Chereads / Entangled in Love / Chapter 1 - Hari Penuh Kesialan

Entangled in Love

🇮🇩Aidahlia
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Hari Penuh Kesialan

Hari pertama masuk sekolah harus telat adalah mimpi buruk bagi Alsava. Tidak hanya ia, dua abang laki-lakinya pun harus ikut kesiangan juga. Hal ini terjadi karena ibu mereka telat bangun dan ayah mereka sedang mengendarai pesawat sejak kemarin, ya, ayah mereka seorang pilot yang jarang sekali ada di rumah.

Alsava Calandra adalah anak bungsu dari sepasang suami-istri bernama Gwen dan Abraham. Ia memiliki dua kakak laki-laki, kakak pertamanya bernama Dareen Raditya, dia dua tahun lebih tua dari Alsava, saat ini dia kelas tiga SMA, sementara kakak keduanya bernama Darel Dwira, dia satu tahun lebih tua dari Alsava, saat ini dia kelas dua SMA. Dan Alsava sekarang akan masuk satu sekolah dengan kedua kakaknya itu.

"Kalian berangkat sana, cepetan, udah enggak usah sarapan!" heboh Bu Gwen.

"Naik apa, Ma?" tanya Darel sambil mengancingi kemeja putihnya, dia bertanya kepada ibunya tapi matanya terarah ke kancing kemejanya.

"Kalian, kan, ada motor, gayor tiga aja, nanti Alsava di tengah, kalian jaga baik-baik adik kalian ini."

Alsava yang sedang memoles bibirnya dengan lip tint langsung terbatuk-batuk saat mendengar kalau ibunya yang kerap ia panggil mama itu menyuruhnya untuk gayor tiga dengan kedua kakak laki-lakinya yang acap kali ia panggil abang itu.

"Mama gila, ya? Masa aku harus gayor tiga sama abang-abang bau domba ini?"

"Apa kamu bilang? Mama gila?"

"Ya Mama bayangin aja, aku yang cantik membahana ini harus gayor tiga naik motor body goals kayak gitu?"

Satu polesan mendarat di kepala Alsava. Itu ulah Darel, Alsava memang kurang akur dengan abangnya yang satu ini. Kasusnya, Alsava mudah marah dan Darel suka melihat Alsava marah. Bayangkan saja bagaimana jadinya.

Belum sempat Alsava mengeluarkan semburan maut, Dareen sudah lebih dulu membekap mulutnya lalu menyeret anak kepala batu itu ke luar.

Karena waktu sudah mepet, dan di antara Dareen, Darel, dan Alsava tidak ada yang bisa naik mobil, alhasil mereka harus menerima ini semua dengan lapang dada.

Motor body goals yang Alsava maksud adalah motor Kawasaki Ninja H2R milik Dareen. Darel belum dibelikan motor sendiri karena nilainya yang masih bobrok. Di antara ketiga anak itu, yang paling cerdas adalah Dareen, karena itu ia berhasil mendapatkan motor terlebih dahulu.

Saat Dareen sudah menyalakan mesin motor, Alsava naik lebih dulu. Darel berkacak pinggang lalu mengembuskan napas pelan.

"Majuan!" titahnya pada Alsava yang sudah rapat-rapat memeluk abang pertamanya.

Alsava selalu membandingkan Dareen dengan Darel karena Dareen jauh lebih pengertian daripada Darel, tapi soal pukul-memukul orang yang mengganggu Alsava, Darel yang jauh lebih pandai, hanya saja Alsava agak gengsi mengakui rasa sayang dan bangganya dengan Darel.

Saat Darel naik ke atas motor Alsava malah teriak. Bu Gwen yang mendengar teriakan anak bungsunya langsung lari terbirit-birit ke luar.

"Alsava Calandra! Kamu ini anak Mama atau anak kuntilanak, sih?! Suara kamu itu kalau diadu sama toak masjid pun pasti menang suara kamu, berisik banget!" gentak Bu Gwen.

Alsava mengerucutkan bibirnya. "Itu, Ma, Bang Darel naik ke atas motor tapi narik-narik kerudung Al, ya berantakan lagi, Ma, padahal, kan, Al udah rapi-rapi daritadi."

Bu Gwen hanya menggelengkan kepalanya. "Udah kalian mending berangkat sekarang, kalau sampai kena hukuman karena telat, Mama enggak akan mau datang ke sekolah!"

