya kembali pusing, tubuhnya yang mungil itu sukses terjatuh ke lantai.
Untung saja tetangga Bara melihat itu, ia cepat cepat meminta tolong memanggil dokter memeriksa Bara.
***
Paginya Bara melihat badannya yang tergeletak di sofa, Bara ingin duduk tetapi rasa pusing itu membuatnya tidak bisa bangkit. Ia pun melanjutkan tidur lagi.
Hari ini Bara tidak pergi kesekolah, karena ke adaan tubuh Bara yang tidak enak badan, selain itu Bara baru menyadari bahwa ia kurang istirahat.
Mendengar kabar Bara sakit Angga inisiatif untuk datang menjenguk temannya itu yang berada di kosan.
Bara, Angga Pov:
"Apa yang terjadi denganmu?" tanyaku dengan suara yang tertahan.
"A... aku," aku terdiam di atas sofa, tanpa sepatah kata pun.
"Ya tuhan siapa yang mengundang orang ini kemari," dalam hatiku yang diam melihat Angga.
"Bara kamu kok diam?"
"Engga kok."
"Kepalamu masih pusing? Oh ia ini aku bawakan buah- buahan," ujar Angga meletakkan di atas meja.
"Makasih ya Angga, kamu repot repot kemari."
"Ga masalah, sekarang ayok."
"Kenama?"
"Aku akan memindahkanmu ke kamarmu."
"Ttaapi itukan!"
"Udah ayo," aku menopang Bara bangkit dari sofa.
"Angga, kyaknya ga usah deh."
"Udah ayolah," aku memaksa Bara sedikit hingga kami berdua sampai di depan pimtu kamar Bara.
"Bara kamu pegangan yang kuat ya, biar aku buka pintunya."
Kreekkk....
Saat pintu di buka wajah Bara berubah menjadi panik, aku membuka pintu dan melihat kamar Bara yang berisi beberapa gambar di dinding.
Bara menunjukkan giginya, menghalangi tangannya sebagai penutup wajah.
"Anu... i.. itu ya gitu deh," ujarku terbata bata.
Aku menskip pemandangan itu dan membawa Bara terlebih dahulu ke tempat tidurnya.
"Bara kenapa banyak pic orang Gay?" tanyaku spontan.
"Anu.. itu ya gitulah."
"Kamu Gay?"
"Ga lah anjir, aku masih normal."
"Trus?"
"Aku suka saja dengan series, atau pun yang berbaur Gay."
Aku sendiri memaklumi hal itu karena aku sendiri adalah orang yang Gay, dan Bara adalah orang yang suka menonton series, atau pun Anime Gay.
Jadi ini semacam melengkapi tersendiri bagi kami berdua.
***
"Bara kamu udah masuk sekolah?"
"Udah Ga, badan aku juga udah enakan."
"Makanya toh kamu jangan kebanyakan begadang terus kan jadi pusing, oh ia ini aku ada belikan susu buat kamu."
"Buat aku?"
"Ia, emangnya kenapa? Kamu ga bisa minum susu?"
"Anuu itu bisa kok."
"Ya udah dih di minum dulu," aku bangkit menggeser bangku ku ke depan.
"Angga kamu mau kemana?"
"Mau ke toilet dulu."
"Oke, hati hati."