Chereads / Hikmah Cinta Kinayya / Chapter 2 - Menyayat Qalbu

Chapter 2 - Menyayat Qalbu

Suasana semakin mencekam dan tambah rumit saat Akmal terus saja mendesak dan bersikap seperti menghalangi rencana kedua orang tuanya. Mengapa harus ada perdebatan setelah kedatangan putra bungsu pemilik pondok pesantren Al-Barokah itu? Dalam suasana tegang seperti ini, Kinayya sungguh benar-benar bingung dan dilema. Haruskah ia berkata jika dirinya menolak? Atau, haruskah ia meminta waktu untuk memikirkan ini semua?

Namun, jika ia meminta waktu, sungguh hal itu hanya akan membuang-buang waktu dan tentunya akan mengundang kemarahan sang guru. Sementara itu, di satu sisi pun jika ia menjawab dan menyetujui perintah gurunya saat ini juga, sungguh hati seseorang akan remuk redam karena keputusannya. Lantas, apa yang harus ia lakukan saat ini? Haruskah ia menolak perintah gurunya demi menjaga sebuah hati yang terpaut dengan hatinya sendiri?

Jelas saja sang guru pasti akan murka dan bahkan mungkin tidak akan menganggapnya murid lagi jika ia berani menolak. Sebab, dilihat dari segi mana pun bahwa sang guru begitu mendesak dan memaksa. Sekali perintah, tetap perintah. Ia bahkan sudah memikirkan bagaimana murka dan bencinya sang guru pada dirinya yang tak tahu diri jika sampai menolak dan melanggar perintah gurunya itu. Sudah pasti semua ilmu yang ia dapat, tidak akan berguna dan sia-sia. Ia yakin, sang guru pasti akan mencabut keberkahan dari ilmu yang telah ia dapatkan di pondok pesantren Al-Barokah itu. Sungguh mengerikan, bukan?

"Akmal, jangan mengajak berdebat, Nak. Rosulullah sungguh melarang hal itu. Sebaiknya sekarang kamu jangan ikut campur akan hal ini. Sungguh, Abahmu lebih tahu apa yang harus dilakukan. Tolong jangan membuat Abah marah besar padamu, Nak. Perihal Ghaisan, lelaki itu pun sudah berusaha membujuk calon istrinya untuk kembali dan bersedia menikah dengannya. Namun, apa daya? Sungguh Allah berkehendak lain." Lagi-lagi Nyai Inayah berusaha keras meluluhkan hati putranya agar tidak ikut campur pada urusan Abahnya.

Akmal mengusap wajahnya. Diliriknya gadis cantik yang masih bersimpuh dengan wajah menunduk itu. Sungguh berat hati ia dengan keputusan yang telah diambil oleh Abahnya itu. Namun, benar yang Uminya katakan, ia tak berhak ikut campur bahkan mengajak untuk berdebat. Bagaimanapun, Abahnya itu seorang ulama dan ahli hikmah. Pasti tahu apa yang harus dilakukan.

"Astaghfirullah. Maaf jika Akmal sudah membuat Umi dan Abah marah. Sejujurnya, Akmal hanya terkejut dan kasihan pada Kinayya yang tidak tahu apa-apa," ucap Akmal dengan suara yang pelan dan berat.

Kasihan? Mungkin di balik kata kasihan itu terdapat banyak makna dan kesimpulan. Bukan hanya kasihan pada Kinayya, namun juga kasihan pada dirinya yang sungguh tak rela jika gadis cantik itu dinikahi oleh Ghaisan. Entah apa yang akan terjadi jika Kinayya benar-benar menikah dengan lelaki dingin bernama Ghaisan itu.

"Abah ingin menikahkan Kinayya dengan Ghaisan karena Abah pikir, Kinayya adalah sosok wanita yang akan mampu membuat Ghaisan menjadi lebih baik. Kinayya akan membuat hidup Ghaisan lebih bermakna dari sebelumnya. Selain itu, Ghaisan juga akan menjadi sosok suami yang bertanggung jawab pada Kinayya. Abah yakin, Kinayya akan sangat bahagia hidup di tengah-tengah keluarga Pak Harun dan Bu Yulis," ujar Kiyai Salahuddin penuh penegasan.

