Seorang lelaki tampan berkulit sawo matang dengan tubuh yang atletis tampak sedang terduduk lesu di atas balkon. Wajahnya kusut dan matanya bengkak. Langit dan bumi seakan sudah tak berarti lagi baginya. Harapan dan keinginannya seakan luntur begitu saja. Semangatnya untuk menjalani hari pun sudah terkikis.
Lelaki itu adalah Ghaisan Altezza Mahendra. Seorang lelaki tampan berusia dua puluh tujuh tahun. Lelaki dewasa yang sudah berkeinginan membina mahligai rumah tangga. Namun, keinginan itu tiba-tiba saja sirna dan menghilang seiring hilangnya sang wanita pujaan hatinya.
"Sampai tega kamu tinggalkan aku, Syakila. Padahal, sebentar lagi kita akan menikah." Ghaisan bicara sendiri seolah saat ini ia sedang bersitatap dengan calon istrinya yang bernama Syakila Zumarini.
Hati siapa yang tidak remuk dan terluka saat detik-detik menuju pernikahan, tiba-tiba saja seseorang yang akan menjadi pasangan sehidup semati pergi tanpa sebab dan alasan. Seakan rencana pernikahan dan membina rumah tangga yang telah disiapkan matang-matang itu hanya sebuah lelucon dan candaan. Inilah yang terjadi pada Ghaisan sekarang. Sungguh miris dan ironis.
Rapuh. Ya! Jangan tanyakan lagi bagaimana rapuhnya Ghaisan saat ini. Bagaikan bangunan yang sudah tua dan tak terawat. Begitu pula lah bentuknya hati lelaki itu.
"Ghaisan," panggil seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah sang Mama.
Ghaisan yang sedang diam dengan lamunannya langsung menoleh. Tatapannya benar-benar sendu dan membuat hati sang Mama ikut teriris. Sepertinya ia benar-benar hancur sehancur-hancurnya.
"Ada apa, Mam? Ghaisan ingin sendiri," ucap Ghaisan memberi kode keras pada Mamanya itu.
Mama Hana membuang napasnya berat dan menatap sayu pada putranya yang sedang rapuh itu. Tak dapat ia pungkiri jika hatinya pun sangat sakit dengan keputusan calon menantunya itu. Sungguh, ia benar-benar membenci Syakila sampai ke aliran darahnya. Padahal, awalnya ia begitu menyayangi dan mengharapkan Syakila akan menjadi istri putranya. Namun, ternyata Allah berkehendak lain.
"Mama ingin bicara, Nak. Masalah ini tidak bisa kita biarkan begitu saja," ucap Mama Hana dengan nada bicara yang rendah dan lembut.
"Sudah jangan dibahas lagi, Mam. Ghaisan sudah tidak punya harapan apa pun lagi. Pokoknya, pernikahan Ghaisan dengan Syakila sudah batal dan gagal," ujar Ghaisan yang tampak menekan setiap ucapannya.
"Ini semua gara-gara wanita itu!" gerutu Mama Hana dengan ekspresi kesalnya. Ia sendiri sangat tidak menyangka dan tak habis pikir mengapa Syakila bisa membatalkan pernikahan yang sudah berada di hadapan mata.
"Jangan salahkan Syakila, Mam! Ini salah Ghaisan yang terlalu buru-buru ingin menikahinya. Mungkin, dia belum siap menikah. Jadi, wajar saja kalau dia pergi dan membatalkan pernikahan ini," ujar Ghaisan yang semakin ngotot. Walaupun Syakila telah menyakiti hatinya luar dan dalam. Akan tetapi, ia tetap membela wanita pujaannya itu.
Mama Hana memutar bola matanya malas dan berseringai sinis. Muak rasanya ia mendengar pembelaan dari mulut putra tunggalnya itu. Namun, pada saat ini ia tak dapat memarahi atau terus-menerus menampakkan kekesalannya di hadapan putra tunggalnya itu. Sebab, ia tak mau membuat suasana hati Ghaisan semakin buruk.
"Apa pun itu, Nak." Mama Hana perlahan duduk di samping putra tunggalnya itu. "Sebaiknya kita bicarakan hal ini dengan kepala dingin dan selesaikan semuanya. Mama dan Papa sudah mendapat solusi tepat. Kami berdua sungguh tak ingin sampai pernikahanmu gagal, Ghaisan." Ia bicara dengan lembut seraya meletakan tangannya pada bahu putranya.
