Kinayya meloncat dengan sangat hati-hati. Tentu saja ia keluar dari kamar tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Jam di dinding pun kini sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Penghuni rumah sudah pada terpejam. Keadaan rumah Kinayya memang tidak seramai rumah-rumah calon pengantin pada umumnya. Ya, itu karena Kinayya akan menikah secara dadakan dan menggelar acara pun di sebuah gedung yang sudah ditentukan.
Tidak ada acara apa pun selain selamatan dan baca doa tadi ba'da isya. Itu pun hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Kiyai Shalahuddin berpesan untuk tidak mengundang banyak orang karena Kinayya menikah secara dadakan. Lagi pula, daerah tempat tinggal Kinayya masih terkesan sepi penduduk.
Akmal menanti kekasihnya di saung samping rumah Kinayya. Lelaki tampan itu seakan tak peduli pada hukum dunia maupun akhirat. Cinta yang melekat, bisa membuat orang berbuat laknat. Gelap dan heningnya malam, seakan menjadi kesempatan emas untuk dirinya dapat bicara berdua dengan sang pujaan penyejuk mata yaitu Kinayya.
"Ini sudah malam, Aa. Kinayya tidak bisa lama-lama di sini," ucap Kinayya dengan ekspresi yang tegang dan was-was. Tentu saja ia takut akan ada orang yang melihat keberadaannya di tempat itu.
"Belum juga bicara, kamu sudah memberikan kode bahwa kamu tidak ingin bicara denganku," ketus Akmal seraya menatap tajam pada kekasihnya itu.
Kinayya tampak membulatkan kedua bola matanya penuh dan menatap kaget pada kekasihnya itu. "Astaghfirullahaladzim! Bukan begitu maksud Kinay, Aa. Kalau soal bicara, dari kemarin Kinay menantikan Aa bicara pada Kinay. Setidaknya ... mengirim surat, begitu. Sekarang ini sudah malam, di sini juga sepi. Kinay takut!"
"Kemarin Aa benar-benar tertekan dan terluka dengan keputusanmu, Habibaty," ucap Akmal seraya menatap lemah pada kekasihnya.
Kinayya menundukkan wajahnya dan membuang napasnya berat. "Maaf. Kinay sungguh tidak berdaya. Jika pun Aa akan membenci Kinay karena keputusan ini, Kinay sangat ikhlas ridho, A. Asalkan Umi dan Abah tidak membenci Kinay. Sebab, jika pertemuan bisa menghadirkan cinta, maka cinta pun bisa menghadirkan perpisahan."
"Apakah tujuan kita terikat cinta hanya untuk menghadirkan kebencian pada akhirnya?" tanya Akmal seraya menatap dalam wajah cantik kekasihnya.
"Tidak begitu. Jika hati ikhlas, tidak akan ada kebencian pada siapa pun. Lagi pula ... cinta itu hakikatnya milik Allah dan hanya pada-Nya lah kita harus memiliki cinta yang besar. Untuk itu, Kinayya harap Aa tidak marah atau cemburu dengan keputusan Kinayya. Ingat, Aa! Bahwa Allah jauh lebih dulu memiliki Kinay dari pada Aa. Jadi ... lepaskan apa yang harus dilepas. Ini mungkin pahit, Aa. Tapi ... ingatlah bahwa yang pahit tidak selamanya menjadi racun. Justru yang pahit biasanya menjadi obat. Semoga akan ada obat dalam kepahitan ini. Allah pasti akan selalu menciptakan hikmah di balik semua kejadian," tutur Hikmah panjang lebar dan penuh penjelasan.
Akmal mengusap wajahnya kasar dan membuang napasnya berat. Entah mengapa ia merasa jika Kinayya benar-benar ikhlas melepaskan dirinya. Padahal, ia sendiri sungguh tersiksa dan seakan hidup tidak akan berarti lagi setelah ini. Sementara Kinayya, dengan mudahnya bicara yang memiliki makna sebuah perpisahan.
"Setelah tiga tahun menetap di hati ini, apakah kamu kira akan semudah itu melupakan dan mengusir kedudukanmu yang sangat spesial bagiku? Itu sungguh tidak mudah, Kinayya! Jadi, tolong jangan paksa aku untuk dapat melupakan dirimu. Apakah kamu tahu bahwa bintang bisa terlihat bersinar berkat gelapnya malam? Jika kamu tahu itu, maka kamu pun harus tahu bahwa kamu pun selalu bersinar walau berada di tempat yang teramat dalam yaitu hatiku!" ujar Akmal panjang lebar dan penuh penekanan.