Kinayya yang mendengar apa yang diucapkan oleh gurunya itu tampak memejamkan mata dan menghela napas dalam. Jujur, setiap apa yang gurunya itu katakan padanya, memang selalu menjadi berkah dan kenyataan. Mungkinkah, apa yang gurunya ucapkan barusan benar-benar akan menjadi kenyataan? Benarkah ia akan hidup bahagia dengan Ghaisan? Lelaki yang tak pernah ia pikirkan. Lelaki yang tak pernah memiliki perasaan apa pun padanya. Bahkan, lelaki itu sudah akan menikah dan harus patah karena ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya.

"Bagaimana dengan perasaan Kinayya, Abah? Dia pasti terkejut dan ingin berpikir ulang karena Ghaisan seorang lelaki yang sudah memiliki perasaan pada wanita lain," ucap Akmal yang terus mendesak. Ia berharap Kinayya tidak jadi menikah dengan Ghaisan.

"Nak, cinta itu mengalir seperti air. Tidak tahu dari arah mana dan dengan cara apa cinta akan tumbuh dalam qalbu. Sama halnya dengan ilmu, kita tidak tahu dari arah mana ilmu itu datang. Akan tetapi, saat ilmu datang dan menetap di qalbu, kita sangat bahagia dan tak ingin kehilangannya. Begitupun dengan cinta dan pernikahan. Abah yakin, antara Ghaisan dan Kinayya akan memiliki rasa cinta masing-masing saat mereka sudah menikah dan hidup bersama," tutur Kiyai Salahuddin penuh penjelasan.

Terasa sesak di dada saat mendengar setiap uraian kata yang keluar dari lisan sang Abah. Ada luka yang tersayat namun tak menimbulkan darah. Membahas tentang cinta, Akmal jadi teringat kembali saat pertama kali ia menyadari jika telah tumbuh cinta di hatinya untuk seorang gadis cantik yang selalu ceria dan murah senyum.

"Seperti aku yang tiba-tiba jatuh cinta padamu, habibaty. Bahkan, aku tidak tahu kenapa aku bisa jatuh cinta padamu yang selalu menunduk malu dan bersembunyi saat bertemu denganku. Kata orang, cinta itu manis, tapi ... kurasa akan menyisakan tangis," ucap Akmal dalam hati. Sekilas ia melirik pada Kinayya yang masih diam menunduk.

Akmal tahu, sejauh apa pun ia menghalangi keputusan kedua orang tuanya, hal itu tidak akan membuat Kinayya melunturkan mahabbah atau cintanya pada sang guru yang tak lain adalah kedua orang tuanya sendiri. Titik tertinggi kemuliaan santri itu terletak pada mahabbah (cinta) pada guru. Rasa takdzim dan bakti santri pada guru merupakan kemuliaan dan suatu bentuk rasa terima kasih atas ilmu yang telah diberikan. Akmal sungguh paham akan hal itu. Sejauh mana pun ia mengecoh Abahnya ataupun Kinayya, tetap saja sang Abah yang akan menjadi pemenangnya.

"Jadi, sudah cukup ya pembicaraan kali ini. Abah sangat tidak ingin Kinayya menolak ataupun melanggar perintah ini. Dengar, Nak. Menikah itu bukan suatu bencana, melainkan suatu ibadah yang sangat panjang. Abah harap, Kinayya bisa beribadah dengan hati ikhlas dan sabar," ucap Kiyai Salahuddin penuh penegasan.

"Abah, jika pernikahan itu adalah ibadah dan bukan bencana, lantas bagaimana dengan orang-orang yang memilih untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan bercerai?" tanya Kinayya pada akhirnya memberanikan mengeluarkan suaranya kembali.

Sontak saja Akmal menolehkan wajahnya pada gadis cantik berhijab lilac itu. Tatapannya begitu pilu menyayat qalbu. Ia bahkan bertanya-tanya, mengapa gadis cantik itu menanyakan tentang perceraian? Apakah itu karena Kinayya bimbang dan khawatir akan bercerai jika ia menikah dengan Ghaisan? Secara, Ghaisan bukan sosok lelaki yang ada di dalam hati gadis cantik itu. Tentu saja Akmal mulai gusar dan merasa jika Kinayya tidak siap dengan perintah sang Abah.

BERSAMBUNG...