Di saat itu juga Dareen langsung menggas motornya—membuat Alsava dan Darel spontan memeluk pinggang terdekat.

"Bang Dareen kebanyakan belajar, ya? Otaknya geser, apa? Gila-gila! Hari ini gila!"

Darel langsung membekap mulut Alsava yang terus berkicau bagaikan burung beo ditemani ibu-ibu tukang rumpi itu.

***

Mereka sampai di sekolah tepat saat pak satpam menutup gerbang. Dareen tiba-tiba memutar arah ke gerbang belakang sekolah sebelum pak satpam melihat mereka.

"Bang, kok, putar balik, kenapa enggak bujuk pak satpamnya aja?" tanya Alsava.

"Di gerbang enggak cuma ada pak satpam, ada OSIS juga, kamu mau pertama kali masuk langsung jadi bahan gibah anak OSIS karena gayor tiga? Apalagi kamu duduk di tengah?"

Spontan Alsava menggelengkan kepalanya. Abangnya yang satu ini memang lebih berpikir panjang ketimbang ia dan Darel.

Dareen, Darel, dan Alsava termenung saat melihat gerbang belakang jauh lebih ramai. Namun, ternyata bukan hanya mereka saja yang telat, ada seorang laki-laki juga di area belakang sekolah, tepatnya di bawah pohon, laki-laki itu duduk di atas motor sambil memainkan handphone.

"Haish ... sial banget gue hari ini," desis Darel seraya turun dari motor. "Jaga nih bocah, Bang, gue mau manjat aja lewat belakang kantin. Lo ngaku aja mending sama nih bocah, biar dihukum sekalian." Tanpa menunggu tanggapan Dareen dan Alsava lagi Darel langsung melesat bagaikan belut di empang.

"Dia udah biasa kayak gitu, ya, Bang?"

Dareen mengangguk. "Jangan ditiru."

"Terus nasib kita gimana, Bang, kalau enggak niru Bang Darel?"

"Kita harus cari cara yang lebih estetik daripada Darel."

"What?! Estetik?" Kalau saja tidak sedang mengendap-endap, Alsava pasti akan terbahak.

Alsava memicingkan mata, ia mulai memerhatikan orang yang ada di depannya. Orang itu mengendarai motor yang bentuknya tidak beda jauh dengan motor yang abangnya kendarai, bedanya, abangnya berwarna biru sementara dia berwarna hitam. Tidak hanya motornya saja yang hitam, dia juga memakai jaket hitam dan helm hitam.

"Bang, jangan-jangan yang ada di depan kita gengster?"

"Mana ada gengster pakai celana abu-abu."

"Siapa tau gengster-nya lagi berhalusinasi jadi anak SMA."

Dareen berdecak. "Aneh-aneh aja, mending kamu bantu Abang mikir gimana caranya masuk daripada mikirin tuh orang."

Alsava menganggukkan kepalanya setuju. "Udahlah, Bang, kita juga manjat aja."

Dareen menghela napas berat. "Yaudah, Abang nitip motor dulu sama tukang siomay, kamu tunggu sini."

Alsava sebenarnya berat hati, ia takut sendirian, tapi mau tidak mau ia pun turun dan menepi ke bawah pohon yang letaknya tidak jauh dari laki-laki berjaket hitam itu.

Alsava terus memerhatikannya, tapi laki-laki itu sama sekali tidak menoleh. Dia sibuk mengutak-atik handphone-nya.

"Siapa di sana?"

Mata Alsava membulat, mungkin kalau bola matanya tidak menempel, pasti sudah lompat ke aspal. Hari ini adalah hari penuh kesialan, Alsava merutuki dirinya dalam hati, kata andai langsung berisik, andai dia tidak bergadang, andai dia tidak bangun telat, dan segala kalimat berawalan kata andai lainnya.

Laki-laki yang sejak tadi diam tiba-tiba terkekeh pelan, tak lama setelah itu dia menepikan motornya dan turun. Tepat saat dia membuka helmnya seorang laki-laki yang tidak asing di mata Alsava menyembul dari arah gerbang.

"Faren?!"

Alsava menoleh ke arah laki-laki yang sudah melepas helmnya itu.

"Faren?" ulang Alsava dalam hati.