Kinayya terdiam dan mencerna setiap ucapan kekasihnya. Sungguh bukan karena ia tidak lagi mencintai kekasihnya itu. Namun, takdir Allah berkata lain. Ia harus menjalankan skenario Allah walau terasa perih dan menyakitkan.
"Tapi semua itu percuma, Aa. Sekarang ini Kinay sudah akan menikah dengan lelaki pilihan Abah. Sudah tidak ada alasan lagi bagi Kinay untuk mempertahankan hubungan kita. Bila Aa ingin tahu perihnya hati ini, coba bayangkan tangan ini tergores oleh pisau hingga terluka dan berdarah-darah. Setelah itu disiram dengan cuka dan air panas. Diselimuti oleh ribuan garam dan timah panas. Sebegitu perih yang Kinay rasakan, Aa." Kinayya bicara dengan suara yang bergetar menahan tangis.
Akmal terdiam dan seperti sedang berpikir keras. Ia tahu jika Kinayya pun sangat terpaksa menikah dengan Ghaisan. Namun, bila cinta dapat menjadikan hubungan mereka bertahan dan abadi, maka itu artinya ia akan terus mencobanya.
"Jika pernikahan yang akan kamu lakukan hanya membuat hatimu perih, maka untuk apa kamu lakukan itu, Kinay? Lebih baik sekarang kita pergi jauh dan menikah. Kita berhak bahagia dan menyatukan cinta yang sudah lama terikat," ucap Akmal seraya menangkap tangan kekasihnya.
Kinayya tampak membulatkan kedua bola matanya penuh dan menatap kaget pada kekasihnya itu. Ini kali pertamanya Akmal menyentuh tangannya yang suci. Tentu saja ia benar-benar tidak menyangka Akmal akan melakukan hal itu.
"Astaghfirullahaladzim! Lepaskan, Aa. Ini tidak perlu Aa lakukan! Kinay akan tetap menikah dan tidak akan pergi dengan Aa!" ujar Kinayya seraya menepis tangan kekasihnya.
Akmal membuang napasnya kasar. Ia sungguh tidak bisa lagi menahan emosi dan rasa sakit hatinya. Akal sehat seakan sudah hilang dari kepalanya.
"Jangan menikah dengan siapa pun selain Aa atau hidupmu tidak akan bahagia, Kinayya!" ucap Akmal seraya menarik tangan Kinayya lalu memeluk paksa wanita pujaan hatinya itu.
Kinayya benar-benar syok dan tidak menyangka jika Akmal berani melakukan hal itu padanya. Tentu saja hatinya sangat remuk dan darahnya mendidih tak terima dengan perbuatan kekasihnya itu. Ia pun mencoba melepaskan diri dari pelukan Akmal, namun Akmal justru semakin erat memeluk dirinya.
"Ya Allah! Aa tolong jangan seperti ini. Ingat bahwa kita bukan pasangan yang halal. Kita bukan mahram, Aa! Lepaskan! Allah Maha Melihat apa yang sedang kita lakukan," mohon Kinayya seraya meronta agar Akmal dapat melepaskan pelukannya.
"Ini semua karena jalan yang tidak semestinya kita tempuh! Aa tidak ingin kehilanganmu, Kinayya! Aa tidak ingin hidupmu menderita. Lelaki itu pasti akan memperlakukanmu dengan tidak baik," ucap Akmal yang masih memeluk erat tubuh Kinayya.
Kinayya sudah tak dapat lagi menahan tangisnya. Wanita cantik itu pun terisak kecil dan masih meronta agar Akmal melepaskan pelukannya. Ia benar-benar merasa bersalah dan menyesal karena telah bersedia menemui kekasihnya di tempat itu. Hawa nafsu memang terkadang membutakan akal sehat. Begitulah yang saat ini Akmal rasakan.
"Noda! Kinayya sudah ternoda. Ya Allah! Ampuni hamba-Mu ini. Jangan jadikan Al-Quran yang sudah melekat di hati, hilang karena kejadian ini," rintih Kinayya yang kini mulai diam dan merasa lemah.
BERSAMBUNG...