Ghaisan membuang napasnya kasar lalu menatap intens kedua mata sang Mama. "Bagaimana bisa, Mam? Saat ini Syakila sudah berada di Eropa. Sungguh hal yang tidak mungkin jika Ghaisan tetap menikah dengan dia. Apa lagi wanita itu jelas-jelas membatalkan pernikahan kami."
"Itu mengapa sebabnya Papa kurang setuju kamu menikah dengannya, Ghaisan!" timpal seorang lelaki paruh baya yang tak lain adalah Pak Harun.
Ghaisan tampak mendelikkan matanya dan menatap sinis pada sang Papa. Beberapa bulan yang lalu, Papanya itu memang sempat berkata jika tidak respect pada hubungan antara dirinya dengan Syakila. Terlebih saat ia membahas soal rencana pernikahan. Pak Harun sering kali memerintahkan dirinya untuk tidak berpikir jauh dan bersikap seolah dirinya harus mencari wanita lain untuk menjadi istrinya. Namun, tentu saja ia yang sangat mencintai Syakila, tetap mempertahankan hubungannya dan terus berusaha membujuk sang Papa hingga pada akhirnya setuju untuk menikah.
"Ini di luar konsep, Pap," ucap Ghaisan dengan suara yang dingin.
"Di luar konsep bagaimana? Sudah jelas-jelas wanita pujaan hatimu itu memiliki perangai yang tidak baik. Astaghfirullahaladzim! Mungkin, inilah jawaban dari Allah atas kurang setujunya Papa pada hubungan kalian berdua," ujar Pak Harun penuh penegasan.
Ghaisan tampak mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Rahangnya pun kini terlihat mengeras menahan emosi yang siap meledak kapan saja. Kedua bola matanya tampak memerah dan menampakkan kilatan api kemarahan. Namun, saat sang Mama mengusap punggungnya dan membisikkan kata-kata lembut guna menenangkannya, ia pun kembali melemaskan otot-otot yang tadi sempat menegang.
"Sudahlah, Pap. Sungguh tak ada gunanya jika kita bahas soal Syakila saat ini," ucap Mama Hana mencoba menengahi.
"Benar. Karena anak itu memang tidak ada guna selain membuat hati Papa hancur!" balas Pak Harun dengan ekspresi sangarnya.
"Hust! Jangan bicara seperti itu, Pap. Sebaiknya jangan banyak mengumpat. Istighfar dan serahkan semuanya pada Allah. Lagi pula, kita sudah mendapat solusi untuk tetap menikahkan putra kita ini," ujar Mama Hana dengan lembut mengingatkan suaminya itu.
"Astaghfirullahaladzim!" gumam Pak Harus seraya mengusap dadanya.
"Papa selalu menganggap buruk Syakila sebab Papa tidak setuju padanya," ucap Ghaisan.
"Sudah-sudah, Nak. Lupakan saja soal itu, ya. Sebaiknya sekarang kita musyawarah bersama. Kamu yang tenang ya, sayang." Mama Hana kembali mencoba menenangkan sang putra tunggalnya itu.
"Musyawarah apa lagi, Mam? Sudah jelas 'kan kalau pernikahan Ghaisan gagal? Tenang saja, besok Ghaisan umumkan di sosial media bahwa pernikahan kami sudah dibatalkan dan tidak akan ada yang namanya acara pernikahan di gedung artapura!" ujar Ghaisan yang tampak menekan setiap ucapannya.
"Tidak begitu, Nak. Tolong dengarkan sejenak, ya. Kamu akan tetap menikah, sayang," ucap Mama Hana seraya menatap dalam manik mata putra tunggalnya itu.
Ghaisan tampak mengerutkan dahinya tak mengerti. "Tetap menikah bagaimana maksud Mama? Jangan bercanda, Mam!"
"Kami tidak bercanda, Ghaisan!" tegas Pak Harun dengan suara yang meninggi.
"Dengarkan kami, Nak. Kamu akan tetap menikah dengan seorang wanita yang in syaa Allah jauh lebih baik dari Syakila," ujar Mama Hana yang semakin membuat Ghaisan heran dan tak mengerti.
"Maksud Mama, Ghaisan akan menikahi wanita lain, begitu?" tanya Ghaisan penuh selidik.
BERSAMBUNG...